Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Melatih Hal Baik Pada Anak

5 Januari 2024   20:40 Diperbarui: 5 Januari 2024   21:04 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melatih hal baik pada anak bisa dibilang gampang-gampang susah. Namun selagi memiliki niat dan tekad yang kuat disertai dengan rasa tanggung jawab bahwa sebagai orangtua kita harus bekerja keras untuk memastikan bahwa anak-anak kita berada pada jalur yang benar pasti kita akan terus melakukannya. 

Termasuk hari ini, saya menemukan beberapa kejadian yang berhasil mengetuk hati saya sebagai orangtua. Sebagai ibu yang memiliki anak semata wayang, merasa harus terus berusaha konsisten untuk menerapkan kebiasaan baik demi agar anak saya menjadi pribadi yang hebat dan menyenangkan. 

Semua berawal dari kejadian tadi pagi saat saya menyengaja jalan-jalan untuk mencari bahan sarapan. Kegiatan jalan kaki memang selalu berhasil mengumpulkan bahan pelajaran dengan penemuan-penemuan kejadian sepanjang perjalanan. 

Hari ini saya betul-betul menemukan kejadian-kejadian yang berhasil menggelitik hati dan pikiran serta membuat saya 'geregetan' ingin meluruskan dan memberi tahu, "begini lho harusnya!" 

Mungkin bisa saja hal yang saya temui ini hal sepele bahkan biasa saja. Atau saya yang malah berlebihan. Namun ketika saya pikir dan kembali menimbang, bahwa yang saya temui tersebut memang keluar dari keumuman. Sampai terlintas dalam pikiran untuk melontarkan pertanyaan 'kenapa sih gak diajarkan untuk membiasakan?'

Selama saya jalan-jalan pagi saya menemukan hal-hal berikut ini. 

1. Anak-anak yang tidak suka makan nasi dan makanan rumah. 

Di warung tempat saya belanja, saya bertemu dengan seorang ibu yang mengeluhkan anaknya yang tidak mau makan nasi. Konon kebiasaan ini muncul karena anaknya terlalu lama tinggal di rumah nenek dan kakeknya. Mereka tidak suka makan nasi dan masakan rumahan. Sampai saat ini jika mereka lapar, maka mereka lebih senang dengan junk food dan mie instan. 

Sang ibu mengeluhkan bahwa kedua anaknya sangat merepotkan karena menguras uang dalam jumlah yang besar setiap harinya. Karena minumnya pun tidak mau air yang ada di rumah harus air kemasan botol dengan kandungan gula buatan tentunya. Sementara penghasilan keluarga pun tergolong biasa saja. 

"Kalau saja mereka mau makan makanan rumah, mungkin kami bisa menabung lebih banyak lagi untuk biaya sekolah mereka yang mahal," keluh sang ibu dengan raut muka yang muram. 

Saya berpikir, untuk ukuran orangtua yang merupakan pekerja biasa, itu bukan hanya menguras isi dompet. Melainkan sangat membahayakan kesehatannya. Kebiasaan makannya yang buruk malah akan memicu bom waktu yang memicu risiko kesehatan yang lebih buruk di kemudian hari. 

2. Anak gadis yang malas beres-beres.

Sebelum sampai di rumah, saya melewati sebuah kerumunan ibu-ibu sedang membeli sayuran yang dijajakan penjual sayur keliling di komplek.

Merasa tertarik dengan sayuran yang begitu segar, saya pun bergabung dengan ibu-ibu tersebut memilih berapa sayuran untuk dimasak. 

Seperti biasa, ketika bertemu, ibu-ibu saling curhat tentang banyak hal. 

"Anak perempuan saya ampun... Sudah mau kuliah tapi malas sekali beres-beres. Masa iya saya setiap hari harus membereskan kamarnya. Mending kalau hanya nyapu sama ngepel ya. Ini kemasan makanan, permen, tisu, bahkan remahan wafer entah sejak kapan ada di sana, tidak dibereskan," keluh salah satu ibu. 

"Aduuh, itu mah kebangetan, Bu. Harus sering-sering ditegur. Kasian anak perempuan masa begitu. Kalau kebiasaan di bawa ke rumah orang, malu," ujar seorang orang ibu yang seakan mewakili isi hati saya yang tidak dapat terucapkan. 

Memang pada umumnya, anak-anak harus diajarkan dan dibiasakan menjaga kebersihan dan kerapian sejak dini. Anak perempuan ataupun laki-laki harus dapat menolong dirinya sendiri untuk membuat tempat tinggalnya nyaman.

Menjadi anak orang kaya dengan ART yang senantiasa bisa menjaga kebersihan rumahnya sekalipun, kebiasaan untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal sendiri itu wajib. Karena suatu waktu mungkin mereka akan tinggal sendirian dan harus melakukannya sendiri.

3. Anak yang membangkang pada orangtuanya. 

Sampai di rumah, saya duduk di ruang tengah. Meredakan lelah selepas jalan kaki sambil menonton televisi sebelum dilanjutkan aktivitas masak di dapur. 

Tidak sengaja saya pun menonton tayangan film di salah satu chanel. Film tersebut mempertontonkan kekejaman anak kepada orangtuanya. Sontak pikiran saya pun melayang menjadi ingat kejadian beberapa waktu lalu. 

Sebuah kejadian yang disaksikan oleh mata kepala sendiri. Ketika bertamu ke rumah salah satu sahabat lama. Ia memiliki anak sambung yang memang tinggal dengan mantan istri suaminya. Hanya musim liburan saja sang anak menginap. 

Di tengah obrolan kami yang hangat karena sudah lama sekali tidak bertemu, kami harus dikagetkan dengan percakapan yang seharusnya tidak harus saya dengar. 

Anak tersebut meminta orangtuanya membuatkan makan siang karena sudah sangat lapar. Bagaikan memerintah kepada seorang pesuruh, anak tersebut berteriak lantang memberikan perintah ini itu. 

Awalnya, orangtuanya menolak dan meminta anak itu melakukannya sendiri. Namun akhirnya keinginan anak itu dituruti. Entah memang selalu mengalah sama anak, atau mungkin meminimalisir keributan karena saya sedang bertamu. 

Usut punya usut, sikapnya yang demikian sudah terjadi sejak anaknya duduk di bangku sekolah dasar. Kini anak tersebut sudah hampir lulus SMA.

Menyedihkan. Apa ada yang salah dengan pola asuh anak itu? Sehingga orangtuanya harus merasakan bahwa dirinya telah melahirkan 'majikan' yang sering memerintah semena-mena. 

Tiga penemuan tersebut membuat saya merenung. Menghela napas panjang. Satu sisi saya sangat bersyukur karena memiliki anak yang masih patuh pada aturan dan hal-hal baik yang kami latih sejak kecil cukup melekat padanya. Sisi lain, ada sakit yang ikut terasa karena saya pun sama saja. Seorang ibu yang memiliki anak dengan dibesarkan dengan tenaga dan kerja keras yang tiada henti. Tidak terbayangkan bagaimana rasanya menjadi mereka yang memiliki anak dengan tabiat seperti tadi. 

Terlepas dari apakah tiga hal tadi termasuk kurang baik di mata pembaca atau malah dianggap sudah menjadi hal yang lumrah, bagi saya meniatkan diri untuk terus belajar menjadi orangtua yang baik dan mengajarkan anak untuk lebih melakukan kebiasaan baik adalah hal yang harus diperjuangkan hari ini. Karena seperti halnya orang dewasa, anak-anak pun harus senantiasa diingatkan agar hal-hal baik tertanam dalam dirinya. 

Semoga anak-anak kita termasuk kepada anak yang memiliki karakter baik dan senantiasa mematuhi peraturan. Baik aturan yang ditetapkan di rumah, atau norma dan tata krama yang berlaku di masyarakat. Agar jika dirinya sudah menjadi dewasa nanti, mampu membawa dirinya dengan selamat. 

Semoga bermanfaat. Waalaikumsalam bi shahab. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun