Pasca kampanye akbar beberapa waktu lalu pasangan Calon Dulmusrid dan Al Hidayat dengan akromim DuHa atau BeDa berhasil menuai perhatian masyarakat Aceh Singkil. Menandakan genderang pertarungan kian keras ditabuh DuHa untuk menduduki posisi orang nomor satu di Aceh Singkil.
Seluruh mesin pemenangan partai, tim sukses, dan simpatisan terus bergerak memastikan lumbung suara terisi dengan target sesuai capaian minimal 51% suara untuk menancapkan tonggak kemenangan. Sebab, duel kali ini sangat sengit hanya ada dua kandidat.
Tentu, bagi sosok Dulmusrid pertarungan politik semacam ini sudah familiar dirasakan dengan berbagai dinamika yang terjadi. Terakhir, pertarungan Pilkada 2017 berhasil menahkodai Aceh Singkil selama lima tahun Dulmusrid bersama Sazali dengan prolehan suara kemenangan sekitar 43,05% atau 26.053 suara.
Kali ini Dulmusrid mencoba peruntungan kembali dengan menggandeng sosok mantan anggota DPRK dua periode Al Hidayat dalam kontestasi pilkada 2024. Secara tidak langsung akan mengubah konstelasi politik Aceh Singkil. Di satu sisi representasi anak muda menjadi pertaruhan di sisi lain pernah sama-sama menduduki "singgasana" tertinggi Aceh Singkil.
Kalau kita cermati kontestasi kali ini merupakan pertarungan paling bergengsi bagi Dulmusrid (dan Safriadi) mengingat selain usia yang mengharuskan mereka pensiun dari panggung politik, juga semakin banyak tokoh muda eksis di panggung politik.
Fenomena ini cukup masuk akal mengingat hampir 62% jumlah pemilih Aceh Singkil didominasi generasi milenial (33.241 pemilih) dan Z (25.892 pemilih) yang notabene adalah generasi muda (sumber: KIP Aceh Singkil). Mereka (Dulmusrid dan Safriadi) kian sulit untuk menarik simpati dikalangan generasi muda karena ketidakmampuan mengimbangi berbagai tren dikalangan muda, tentu gap usia tidak bisa dibohongi.
Sekalipun, tim berusaha memoles para kandidat untuk menjadi "bestie" (istilah teman dekat) anak muda, tetap tidak mampu mencair dan terkesan kaku. Akhirnya, ketidakmampuan eksis dikalangan generasi muda menjadikan pilkada 2024 sebagai "pertarungan terakhir dan harga mati". Atau Pilkada kedepan akan lebih ekstrim bagi dua sosok politisi Aceh Singkil yang pernah satu perahu.
Polemik Soal Pembangunan
Mungkin bait lagu "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya" dari Indonesia Raya bisa menjadi rujukan bagi kita memahami bagaimana pembangunan yang tidak hanya berbicara infrakstruktur fisik. Sustainable Development Goals (SDGs) misalnya, dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya berbicara tentang pembangunan infrastruktur, tetapi juga ada perdamaian, keadilan, gender, kesehatan, tanpa kemiskinan, dan sebagainya (baca: SDGs). Bahkan didominasi yang sifatnya meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia.
Bahkan Presiden Prabowo juga menyinggung soal pemasalahan infrastruktur dalam pidatonya saat Sidang Kabinet 23 Oktober 2024 dengan mengatakan "jangan ada proyek mercusuar". Prabowo menginginkan program yang langsung menyentuh masyarakat serta perlunya swaswembada pangan, mengingat kondisi global yang tidak menentu.
Pastinya kebijakan pusat yang disampaikan Presiden akan selaras sampai ke level daerah atau bahkan desa. Ini menjadi catatan penting bagi Masyarakat Aceh Singkil agar tidak mudah menerima janji manis berkedok "pembangunan insfrastruktur".
Menyoal pembangunan memang sangat menarik, namun yang perlu digaris bawahi bahwa pembangunan bukan semata-mata bicara proyek (mercusuar) jalan, selokan, tanggul, atau bangunan besar lainnya. Tapi ada masalah kemanusiaan di sana yang harus diperhatikan secara serius sebagai bentuk Hak Asasi Manusia.
Menurut penelitian Kusuma (2022) bicara pembangunan juga mencakup perubahan sikap masyarakat terhadap kehidupan, pengurangan ketimpangan pendapatan nasional, perubahan tingkat ekonomi, peningkatan kesehatan dan pendidikan, serta pengentasan kemiskinan. Maka memperhatikan dan mempriotaskan Sumber Daya Manusia tak kalah penting.
Di sisi ini pemerintahan Dulmusrid dan Sazali kerap menerima bola panas dari para lawan politiknya yang menilai "tidak ada pembangunan" di lima tahun kepemimpinannya. Tentu sebagai pihak "lawan" argumen tersebut sah-sah saja untuk menarik simpati masyarakat.
Namun, tidak serta merta kondisi tersebut kita "amini" sepenuhnya. Baik dari narasi "tidak ada membangun" sampai dengan faktor kemanusiaan yang menjadi tantangan besar.
Berjibaku Melawan Pandemi
Belum genap tiga tahun memimpin Aceh Singkil harus dihadapkan wabah virus Covid-19 menjadi masalah serius di level nasional sampai dengan daerah. Disatu sisi Dulmusrid harus berjibaku menahan laju dan memutus rantai penyebaran virus Covid-19 di sisi lain harus terus menunaikan janji kampanye politiknya. Tentu, setiap kebijakan akan ada konsekuensi yang dihadapinya.
Mengikuti kebijakan pusat merupakan hal yang harus dilakukan untuk mengutamakan keselamatan orang banyak akibat dampak pandemi. Dulmusrid harus siap dengan Inpres (Instruksi Presiden Republik Indonesia) No 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diterbit tanggal 20 Maret 2020.
Kesehatan Masyarakat yang Utama
- Jokowi, 2021
(pernyataan Jokowi soal satu tahun pandemi)
Akhirnya Dulmusrid harus menerima pil pahit, berbagai program strategis yang direncanakan harus tertunda untuk dialihkan kepada percepatan penanganan Covid-19. Seperti dikutip dari website Kemenkeu, pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai pembangunan fisik tertunda karena tingkat penularan virus yang sangat tinggi (sumber: kpbu.kemenkeu.go.id).
Selama pandemi pemerintahan fokus pada percepatan penanganan virus, tetap menjaga stabilitas ekonomi serta ketahanan pangan. Pun demikian, Dulsaza tetap optimis untuk bisa survive di masa pandemi dengan target tujuh program prioritasnya di tahun 2021.
Diantaranya seperti; (1) peningkatan infrastruktur yang terintegrasi, (2) peningkatan ekonomi lokal, (3) pengembangan pariwisata perikanan, perikanan dan pertanian, (4) memacu pertumbuhan agroindustri dan industry kreatif, (5) peningkatan SDM yang berkualitas, (6) penanggulangan bencana, (7) pelestarian lingkungan (sumber: diskominfoacehsingkilkab.go.id).
Dan benar saja, selama pemerintahan Dulmusrid-Sazali salah satunya menunjukan tren menurunnya angka kemiskinan Aceh Singkil berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) yang sebelumnya diangka 22,11% (2017) diakhir jabatan 19,18 (2022). Memang menyoal kemiskinan sangat debatable, namun tetap ini menunjukan angin segar tentang jeratan kemiskinan.
Rewang dan Strategi Pengentasan Kemiskinan
Kata "rewang" sangat identik dengan Dulmusrid yang gemar membantu masyarakat ketika ada hajatan dan ini karakter yang otentik. Rewang sendiri bermakna gotong royong untuk mensukseskan hajatan dirumah tetangga, saudara, dan kerabat dalam tradisi jawa.
Bagi Dulmusrid di satu sisi strategi ini membangun silaturahmi di sisi lain merupakan gaya berpolitiknya yang mampu menyentuh akar rumput. Sehingga kalau kita lihat dari beberapa visi misi dan program kerjanya sangat khas dengan kebutuhan masyarakat. Contohnya, uang saku bagi pendamping pasien rujuk, baju sekolah gratis, pemende sapo, uang santunan bagi keluarga miskin yang meninggal, dan sebagainya.
                                        Â
Lawatanya dari setiap rumah warga mampu menyerap berbagai aspirasi yang kerap tidak sampai di level pimpinan kabupaten. Rewang mampu memangkas proses penyerapan aspirasi yang bertingkat dari level desa, kecamatan, baru sampai di kabupaten yang rentan bercampur kepentingan sehingga aspirasi akar rumput tidak tercapai.
Menariknya, kata rewang disebut dalam debat resmi calon bupati dan wakil bupati dan viral di sosial media "rewang mampu mengurangi kemikinan". Kalau kita uraikan upaya pengentasan kemiskinan cukup bervariasi sesuai denga target masing-masing baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Namun, jika kita merujuk pada Permenko PMK No 32 Tahun 2022 bahwa beberapa strateginya adalah pemberian bantuan sosial, pendidikan gratis, pembangunan sanitasi, rumah layak, dan sebagainya. Strategi ini merupakan jangka pendek dalam pengentasan kemiskinan.
Nah, lantas dimana strategi rewang mampu mengentaskan kemiskinan?, ya,, tentu melalui rewang Dulmusrid bisa mendengar langsung berbagai keluhan masalah masyarakat seperti pemberian bantuan sosial yang tidak tepat sasaran, pemberdayaan masyarakat yang tidak sesuai kebutuhan lapangan, rumah yang perlu direhab, dan sebagainya.
Akhirnya, melalui rewang Dulmusrid mampu melahirkan kebijakan tepat sasaran yang secara tidak langsung mendorong pengentasan kemiskinan. Strategi ini terbukti dengan tren menurunnya angka kemiskinan di Aceh Singkil secara perlahan walaupun sempat dilanda pandemi covid-19.
Tugas Berat Dulmusrid
Sebenarnya, tugas berat Dulmusrid sudah dicicil dengan menggandeng Al Hidayat sebagai representasi generasi muda. Mengingat peta kedepan Aceh Singkil akan dikuasi oleh generasi muda. Perlu peran strategis anak muda untuk menduduki kursi pengambil kebijakan. Karena hanya anak muda itu sendiri yang bisa menyelesaikan masalah di generasinya. Pun demikian, dengan klaim tidak mampu menjemput bola yang akhirnya di jawab dengan beberapa partai besar mampu digenggam.
Selain itu, tantangan untuk melawan narasi "tidak ada membangun" juga harus mampu dijawab Dulmusrid dengan berbagai capaian yang harus dipublikasi dengan baik kedepannya jika terpilih. Tidak lupa, Dulmusrid harus mampu membangun generasi yang unggul ditengah isu proyek migas yang terus berjalan. Agar putra-putri daerah tidak menjadi penonton di negeri sendiri.
Ada banyak yang harus diselesaikan kedepan seperti isu stunting, pendidikan, pencegahan perundungan dan pelecehan terhadap anak, kesetaraan gender, dan sebagainya yang kemungkinan di tulisan selanjutnya akan dibahas. Pastinya kedepan Dulmusrid membutuhkan anak muda yang memiliki integritas untuk memperbaiki Aceh Singkil, dan langkah baik itu di mulai dari memilih Al-Hidayat.
Kuneh Peh,
Kadeh Peh,
Singkel Mang Situhuna..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H