Dalam perjalanan politik luar negeri Indonesia juga menyimpang dari politik bebas aktif yang dimuat melalui undang-undang, pada saat itu politik luar negeri diarahkan kepada negara-negara Blok Timur yang berhaluan Komunisme-Marxsisme. Sebagai contoh adanyaporos Jakarta-Peking dan Ganefo. Mengenai Poros Jakrta-Peking merupakan program kerjasama yang dibentuk oleh Presiden Soekarno antara Indonesia dan Cina. Pada dasarnya hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal diantaranya, Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia yang kemudian mengakibatkan Indonesia membutuhkan bantuan militer maupun logistik pada saat itu. Hal ini juga dapat dipahami karena pada saat itu Malaysia dibantu oleh Inggris. Dimana Cina memberikan dukungannya terhadap Indonesia.
Faktor kedua yang melatarbelakangi Poros Jakarta-Peking ialah posisi negara Indonesia yang baru merdeka membutuhkan banyak modal asing dalam memenuhi pembangunan didalam negeri. Namun, karena besarnya bunga apabila meminjam uang kepada Amerika Serikat, lantas Indonesia berfikir untuk mendekati Uni Soviet dan Cina yang berani memberikan bantuannya dengan bunga yang relatif kecil kepada Indonesia. Selain faktor itu ialah ketidakadilan PBB terhadap negara-negara yang baru merdeka. Hal ini dapat dipahami bahwa indonesia yang pada saat itu masih tergolong negara muda, sehingga Indonesia butuh bekerja sama dengan angggota keamanan PBB lainnya agar suara Indonesia dapat didengar. Hal inilah yang melatarbelakangi terbentuknya poros Jakarta-Peking pada awal 1990-an.Â
Hubungan saling mendukung ini dapat dilihat pada tahun 1963 ketika Indonesia menyelenggarakan GANEFO sebagai tandingan terhadap pesta olahraga Olimpiade, Cina kemudian mendukung Indonesia bahkan ketika tahun 1965 pada saat Indonesia mendirikan CONEFO pada tahun 1965 sebagai tandingan terhadap PBB, Cina juga mendukung upaya Indonesia tersebut.
Pada saat demokrasi terpimpin juga, Indonesia sering bekerjasama dengan negaranegara berhaluan Komunis seperti Korea Utara. Hal ini ditandai dengan kunjungan kenegaraan Presiden Korea Utara ke Indonesia. Pada tahun 1965, Presiden Soekarno pernah memberikan tanda persahabatan berupa hasil persilangan anggrek yang dinamakan Kimlisung Ja kepada Presiden Korea Utara, Kim Il Sung. Kemudian bunga tersebut dijadikan sebagai bunga nasional Korea Utara. Dalam tahun yang sama, Universitas Indonesia memberikan gelar Honoris Causa kepada Kim Il Sung dalam bidang politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H