Tentu saja bisa. Kulit menjadi habitat alami bagi berbagai mikroorganisme, mikrobioma istilahnya. Keberadaan komunitas ini menjadikan kulit secara alami dapat mempertahankan diri dari serangan fisik berasal dari lingkungan yang masuk dan melakukan kontak dengan kulit.
Sayangnya kulit tidak sekaya usus. Faktanya, kulit sangat miskin nutrisi. Pada kulit manusia, daerah folikel rambut adalah area yang kaya akan lipid (lemak). Mikroba penyebab penyakit senang sekali berdiam maupun berpindah pada daerah seperti folikel rambut, sebum dan kelenjar keringat yang kaya nutrisi lipid dan protein.
Sedangkan lapisan epidermal cenderung merupakan area yang kering, daerah dengan kandungan garam, asam serta miskin nutrisi.
Lalu bagaimana keragaman mikrobioma kulit? Mikroorganisme pada kulit dikelompokkan berdasarkan lama hidup dan sifatnya yaitu stabil, transien, residen temporer dan patogen. Bakteri yang ditemukan dominan pada kulit diantaranya Cutibacterium spp. (dulu : Propionibacterium), Staphylococcus spp., dan Corynebacterium spp., sedangkan jamur dominan pada kulit yaitu Melassezia spp., serta berbagai virus.
Beberapa faktor telah dirangkum Waturangi pada tahun 2022 yang mempengaruhi keragaman mikrobioma kulit. Beberapa diantaranya yakni gaya hidup dan lingkungan.Â
Lebih lanjut dalam bukunya diungkap bahwa gaya hidup yang dimaksud meliputi kebersihan dan jenis pekerjaan. Selain itu lingkungan memegang kendali yakni kondisi geografis dan iklim.
Pandemi Covid 19 memberikan dampak peningkatan kepedulian manusia terhadap higienitas pakaian. Pemakaian masker sebagai bagian yang tidak terlepas dari memberikan proteksi dari penyebaran mikroba patogen.
Kebiasaan baik seperti mencuci pakaian terlebih dahulu sehabis membeli baru, menggunakan masker saat berada di kerumunan, mengganti pakaian setelah bepergian dari luar rumah dan anjuran personal hygiene lainnya membentuk kebiasaan baru dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan diri.
Jenis Pakaian dan keseimbangan mikrobioma kulit
Sejak manusia sudah mulai melakukan aktivitas tenun kain, sejak itulah teknologi produksi kain semakin berkembang. Berkembang pesat hingga abad ke-18 mulai diperkenalkan produk kain semi sintetis pertama, sutra buatan atau dikenal sebagai rayon. Kelebihannya, produksi massal relatif cepat dan murah.
Dilansir dari Textile Exchange, serat sintetis diproduksi besar-besaran mencapai 62 % produksi serat global pada tahun 2018. Sebesar 51,5 % diantaranya adalah serat sintesis poliester lebih banyak dibanding kapas dan wol.
Permukaan kulit manusia memiliki pH 4,5-5. Beberapa jenis bakteri seperti Staphylococcus spp. dan Corynebacterium spp., tergolong bakteri toleran terhadap kondisi sedikit nutrisi di kulit.