Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terusir Dari Rumah Sendiri

21 Desember 2023   12:42 Diperbarui: 21 Desember 2023   13:20 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kadang aku sendiri kerap mengutuk diri sendiri. Kenapa tidak bisa melakukan apapun yang lebih bisa bermanfaat bagi kehidupan Lilan. Kalau saja boleh, ingin sekali mencaci maki ibu dan adik-adik Lilan yang begitu tega mengusir orang yang justru telah menanggung seluruh beban kehidupan mereka.

Menjengkelkan! gerutuku dalam hati. 

"Aku yang membiayai mereka sekolah dengan hasil jerih payahku, aku yang memberikan uang untuk makan dan gaya hidup mereka, bahkan aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki gaji lebih tinggi setelah aku naik jabatan, Mel!" ucap Lilan dengan kembali menangis terisak. 

"Aku paham, tapi memangnya siapa yang akan bertanggung jawab atas kehidupan mereka setelah kau pergi, Lilan? Kita tinggal melihat mereka kelimpungan dan hancur bukan? Adik-adikmu yang selalu dimanjakan dengan kemudahan selama ini, apakah bisa bekerja sepertimu untuk menghasilkan uang?" aku mengatakan yang sebenarnya. Memang semuanya adalah manusia manja yang hanya ingin menikmati hasil tanpa mau susah payah mengeluarkan tenaga. 

Lilan menyeka air matanya. Lalu menatapku dalam-dalam. 

"Kamu betul, Mel. Aku memang kehilangan rumah peninggalan ayah dan ibuku. Namun ini jauh lebih baik daripada aku harus kehilangan harga diri, menjadi budak mereka. Biarlah aku pergi dengan rasa sakit, daripada harus sakit seumur hidup," Lilan mengucapkannya dengan suara yang penuh dengan penekanan. Ada secercah keyakinan di sana. 

"Teruskan perjuanganmu, bekerja, kuliah, dan buktikan pada mereka, kalau walaupun kau terusir dari rumah sendiri, kau tidak akan pernah kehilangan arah. Karena kau justru yang membuat kehidupan ini bergerak, Lilan. Kau adalah pemilik kendali sesungguhnya!" Aku tidak berhenti menyemangati. 

Hari berganti, senyum Lilan semakin terpancar. Aku dan Emak ikut senang karena "saudara " perempuanku telah kembali pulih dan mulai berjuang lagi. 

Aku dan Emak selalu berdoa, semoga Lilan mendapatkan kembali apa yang selama ini dibangunnya susah payah. Kalaupun tidak, semoga kelak dia memiliki penggantinya yang jauh lebih berharga dari yang sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun