Mohon tunggu...
Dian Puspita Sari
Dian Puspita Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Purwokerto

Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Diversi sebagai Salah Satu Upaya Perlindungan Hukum bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum

26 Desember 2022   09:16 Diperbarui: 26 Desember 2022   09:24 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DIVERSI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM

 

Anak adalah aset negara sebagai penerus Bangsa,  Setiap anak memiliki empat hak dasar, antara lain hak untuk hidup, hak untuk berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan dan hak untuk berpartisipasi. Negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh  dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak sebagai kepentingan yang terbaik bagi keberlangsungan hidup manusia. Dengan perkembangan teknologi dan informasi dan era globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan maka akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak dan perilaku anak. Paradigma penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum telah berubah dengan diundangkannya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam Undang-Undang SPPA tersebut  mengatur perubahan yang fundamental antara lain digunakannya pendekaan keadilan restoratif melalui sistem diversi.

Keadilan Restoratif dan Diversi itu apa?

Keadailan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menkankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 ayat 7 UU SPPA). Tujuan Diversi adalah: mencapai perdamaian antara korban dan Anak; menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak (Pasal 1 ayat 7 UU SPPA).

Dalam Undang-Undang SPPA diatur mengenai kewajiban para penegak hukum dalam mengupayakan diversi pada seluruh tahapan proses hukum untuk Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang melakukan tindak pidana  dengan ancaman hukuman dibawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA).

Bagaimana pelaksanaan Diversi bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum

Pelaksanaan Diversi dilaksanakan disetiap tahapan, hal ini sesuai dengan SPPA Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi  Ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun ; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. (Pasal 8 UU SPPA).

Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:

kategori tindak pidana; umur Anak; hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:   tindak pidana yang berupa pelanggaran;  tindak pidana ringan; tindak pidana tanpa korban; atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. (Pasal 9 UU SPPA). Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana dimaksud dapat  dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. Kesepakatan Diversi tersebut  dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk: pengembalian kerugian dalam hal ada korban; rehabilitasi medis dan psikososial; penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

Dengan disahkannya UU RI No.11 Tahun 2012 Tentang Undang-undang Sistem Peradilan Pidana maka penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum memperoleh perlindungan dan dalam penyelesaian Tndak Pidana yang dilakukan dapat diselesaikan dengan Diversi yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.

Dari hal tersebut maka stigmatisasi terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum dapat dihindari dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat  secara wajar.

DAFTAR PUSTAKA

  • UU RI No.11 Tahun 2012 Tentang Undang-undang Sistem Peradilan Pidana
  • UU RI No. 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang  Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun