Tempe salah satu superfood dengan sejuta manfaat yang telah dikenal dunia. Melalui banyak penelitian yang telah ditebitkan diketahui nilai manfaat dari sisi kesehatan. Tempe di dunia dikenal sebagai Tempeh dalam bahasa Inggris.
Studi menerangkan bahwa kandungan gizi tempe lebih komplit dibandingkan bahan dasarnya kedelai. Pada kedelai tidak terdapat vitamin B12, materi itu terbentuk ketika proses fermentasi kedelai berlangsung.
Selain dengan bahan dasar kedelai, inovasi bahan dasar tempe pun telah dilakukan. Berbekal pengetahuan dasar bahwa tempe diproses dari bahan kacang-kacangan; Tempe Lamtoro, Tempe Koro, Tempe Kecipir dan Tempe Trembesi. Masih banyak lagi inovasi tempe berbahan dasar kacang-kacangan lainnya.
Tempe dalam Sejarah
Tempe telah dikenal oleh masyarakat di Jawa sejak abad 12, hal ini diperkuat dengan bukti sejarah yang tertuang dalam Serat Sri Tanjung. Tempe berasal dari bahasa Jawa kuno yaitu Tumpi (makanan berwarna putih).
Olahan kacang kedelai ini semakin dikenal pada abad 16. Bahan baku ditanam dan dibudidayakan di wilayah Kerajaan Mataram. Sengaja ditanam di sepanjang sungai mengingat kebutuhan air akan lebih banyak ketika masa pasca panen tiba, untuk melepas kulit kedelainya.
Pada abad 18 kisah tempe kembali dimuat dalam Serat Centhini (1814-1823). Selanjutnya tempe semakin populer ketika masa kolonial Belanda, sistem tanam paksa (1830-1870). Tempe menjadi primadona penyelamat kebutuhan pangan masyarakat di tengah keterbatasan ekonomi yang berlangsung masa itu.
Setelahnya tempe juga populer hingga mancanegara. Jangkauan kawasan penyebarannya hingga benua Eropa dan Amerika. Tempe diperkenalkan oleh imigran Indonesia yang menetap di Belanda. Sejak tahun 1946, kemasyuran tempe banyak dikenal banyak negara.
Dalam The Book Tempeh : A Cultured Soyfood karya William Shurtleff dan Akiko Aoyagi tempe juga diproduksi di Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Belgia, Austria, Republik Ceko, Finlandia, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swiss, Afrika Selatan, India, dan Inggris hingga Australia dan Selandia Baru.
Tempe dan warisan budaya tak benda (WBTB) UNESCO
Tempe telah didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dunia melalui badan UNESCO. Ini didukung oleh penerimaan secara budaya oleh masyarakat, diakses adil secara ekonomi, terjangkau serta bernilai gizi. Menurut Winarno, penggagas Indonesian Tempe Movement (ITM) data akademis yang mendukung pengajuan pengakuan WBTB dunia.
Berbicara masalah standar kualitas tempe, Indonesia mengatur hal tersebut melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 3144 : 2009. Standar ini telah melalui kesepakatan rapat konsensus panitia 67-04 pada 27 November 2008 di Jakarta.
Upaya Para Akademisi menduniakan Industri Tempe
Kontribusi Dr. Driando Ahnan Winarno mengawali ketertarikannya mengembangkan tempe pada saat studi doktoral di Amerika Serikat. Menggagas ide kreatif menggabungkan pemikiran mengenai tempe dan kanker selama 5 tahun studinya.
Di akhir masa studi, rangkuman hasil riset tempe dan kanker ini dirangkum sesuai dengan ekspektasi awal yaitu membuat kitab tempe. Luaran penelitiannya ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan infoemasi lengkap mengenai tempe.
Melalui langkahnya ini pula terbuka celah untuk mengembangkan perusahaan rintisan (startup) berbasis tempe dengan Better Nature Ltd. dengan memenangkan sebuah lomba di University of Cambridge dengan ide tempe sebagai makanan bergizi ramah lingkungan dan terjangkau. Hadiah dari lomba tersebut oleh penyelenggara ditetapkan sebagai dana pengembangan bisnis perusahaan perintis. Pada tahun 2018 sejak itu hingga saat ini perusahaan mampu bertahan dan berkembang di Inggris, Swiss, Jerman serta Uni Emirad Arab. Tempe digunakan sebagai alternatif pengganti daging bagi para vegan.
Selanjutnya dari dalam negeri, inovasi tempe beku yang digagas oleh Prof. Made Astawan, Prof Tutik Wresdiyati dan Dr. Andi Early Febrianda dalam program Matching Fund 2022 Institut Pertanian Bogor (IPB) dilansir dari detik.com. Ekspor 17,2 ton tempe beku ke Korea Selatan.
Tentu saja tempe ekspor ini telah memenuhi standar. Standar tersebut meliputi empat jenis sertifikat yang dikantongi, yakni sertifikat Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP), izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sertifikat Halal MUI.
Ini adalah awal untuk merambah pasar dunia dengan inovasi berbasis pangan lokal. Sebuah langkah yang harus kita apresiasi.
***
Bagaimana dengan kita? Sudahkan makan tempe hari ini? Terima kasih sudah membaca
Sumber bacaan dapat diakses satu, dua, tiga, empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H