Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dendam

9 April 2019   20:14 Diperbarui: 20 Mei 2019   05:15 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Brak! Suara daun pintu terbanting keras. Mengagetkan Ariyo yang sedang asik menonton TV. Ia terperangah, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya di antara temaram lampu apartemen yang sudah diganti dengan lampu tidur. Alisya berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya berlumuran darah, kaos oblong yang ia kenakan basah dengan keringat. Sorot matanya tajam, giginya gemerutuk seolah ingin menerkam laki-laki yang selama ini menjadi kekasihnya.

Ariyo gelagapan, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan ia mendekat mencoba menenangkan. Membujuk dengan lembut, meminta agar Alisya meletakkan pisau belati yang sejak tadi diarahkan kepadanya. Perempuan itu menolak. Tanpa ragu, Alisya terus menyerang maju, mulutnya tidak berhenti mengatakan kalimat-kalimat kebencian. Beberapa kali Ariyo hampir kewalahan menghadapi perempuan yang sedang dikuasai setan.

Malam itu Jakarta diguyur hujan. Kilatan petir memecah gelap. Guntur menggetarkan dinding lantai 19 apartemen kediaman Aryo. Penghuni apartemen yang lain entah di mana. Rasanya ingin dirinya berteriak membuat kegaduhan, demi agar orang-orang menemukannya sedang dalam bahaya. 

Bisa saja, dia melakukan hal yang sama, mengambil senjata lalu berduel untuk mempertahankan nyawa. Namun kini yang dihadapinya bukanlah seorang musuh. Melainkan seseorang yang selama ini menjadi kekasihnya.

"Alisya, ada apa dengan kamu sebenarnya?" ucap Ariyo lirih. Seolah kalimat itu ditujukan kepada dirinya sendiri yang belum bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Gadisnya tiba-tiba melakukan hal yang diluar kewajaran. Mulutnya meracau, mengancam akan membunuh Ariyo, setelah terlebih dahulu menghabisi nyawa Metha, sebelum gadis itu datang ke apartemen.

Bagai dihantam halilintar. Hati Aryo tersentak. Semakin tidak percaya apa yang telah didengarnya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis yang ada di hadapannya sekejam itu.

"Apa aku tidak salah dengar? Alisya, apa yang telah Kau perbuat kepada Metha?" Ariyo tidak bisa menyembunyikan suaranya yang bergetar.

"Iya! Iya! Iya, aku telah melenyapakan nyawanya! Kenapa? Kau masih mencintainya? Biar aku buat Kau menyusulnya malam ini juga!" Bentak Alisya.

Kilapan cahaya petir menyapu wajahnya yang tidak lagi cantik. Wajah yang penuh kemarahan dan api kebenacian. Alisya telah terlalu lama menyimpan dendam. Ariyo laki-laki yang sangat dicintainya ternyata diam-diam masih berhubungan denga Metha. Bahkan mantan istrinya itu masih menerima sejumlah uang, mendapatkan hak penuh rumah mewah, dan satu unit mobil milik Ariyo. Ia merasa bahwa Ariyo telah bersikap sangat tidak adil kepadanya.

Betul, hubungan mereka memang belum sah sebagai suami istri. Akan tetapi apa yang telah Ariyo lakukan di belakanngnya sangat menyakitkan. Alisya sadar, ia hanya makan janji palsu. Janji hidup yang bahagia setelah lima tahun lamanya menjadi kekasih gelap. Kebagahiaan yang ia rasakan ketika mendapat kabar perceraian Ariyo dengan istrinya sirna sudah, setelah mengetahui bahwa Ariyo masih berhubungan baik dengan mantan istrinya itu. 

Hatinya remuk. Merasa menjadi perempuan paling bodoh di dunia. Mengharapkan sesuatu yang ternyata tidak benar-benar berpihak kepdanya. Baginya, Ariyo adalah pembohong besar. Pengorbannya yang ia lakukan selama ini sia-sia sudah.  

Air mata Ariyo mengalir. Memikirkan kematian Metha adalah hal yang tidak ingin ia lakukan. Hatinya remuk redam. Kelelakiannya hilang. Tubuhnya terasa lunglai. Tanpa disadari pikirannya melayang mengingat Metha. Perempuan yang menemani hidupnya bertahun-tahun. Seketika ia begitu menyesal, karena telah meninggalkannya demi untuk mendekati Alisya. Perempuan cantik yang berhasil membuatnya merasa kembali menemukan hidup. 

Namun untuk ketulusan Metha, memang ia merasa berhutang banyak. Untuk itu, ia berani memberukan apapun untuk menebus rasa bersalah karena telah menghianati ketulusannya. Rumah, mobil dan sejumlah uangnya ia berikan.  

Ariyo berhasil menghindar ketika Alisya mencoba menghunuskan belati ke tubuhnya. Kemudian ia berlari ke arah pintu.

"Alisya, letakkan pisaumu, atau aku berteriak agar mereka tahu kalau Kau di sini akan membunuhku!" ucap Ariyo perlahan. Kalimat itu ternyata tidak berhasli menenangkan Alisya.

"Aku tidak akan takut!" mata Alisya masih menyala.

"Kalau begitu, apa yang Kau inginkan dariku?"

"Aku ingin kau tidak lagi mengenang Metha. Karena dia sudah tiada!" Alisya menjerit. Dijatuhkannya pisau ke lantai. Menghasilkan bunyi berdentang yang cukup keras. Tubuhnya lemas, tangisnya menjadi. Alisya berlutut di samping sova.

Bahunya berguncang, menahan tangisan. Tangannya menutupi muka. Mulutnya tidak berhenti menggumamkan sesuatu.

"Maafkan aku Ariyo... Aku adalah pembunuh." Kalimat itu diucapkannya berkali-kali.

Ariyo bingung apa yang harus ia lakukan. Gadis yang selama ini disanjungnya telah berubah, akibat dendam yang menyelimuti hatinya. Memang setahun belakangan ini Alisya selalu menuntut keadilan. Lima tahun menjalani hubungan tanpa ikatan Alisya merasa bahwa dirinya berat sebelah. Tidak ada jaminan apa-apa atas semua yang telah Alisya berikan kepadanya. Walau nyatanya begitu banyak waktu yang ia curi dari Metha hanya untuk bersama gadis itu.

Namun dendam telah melenyapkan semuanya. Karena kesalahananya yang tidak pernah memenuhi permintaan Alisya untuk menikahi dan menjadikannya sebagai cinta kedua yang sah memberatkan dirinya mengambil keputusan. Akhirnya selama lima tahun lamanya mereka menjalani cinta terlarang.

Tak disangka, dendan di hati Alisya telah mengubah segalanya. Hati Ariyo terasa luluh lantak, hancur dibuatnya. Ingin rasanya ia memaki. Meminta Alisya mengembalikan Metha.

Metha! 

**

Ariyo berlari meninggalkan Alisya di apartemennya. Hujan menyisakan gerimis tipis. Mobilnya melaju kencang memecah malam, menuju kediaman Metha, rumah tinggal mereka selama bertahun-tahun.

**

Di pusara Metha yang masih basah. Air mata Ariyo tidak lagi bisa dibendung. Laki-laki itu tidak tahan melihat kenyataan, bahwa dirinyalah yang telah menjadi penyebab kematian Metha. Kekeliruan yang telah ia lakukan, telah menimbulkan dendam yang menyala-nyala di dalam diri Alisya. Ia kini harus kehilangan Metha, pun Alisya. Ia tidak bisa membukakan pintu maaf atas apa yang telah dilakukan Alisya.

Langit kembali memuntahan hujan. Area pemakaman semakin gelap. Ariyo tersungkur di tanah basah kuburan Metha. Sebilah pisau belati menancap dalam di punggungnya. Darah mengalir deras. Hanyut oleh aliran hujan di tanah pekuburan. Di mata Ariyo, bumi semakin gelap, gelap, dan gelap selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun