Beberapa jenis serat seperti rami, kapas dan poliester dibandingkan terhadap dampaknya pada mikrobioma kulit.
Selama proses produksi serat, secara intensif kapas mentah, kutikula dan kotoran dihilangkan. Sehingga menurut Gutarowska dan Michalski hal ini menyebabkan rentan kolonisasi mikroba. Sebagai akibatnya selulosa mengalami penurunan derajat polimerisasi dan rusaknya bentukan serat. Mikroba berdiam di dalam serat kain dan sangat memungkinkan pula mengolonisasi lapisan permukaan kulit manusia.
Interaksi pakaian dengan permukaan kulit bersifat mekanis, melalui gesekan dan tekanan. Menurut Hipler dan Elsner, gesekan kain dengan kulit memicu penyakit kulit keratosis follicularis dan dapat memperburuk kondisi seperti dermatitis atopic (eksim). Sedangkan tekanan memicu kerusakan superfisial dan peregangan jaringan.
Faktor lainnya terkait pewarnaan kain untuk sebagian orang yang peka terhadap bahan tertentu dapat mengiritasi kulit yang berakitbat pada dermatitis alergi.
Selain itu fisik kain juga mempengaruhi kelembaban, permeabilitas udara dan serapan panas jenis kain tertentu berhubungan dengan serat penyusunnya. Hal ini dinilai juga mempengaruhi iklim mikro di kulit, sehingga juga mempengaruhi keragaman dan keseimbangan struktur mikroba di kulit.
Penyerapan suatu zat di kulit dapat meningkatkan pH kulit sehingga mengganggu fungsi normal dan keberadaan bakteri normal kulit. Akibatnya mikroba patogen kulit akan mudah menyerang imunitas fisik ini.
Serat alam dapat memberikan nutrisi dan sumber energi bagi mikroba untuk bertahan hidup dalam bentuk karbohidrat dan protein.
Pemilihan kain sesuai dengan cuaca sangat dianjurkan. Menggantinya rutin setelah kontak dengan lingkungan dan aktivitas fisik juga sangat dianjurkan.
Terima kasih sudah membaca. Salam.
Referensi
Waturangi, D.E. 2022. Mikroorganisme dan Aplikasinya dalama Berbagai Industri. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama