Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Biarkan Mereka Merusak Kebahagiaanmu

3 Februari 2020   11:29 Diperbarui: 3 Februari 2020   11:38 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang yang mengaku stres karena merasa mendapatkan perlakuan jahat oleh orang lain. Berkali-kali merasa tersakiti dengan kata-kata atau pun perlakuan fisik. 

Mereka, yang merasa menjadi korban,  cenderung merasa begitu menderita, hingga hari-harinya dipenuhi dengan tangis air mata. Banyak pengakuan bahwa mereka telah dibuly, disiksa dan disakiti. 

Ungkapan perasaan mereka pun bertaburan di media sosial. Semua orang yang membaca dan mengetahuinya memberikan reaksi yang beragam. Ada yang menunjukan rasa iba, menghibur, menyemangati, bahkan tidak jarang yang justru menganggapnya lebay dan berlebihan.

Namun apakah betul, pelaku buly ini sengaja melakukan penghinaan, tindakan kekerasan dan menyengaja menyakiti korban? Saya rasa tentu tidak sepenuhnya benar. Jika korban melawan dan melakukan pemberontakan atau bersikeras menunjukkan bahwa dirinya tidak mau disakiti, maka pelaku pun akan berpikir dua kali untuk mengulangi perbuatannya. 

Oh, ini hanya pendapat saya orang awam lho, ya. Saya bukan ahli psikologi yang bisa mengambil kesimpulan berdasarkan keilmuan yang sesuai. Hanya saja saya beranggapan, bahwa ketika korban diam saja, itu justru akan memicu pelaku untuk mengulanginya. Dia 'keasyikan' dengan aksinya. 

Merasa jagoan dan berhasil membuat sasaran merasa sedih, sakit, tidak aman, dan merasa ada dalam bahaya.

Perlakuan-perlakuan buruk yang didapatkan oleh seseorang tersebut memicu stress tentunya. Pikirannya dibebani hal-hal yang begitu menyita waktu dan perhatian. Hari-hari terasa sesak juga tidak menyenangkan. Setiap bangun pagi merasa ketakutan, tidak bersemangat.   

Tunggu dulu, saya tidak akan memperdalam bahasan tentang buliying. Hanya saja, stres ini banyak juga dialami oleh orang yang nyatanya tidak betul-betul mendapatan perlakuan buruk dari orang lain. Namun pikirannya sendirilah yang membuat semua semakin buruk.

Kita ambil contoh kasus, misalkan saja mereka kaula muda yang sedang ada dalam hunungan perasaan yang rumit. Mereka merasa disakiti terus menerus oleh pasangannya. 

Bisa juga oleh mantan, atau bahkan baru menjadi 'gebetan'. Perasaan disakiti ini sering muncul berkali-kali.misalkan saja hanya karena pasangannya tidak memberikan respon yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketika chat dibalas telat saja, ia sudah memiliki anggapan bahwa pasangannya tidak peduli dan tidak menghargai. Marah, uring-uringan dan menyalahkan.

Ada lagi, contoh kasusnya. Seorang perempuan dibuat stress oleh laki-laki yang jatuh cinta kepadanya. Sedangkan perempuan itu sendiri sebetulnya tidak mau terlibat hubungan perasaan dengan orang tersebut. Selain karena ia tidak mencintainya, laki-laki itu adalah orang sangat dia hormati karena merupakan rekan kerjanya. Berbagai macam cara penolakan sudah dilakukan. 

Namun ternyata sang lelaki tetap saja mengejar dan menghujani perhatian kepadanya sampai sang perempuan merasa risih sendiri. Sementara ia tidak berani bersikap lebih tegas lagi karena ia tahu hal itu akan memberikan pengaruh besar bagi suhu suasan kerjanya. 

Keaadaan tidak lago kondusif jika sang lelaki marah. Akibatnya, ia rela mengorbankan dirinya, untuk tetap membiarkan sang lelaki melancarkan 'usaha pedekate'nya itu. Hari-hari terasa berat. Ia tidak menginginkan hal itu terjadi. Namun tidak ada pilihan lain. Akhirnya perempuan itu stress sendiri.

Hallo, jika dilihat dari contoh kasus di atas betulkah orang-orang jahat kepada kita? Mereka yang jahat, atau kamu yang justru terlalu baik dan bodoh? Mengapa saya mengatakan demikian? 

Karena menurut pengalaman dan pengamatan, orang-orang yang begitu stress dengan keadaan dirinya itu sebentulnya dibentuk oleh pola pikirnya sendiri. Adapun cara mengatasinya, bisa kita cob acara-cara di bawah ini:

1. Pahami bahwa semua orang punya hak yang sama

Kita tidak bisa mengontrol sikap orang lain kepada kita. Terserah mereka mau berbuat apa. Karena mereka pun memiliki hak untuk berbuat apa saja yang mereka inginkan. 

Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah bagaimana caranya agar kita bisa tetap sadar dan 'waras' di tengah-tengah perlakuan orang yang beragam kepada kita. Jangan selalu menyalahkan orang lain.

2. Diri sendiri adalah prioritas

Bukan untuk bersikap egois. Namun tanamkan bahwa siapapun memiliki hak berbuat, tidak terkecuali diri kita sendiri. Kalau mereka bisa 'setega' itu kepada kita, menagapa kita pun tidak melakukannya. Ingat, hati kita lebih berhak diperhatikan daripada terus menerus memerhatikan dan menjaga perasaan orang lain. Siapa lagi yang bisa benar-benar menjaga hati dan perasaan kita kecuali diri kita sendiri.

3. Belajarlah bersikap tegas pada mereka

Jangan biarkan mereka menyakiti kamu berkali-kali. Jika merasa tersakiti, maka lawanlah! Kemukakan keluhan dan ketidak nyamananmu kepada mereka agar mereka mengerti. Kadang-kadang, di dunia ini banyak orang yang tidak paham dengan sebuah sikap, tetapi harus dijelaskan dengan kata-kata yang pas.

Banyak orang yang mengaku dirinya pintar berkomunikasi tetapi ternyata masih tidak paham gestur tubuh, kurang paham isyarat sikap. Orang jenis itu harus dibuatkan kalimat nyata yang tegas.

4. Bersikap tegas pada diri sendiri

Latih diri sendiri untuk tidak sekalipun memberikan peluang kepada orang lain untuk terus menerus menyakitimu. Jika kita tegas, mereka akan bosan dan berhenti dengan sendirinya.

5. Jangan berharap terlalu banyak

Pada umumnya kekecewaan dan rasa sakit bersumber dari harapan yang terlalu besar akan sesuatu. Sementara, kita belum tentu mendapatkan jaminan apa-apa dari mereka, sebagai balasan dari kesabaran, dan kebaikan-kebaiakn kita kepada mereka.

Jaga hati, jaga pikiran. Jangan biarkan stres menguasaimu. Berlatihlah, agar kita selalu bisa menciptakan suasana hati yang penuh dengan kebahagiaan, dengan cara menjaganya dari gangguan orang-orang yang mau merusak kebahagiaan tersebut. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun