Banyak orang yang mengaku stres karena merasa mendapatkan perlakuan jahat oleh orang lain. Berkali-kali merasa tersakiti dengan kata-kata atau pun perlakuan fisik.Â
Mereka, yang merasa menjadi korban, Â cenderung merasa begitu menderita, hingga hari-harinya dipenuhi dengan tangis air mata. Banyak pengakuan bahwa mereka telah dibuly, disiksa dan disakiti.Â
Ungkapan perasaan mereka pun bertaburan di media sosial. Semua orang yang membaca dan mengetahuinya memberikan reaksi yang beragam. Ada yang menunjukan rasa iba, menghibur, menyemangati, bahkan tidak jarang yang justru menganggapnya lebay dan berlebihan.
Namun apakah betul, pelaku buly ini sengaja melakukan penghinaan, tindakan kekerasan dan menyengaja menyakiti korban? Saya rasa tentu tidak sepenuhnya benar. Jika korban melawan dan melakukan pemberontakan atau bersikeras menunjukkan bahwa dirinya tidak mau disakiti, maka pelaku pun akan berpikir dua kali untuk mengulangi perbuatannya.Â
Oh, ini hanya pendapat saya orang awam lho, ya. Saya bukan ahli psikologi yang bisa mengambil kesimpulan berdasarkan keilmuan yang sesuai. Hanya saja saya beranggapan, bahwa ketika korban diam saja, itu justru akan memicu pelaku untuk mengulanginya. Dia 'keasyikan' dengan aksinya.Â
Merasa jagoan dan berhasil membuat sasaran merasa sedih, sakit, tidak aman, dan merasa ada dalam bahaya.
Perlakuan-perlakuan buruk yang didapatkan oleh seseorang tersebut memicu stress tentunya. Pikirannya dibebani hal-hal yang begitu menyita waktu dan perhatian. Hari-hari terasa sesak juga tidak menyenangkan. Setiap bangun pagi merasa ketakutan, tidak bersemangat. Â Â
Tunggu dulu, saya tidak akan memperdalam bahasan tentang buliying. Hanya saja, stres ini banyak juga dialami oleh orang yang nyatanya tidak betul-betul mendapatan perlakuan buruk dari orang lain. Namun pikirannya sendirilah yang membuat semua semakin buruk.
Kita ambil contoh kasus, misalkan saja mereka kaula muda yang sedang ada dalam hunungan perasaan yang rumit. Mereka merasa disakiti terus menerus oleh pasangannya.Â
Bisa juga oleh mantan, atau bahkan baru menjadi 'gebetan'. Perasaan disakiti ini sering muncul berkali-kali.misalkan saja hanya karena pasangannya tidak memberikan respon yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketika chat dibalas telat saja, ia sudah memiliki anggapan bahwa pasangannya tidak peduli dan tidak menghargai. Marah, uring-uringan dan menyalahkan.
Ada lagi, contoh kasusnya. Seorang perempuan dibuat stress oleh laki-laki yang jatuh cinta kepadanya. Sedangkan perempuan itu sendiri sebetulnya tidak mau terlibat hubungan perasaan dengan orang tersebut. Selain karena ia tidak mencintainya, laki-laki itu adalah orang sangat dia hormati karena merupakan rekan kerjanya. Berbagai macam cara penolakan sudah dilakukan.Â