Ini termasuk kemudahan alih teknologi, kualitas rasa yang tetap terjaga, kemudahan dalam pengurusan izin edar, dan kemungkinan peningkatan penjualan dan jangkauan pemasaran produk.Â
Dibandingkan dengan kemasan plastik, kertas, gelas, atau kaca, makanan tradisional dalam kaleng lebih steril dan memiliki rasa yang enak dan tanpa menggunakan pengawet rasa.
Selain itu, bahan bakunya cukup banyak dan telah melalui pra-penelitian dan penelitian, sehingga kualitas dan kuantitasnya terjamin. Kedua, pemetaan UMKM secara menyeluruh dilakukan, seperti pemetaan UMKM yang bergerak pada sektor industri makanan tradisional. Ini dilakukan agar kebijakan yang diberikan lebih berfokus pada metode yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Artikel Abdullah Azam dalam Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan dan Industri
(Mahasiswa Kampus Merdeka asal UIN Walisongo Semarang ke UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Telah diedit dan disesuaikan untuk Kompasiana.
ReferensiÂ
Budi Kaliwanto, Yana Kusdiyana, Rieny Fadhilah Rahmi, dan Taufik Hidayat. (2022). Strategi Akselerasi Pengembangan UMKM Melalui Teknologi Pengalengan Makanan Tradisional Menuju Rantai Nilai Global. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Indonesia.
Nurdiati, R. P., Oktaviani, R., & Sahara, S. (2018). Peran Indonesia Dalam Rantai Nilai Global Produk Elektronik. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 4(1), 49-70.
Yulia, K. (2021). Teknologi Pengemasan, Desain dan Pelabelan Kemasan Produk Makanan Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Teknologi Pangan. Surabaya, Jawa Timur
Â