Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terusir Dari Rumah Sendiri

21 Desember 2023   12:42 Diperbarui: 21 Desember 2023   13:20 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali itu aku sudah tidak bisa berkomentar apapun. Aku tidak dapat memberikan bantuan apapun kecuali menyemangatinya agar tidak sampai menyerah. Sesekali aku mengajaknya makan malam di rumahku. Walau rumahku kecil tetapi di sinilah Lilan bisa tertawa lepas. Saat kami masak bersama, mengiris sayuran dan menggoreng ikan. 

"Aku selalu rindu berada di dapur, seperti yang selalu kulakukan dulu bersama ibu,"kata Lilan. "Kalau aku gak punya sahabat baik sepertimu, mungkin aku sudah lupa bahwa aku ini perempuan," sambungnya sambil tertawa. 

Aku senang melihat Lilan tertawa. Namun ternyata hari ini meskipun Lilan sudah tinggal bersama aku dan Emak, Lilan malah semakin murung. 

"Sudahlah, kamu kan bisa tinggal fi rumahku sampai kapanpun. Emakku tidak keberatan. Malah senang di rumah jadi ada tiga orang. 

Kalau Ibu Lilan meninggal, ini abahku yang pergi lebih dulu. Mungkin aku sedikit beruntung. Karena emak tidak menikah lahi seperti yang dilakukan bapaknya Lilan. Meskipun kami hidup seadanya, tetapi masih bisa merasakan ketenangan hidup berdua dengan Emak. 

"Iya, Neng Lilan, Emak senang kalau eneng tinggal di sini. Anggap saja ini rumah sendiri," ujar Emak menimpali. 

"Bukan soal tinggal, Mak. Aku bahkan sangat berterima kasih kepada Emak dan Mely karena terlah berbaik hati mengizinkan aku tinggal di sini. Malahan sebelum aku benar-benar diusir dari rumah," ujar Lilan. 

Tangannya sibuk menyeka ari mata. 

"Tapi kali ini aku benar-benar tidak tahan. Rumah peninggalan ibu dan bapakku sendiri, yang kurawat dengan susah payah. Beberapa kali renovasi dengan menggunakan tabungan demi agar rumah itu tetap berdiri kokoh. Namun apa yang ku dapat? Setelah rumah menjadi lebih nyaman, ibu dan adik-adik tiriku mengusirku dengan semena-mena." 

Bahu Lilan berguncang, tangisnya semakin menjadi. 

"Menangis lah, Lan. Andai air mata itu bisa membuatmu jauh lebih tenang. Aku hanya bisa mendoakan, semua yang terbaik untuk kamu. Sabar ya....!" ucapku lirih. Kubiarkan kepala Lilan bersandar di pundak ku, pundak sahabatnya yang selalu ingin membantu tetapi tidak bisa berbuat lebih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun