Mohon tunggu...
Diantha AneilaRuna
Diantha AneilaRuna Mohon Tunggu... Lainnya - Sisiw pelajar

Membacalah dengan tenang yang dilengkapi dengan logika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepercayaan pada Masa Pra-Aksara hingga Sekarang Berdasarkan Pandangan Kristen

15 November 2022   18:20 Diperbarui: 15 November 2022   18:29 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

perbedaan keyakinan tersebut, sesuai dengan UUD dan Pancasila sebagai landasan pemersatu bangsa (Heru Widoyo, 2021). 

Namun, sayangnya hak asasi manusia dalam memilih kepercayaannya sesuai dengan UUD dan Pancasila masih banyak yang belum menerapkan hal tersebut. Masih banyak masyarakat antar sesama yang saling berbeda pandangan, perbedaan pandangan tersebut tidak memiliki sifat toleransi antar sesama yang menyebabkan terjadinya suatu konflik yang melanggar kebebasan beragama.

Seperti pada contoh kasus di Aceh, yang dimana warga masyarakat Aceh meruncing persoalan rumah ibadah orang Kristen. Pada tahun 2006, warga masyarakat Aceh menentang adanya gereja-gereja disana ( GKPPD Biskang di Nagapuluh, Gereja Katolik di Nagapuluh, Gereja Katolik di Lai Mbalno, GKPPD Siatas, GKPPD Tubuh-tubuh, GKPPD Kuta Tinggi, GKPPD Tuhtuben, HKI Unung Meriah, GMII Mandumpang, Gereja Katolik Mandumpang).

Pada saat itu gereja GKPPD yang di desa kabupaten Aceh Singkil, pernah dibakar oleh massa yang tergabung pada FPI( Front Pembela Islam). Kaum FPI keberatan dan memprotes karena di desa tersebut banyaknya bangunan gereja, dan mayoritas penduduk Aceh adalah beragama Muslim, mereka juga beranggapan bahwa memperbanyak pembangunan gereja telah melanggar keputusan pemerintahan Qanun Aceh Singkil No.2/2007 tahun 1979.

Kaum FPI pada akhirnya membuat surat perjanjian bahwa gereja di desa tersebut hanya boleh dibangun 1 saja. Tulisan surat tersebut bertujuan untuk mengurai konflik beragama terkait pendirian banyaknya gereja di Aceh Singkil. 

Dan konflik antara umat Islam dan Kristen di Kecamatan Suro, Kabupaten Aceh SIngkil.  Pada Selasa 20 September 2011, beberapa kabupaten di Sikil mendatangi pemerintah, dikarenakan gereja pada tahun itu semakin banyak berdiri dengan status ilegal dan tidak memiliki IMB(Izin Mendirikan Bangunan), mereka meminta agar secepatnya ditertibkan agar kejadian konflik tahun 1979 tidak terulang lagi. 

Pada tahun 1979, sebuah perjanjian yang ditandatangani secara bersama-sama oleh 8 ulama perwakilan umat Islam dan 8 pengurus gereja. Perwakilan tersebut membuat ikrar mengenai pembangunan pelaksanaan gereja harus memiliki surat izin 

dari pemerintah. Dan banyak nya pembangunan gereja di kabupaten tersebut, tanpa adanya surat izin. Perjanjian ikrar ini bertujuan untuk mengurai konflik antara kedua agama tersebut, ikrar konflik ini disebabkan akibat penduduk kabupaten Aceh tersebut tidak ingin banyaknya bangunan gereja, hal ini karena mayoritas penduduknya Muslim. Dengan hal ini banyak jemaat gereja yang untuk beribadah saja mereka terkadang tidak memiliki ketenangan hati, penyebabnya mereka takut bahwa saat mereka sedang melaksanakan ibadah, ada sebuah pembakaran ataupun pengeboman (Mawardi,S. Th.I,M.A, 2016).

Pada kasus ini termasuk dalam pelanggaran Pasal 406 KUHP, yang membahas tentang merusak,menghancurkan, melawan dan menghancurkan sebuah barang akan diancam dipenjara 2 tahun. Dan pada kasus tersebut, banyak kaum FPI membakar dan menghancurkan sebuah gereja, dan ada yang membakar disaat sedang beribadah berlangsung. 

Tetapi, bisa dilihat lagi bahwa adanya pelanggaran antara pihak Kristen, yang melanggar ikrar perjanjian mengenai adanya surat izin pembangunan gereja. Walaupun FPI melakukan yang seharusnya tidak dilakukan, akibatnya ini melanggar kebebasan beragama, yaitu membakar gereja. Walaupun juga bahwa umat Muslim mayoritas daripada umat Nasrani, dan konflik dari kasus ini selain umat Nasrani melanggar ikrar perjanjian, tetapi masalah utama nya juga akibat banyaknya pembangunan gereja di kabupaten tersebut.

Padahal dengan minoritas nya Nasrani di kabupaten Aceh tersebut, seharusnya pemerintah di daerah setempat jangan membongkar asal juga gereja-gereja tersebut, dan pada konflik pembakaran gereja, seharusnya juga FPI jangan asal membakar, walaupun umat Nasrani tersebut ada salahnya akibat tidak ada IMB dan melanggar perjanjian. Hal ini juga berdampak pada Sila-5 "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.'', 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun