2. Berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Akan segera dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang secepatnya.
Dekrit Presiden tersebut mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia yang hampir selama 10 tahun mengalami keguncangan zaman liberal dan mendambakan stabilitas politik. Tidak hanya itu KSAD mengeluarkan perintah harian yang ditujukan kepada seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut.Â
Namun, dalam perjalanannya pelaksanaan demokrasi terpimpin mengalami berbagai praktik penyimpangan yang dilakukan Presiden Soekarno sebagai bapak bagi pelaksanaan demokrasi pada saat itu. Diantara penyimpangan tersebut diantaranya, dibubarkannya DPR hasil pemilihan umum 1955 pada tanggal 5 Maret 1960, memaksakan konsep MANIPOL USDEK sebagai GBHN, menggelar kebijakan Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengarahkan politik luar negeri Indonesia yang mengarah ke Blok Timur.Â
Penyimpangan dalam membubarkan DPR hasil pemilihan umum pada tahun 1955 melalui ketetapan Presiden nomor 3 tahun 1960, hal itu disebabkan perselisihan diantara presiden dan DPR dalam Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun 1961. Sebagai penggantinya Presiden Soekarno membentuk DPR-GR melalui penetapan Presiden Nomor 4 tahun 1960 yang dikeluarkan pada tanggal 24 Juni 1960.
Dalam permasalahan ini, Muhammad Hatta memberikan kritikan kepada pemerintah Indonesia mengenai pelaksanaan Demokrasi Terpimpin,Â
"Tidak lama sesudah itu Presiden Soekarno melangkah sekali lagi, setelah timbul perselisihan antara Dewan Perwakilan Rakyat tentang jumlah anggaran belanja. Dengan suatu penetapan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dibubarkan dan disusunnya Dewan Perwakilan Rakyat baru menurut konsepsinya sendiri. Dewan Perwakilan Rakyat itu anggotanya 261 orang, separoh terdiri dari anggota-anggota partai dan separoh lagi dari apa yang disebut sebagai golongan fungsionil yaitu, buruh, tani, pemuda, wanita, alim ulama, cendikiawan, tentara, dan polisi. Semua anggota ditunjuk oleh Presiden".
Selain itu penyimpangan juga terjadi dalam menetapkan garis besar haluan negara (GBHN), dimana Presiden Soekarno pada Hari Ulang Tahun kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1959, menyampaikan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Pidato ini kemudian diberi nama Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Pada tanggal 23-25 September 1959, DPAS mengusulkan agar Manipol tersebut dijadikan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta dikukuhkan dengan Penpres Nomor 1 tahun 1960. Kenyataannyadalam konstitusi dinyatakan bahwa yang berwenang menetapkan Garis Besar Haluan Negara adalah Majlis Permusyawaratan Rakyat sebagaiman tertuang dalamPasal 3 UUD 1945 "Majlis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara".
Hal ini membuktikan bahwa pelaksanaan demokrasi terpimpin telah mengalami penyimpangan yang dilakukan Presiden terhadap dasar konstitusi UUD 1945 yang harusnya menjadi pijakan atau patokan dalam membuat segala keputusan didalam Negara Indonesia.Â
Selain itu penyimpangan juga terlihat dengan dicetuskannya konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) oleh Soekarno. Menurut Soekarno pemikiran ini mewakilitiga pilar utama yang menjadi kekuatan politik di Indonesia, sejak era pergerakan nasional Indonesia hingga pasca-kemerdekaan. Nasakom juga menjadi ciri khas dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin yang berlangsung tahun 1959 hingga 1965.Â
Namun gagasan ini telah lama dicetuskan oleh Soekarno jauh sebelum itu. Dalam perspektif  Pancasila yang merupakan sebuah ideologi bangsa konsep Nasakom sangatlah bertentangan, terutama sila ke-1 yang mana komunis menyatakan bahwa agama sebagai candu didalam masyarakat.Â