Sekali lagi Nimas menghela napas panjang. Lelah yang teramat sangat begitu terasa. Pukul 16:30 adalah jam di mana dirinya baru bisa beristirahat dari kepenatan pekerjaan.Â
Matanya menyapu seluruh ruangan dengan dinding berwarna cerah. Tepat di hadapannya terpampang sebuah foto berukuran besar. Dua insan yang saling setia saling menjaga. Lelaki kecil dalam pangkuannya melirik ke arah perempuan yang tengah memeluknya dengan penuh kasih sayang. Ya, itu adalah foto Nimas dengan Rangga anak semata wayangnya.Â
Kini mereka harus menjalani hidup berdua. Dengan perjuangan yang begitu keras.
"Membangun rumah baru sendiri ternyata lebih menyenangkan bukan? Meskipun aku lelah setengah mati, setidaknya tidak ada lagi rasa takut dan ragu yang menghantui," bisik Nimas pada dirinya sendiri.Â
"Tumbuh lah besar anak Mama, jadilah lelaki yang bertanggung jawab, Nak. Kita akan hadapi dunia ini sama-sama," bisik Nimas lagi sambil memandang foto anak lelaki itu lamat-lamat.Â
"Ma, tadi aku ketemu Papa Dirman. Dia jadi pembicara acara seminar di SMA ku," ucap Rangga yang entah sejak kapan anak lelaki itu telah berada di sana dengan seragam sekolah yang masih dikenakannya.Â
Nimas menghela napas panjang, sekuat hati ia berusaha menepis nama yang baru saja disebutkan anaknya itu sejauh mungkin.
Pikirannya harus kembali waras. Masa lalu yang muram tidak boleh merusak apa yang kini sudah berjalan baik.Â
"Makanlah! Mama sudah masak makanan kesukaan kamu!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H