Oke, kembali ke soal pelanggaran. Puncak pelanggaranku itu terjadi ketika saya menjadi seorang sekretaris OSPI kelas 3 SMA , masih kuingat hari itu kami para petinggi-petinggi OSPI *ceileh* yang terdiri dari ketua OSPI, sekretaris, dan mayoritas ketua-ketua Devisi menggunakan jilbab tambal-tambal dalam sehari. Ssst, jangan shock dulu para reader, kami menggunakan jibab itu karena kami kabur atas dasar rasa pertemanan yang tinggi. Maksud? Begini, salah satu teman kami yang dulunya mondok juga di pesantren ini tertimpa musibah di luar sana, jadi kami kabur untuk itu. Tapi sebelumnya kami sudah minta izin kok, hanya saja kami tak memenuhi syarat yang diberikan oleh Pembina pondok kami. Alhasil kamipun dihukum memakai jilbab pelanggaran sekelas. Rasanya sangat malu pada hari itu, bagaimana tidak, kami para senior dan juga merupakan petinggi-petinggi OSPI yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada junior-junior kami, justru kami pulalah yang melanggar aturan itu L. Tapi tak apa, rasanya tetap puas, karena kami akhirnya bisa menemui teman kami yang terkena musibah di luar sana.
Itulah kisah suka duka saya menjadi seorang santri di Pondok, rasa rindu yang teramat dalam kurasakan di saat aku menulis kisah ini, begitu banyak pengalaman, pelajaran yang amat berharga yang kudapatkan selama saya menjadi seorang santri yang tak akan pernah kulupakan. I love u so much Al-ikhlash Boarding School.
Akhir kata melalui tulisan ini ingin kusampaikan pada dunia bahwa aku bangga telah pernah mengenyam pendidikan di pesantren J.
Tulisan ini kudedikasikan untuk pondokku tercinta Al-ikhlash Boarding school.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI