Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hidup Adalah Pilihan

8 Januari 2024   09:28 Diperbarui: 8 Januari 2024   09:48 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa akan ada di titik ini. Perjalanan hidup yang seolah mengalami percepatan beberapa kali lipat membuatku harus merasakan banyak perubahan selama tiga tahun belakangan ini. Rumah yang berbeda, lokasi tempat kerja yang berbeda, orang-orang yang silih berganti memberikan berbagai pengaruh positif, negatif, suka dan duka, tangis dan tawa dalam hidup dan pendewasaan diri tentunya. 

Kadang ingin mengeluh dan bertanya, 'kenapa Tuhan begitu asik membolak-balik takdir hingga aku terpontang-panting, terombang-ambing dalam kisah yang memang memilukan?'

Sejenak bersandar untuk menyimak perjalanan hidup yang dialami orang-orang yang aku kenal secara dekat, mereka hidupnya teratur, rapi dan tidak ada badai yang menerpa sekuat dan sehebat badai yang menghantam pertahana dan kewarasanku berkali-kali. 

Namun sisi lain, aku selalu ingin berterima kasih dan bersyukur dengan kesyukuran paling dalam kepada Tuhan.  Walaupun rasa syukur itu lebih sering datang belakangan. Aku bersyukur bahwa Tuhan adalah penolong terbaik. Bahwa Tuhan adalah satu-satunya sandaran saat tidak ada yang bisa diandalkan. Bahwa Tuhan adalah Yang Maha Hebat dalam membuat skenario hidup setiap hamba-Nya.

Aku yang terombang-ambing akhirnya bisa berdiri kokoh di sini tanpa kurang satu apapun. Bisa tersenyum bahkan mentertawakan diri sendiri.

'Ternyata aku sehebat itu.'

'Ternyata aku begitu cengeng saat menangisi nasib yang nyatanya jika dihadapi akulah yang kemudian menjadi pemenangnya.'

'Dengan Tuhan, kesulitan-kesulitan itu pada akhirnya bisa terlewati juga.'

Jika mau diurai satu per satu, begitu banyak yang telah kuhadapi dan kuselesaikan dengan baik. Kehilangan dua paman yang telah menjadi sosok ayah di perantauan, kehilangan ibu kandung, kehilangan kekasih sekaligus suami, sampai pada kehilangan pekerjaan, bahkan kehilangan sesuatu yang sangat berharga yang kubangun dengan susah payah dari titik nol. 

Ya, seperti kata pepatah, bahwa dunia ini berputar. Kadang di bawah kadang pula di atas. Semua akan datang dan pergi pada masanya. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Semua silih berganti. Walaupun sekali lagi ini terasa jauh lebih cepat dalam hidupku.

Banyak kejadian yang membuat syok pula. Seperti kata peribahasa, karena nila setitik rusak susu sebelangga. Manusia tidak selamanya bisa menerima kesalahan walaupun kesalahan tersebuh dilakukan dengan sebuah alasan yang prinsip. Seorang ibu maling makanan untuk menghidupi anaknya pun akan tetap salah di mata orang-orang yang tidak menyukainya bahkan tidak memiliki hati nurani. 

Dari banyak kejadian, bahkan dari apa yang kualami, akhirnya aku banyak belajar bahwa yang namanya benar itu nisbi. Tidak semua dilihat hanya dari satu sudut pandang saja. Melihat kebenaran itu tidak melulu menggunakan logika, tetapi harus menggunakan rasa dan nurani agar kita tahu bahwa benar itu relatif.

Ada berbagai sisi untuk melihat sebuah kebenaran. Seorang ibu yang maling untuk makan anaknya itu benar, karena jika tidak maka bisa jadi anaknya mati kelaparan. Namun salah jika sengaja dilakukan tanpa alasan yang mendesak. Tergantung dari sudut mana kita akan menghakimi sang ibu.  

Namun lagi-lagi kita tidak bisa mengontrol pandangan dan ucapan orang lain. Mereka punya kepala dengan isi pemikiran yang jauh berbeda dengan kita. Kita hanya bisa mengontrol sikap dan apa yang kita lakukan agar tidak sampai memancing asumsi negatif dari orang lain. 

Akan tetapi, perset*n dengan asumsi negatif dari orang lain. Namanya juga hidup. Berbuat baik sekalipun selalu saja ada pandangan negatif dari orang-orang yang memang tidak menyukai kita. Satu-satunya cara adalah dengan belajar masa bodo. Berusaha untuk tidak dikendalikan oleh pandangan orang lain. Berusaha melakukan yang terbaik sesuai dengan apa yang kita sanggupi dan kita senangi tanpa memedulikan apa yang dibicarakan orang lain. Itulah yang sesungguhnya akan membuat kewarasan kita tetap terjaga. 

Perkecil lingkungan pergaulan, hidup dalam privasi yang lebih terjaga, hidup tenang tanpa diusik orang lain adalah  hidup yang paling menyenangkan. 

Hidup adalah pilihan. Aku memilih tidak menjadi terkenal untuk menjadi hebat. Karena terkenal hanya membuat banyak bahan omongan. Seumpama selebritis tanah air yang apapun tindakannya dikomentari para netizen dengan sudut pandang yang sangat beragam. Lebih baik mengasing, menghilang, dan hidup damai tanpa harus banyak bersinggungan dengan orang lain.

Ya, memang hidup adalah pilihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun