Mohon tunggu...
Dianna FitriaNovita
Dianna FitriaNovita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mendengarkan musik, menonton film, menulis, bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen "Let Somebody Go"

28 Juni 2024   17:01 Diperbarui: 4 Juli 2024   20:56 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jabat Tangan Saat Pertemuan dan Perpisahan

Sekadar memberikan saran tidak semudah mengaplikasikannya dalam kenyataan di kehidupan kita. Itulah fakta menyakitkan yang mau tidak mau harus diterima.

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, tentu saja tidak semua hal yang kita inginkan dapat menjadi kenyataan. Sering kita mengalami berbagai kejadian tak terduga baik yang berdampak positif maupun negatif.

Ada kelahiran dan ada kematian. Setiap ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. Ada kebahagiaan dan ada kesedihan. Itulah contoh hal-hal realita yang saling bertolak belakang dan selalu menjadi kenyataan yang tidak bisa dihindarkan oleh seluruh umat manusia.

Saya membenci kata perpisahan entah untuk sementara ataupun selamanya. Rasanya berat jika harus berpisah dengan orang yang kita sayangi selama ini. Layaknya pengalaman hidup saya yang pernah terpisah dengan orang tua saya sekaligus menjadi saksi perpisahan mereka sebagai suami-istri.

Jujur, itu adalah salah satu hal yang tidak mudah dalam hidup saya. Saya membenci peristiwa itu. Saya sulit menerima kenyataan itu. Perpisahan mereka membuat saya membatasi diri berinteraksi dengan orang-orang di sekitar saya.

Saya benci menjadi anak brokenhome. Saya tidak suka dikasihani orang lain karena kedua orang tua saya yang berpisah. Saya menemui banyak orang yang munafik terkait sikap mereka terhadap saya dan keluarga. Di depan kami berpura-pura bersikap baik sedangkan di belakang membicarakan gosip dan menjelek-jelekkan keluarga kami.

Berusaha keras menunjukkan saya baik-baik saja dengan kondisi keluarga yang tidak utuh. Hidup terombang-ambing yang membuat saya dipenuhi kebingungan dalam menentukan pilihan. Adakalanya orang tua saya memperebutkan hak asuh, membatasi pertemuan dengan salah satu dari kedua orang tua, belum tentu selalu ada untuk saya saat bersama mereka.

Selama ini kedua orang tua saya tidak begitu benar-benar mengerti, mengetahui, dan memahami saya. Setiap bertemu hanya menanyakan pertanyaan yang terkesan template bagi saya. Pertanyaan yang tidak terlalu membutuhkan jawaban.

Mungkin saat ini saya menjadi mati rasa terhadap keluarga saya terlebih kedua orang tua saya. Saya menjadi orang yang tidak bisa mengatakan perasaan saya yang sesungguhnya kepada mereka. Saya cenderung malas berbicara kepada mereka. Tidak heran jika saya sering membuat mereka salah paham dengan perkataan yang saya lontarkan.

Saya pernah membaca kata-kata bijak untuk membiarkan (merelakan) kepergian seseorang di hidup kita. Namun, rupanya hal tersebut tidak mudah dilakukan. Saya baru bisa melakukan hal tersebut setelah belasan tahun berlalu.

Ilustrasi Jabat Tangan Saat Pertemuan dan Perpisahan
Ilustrasi Jabat Tangan Saat Pertemuan dan Perpisahan

Perpisahan kedua orang tua saya memang telah meruntuhkan sebagian besar hati dan jiwa saya sejak kecil. Siapa sangka beberapa tahun setelah perceraian mereka secara resmi, salah satu orang yang paling berharga di hidup saya pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya.

Kakek saya yang selama ini banyak menghabiskan waktu menemani dan membantu merawatku menghembuskan nafas terakhirnya saat saya SMP. Dia adalah seseorang yang sering memanjakan saya dengan memberikan hadiah setiap mendapat ranking 1 di kelas. Dia dulu selalu menceritakan cerita rakyat, legenda, mitos, sejarah sejak aku masih kecil.

Dia telah berjuang puluhan tahun bertahan hidup sebagai penderita penyakit jantung dan paru-paru. Dia dulu adalah seorang perokok aktif. Dia telah menjalani dua kali operasi. Namun, penyakit yang dideritanya tetap tidak bisa disembuhkan secara total.

Hidupku terasa runtuh, rasanya berat melepaskan kepergiannya. Tangisanku mengiringi kepergiannya. Aku mencoba menahan isak tangisku saat berada di depan tubuhnya yang terbujur kaku agar bisa membacakan do'a sebelum dia diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Aku tidak menyangka akan kehilangan kakekku secepat itu. Orang yang selama ini selalu mendo'akanku sebelum ujian telah tiada. Awalnya aku merasa Tuhan sangat tidak adil kepadaku. Kenapa aku harus kehilangan kakekku saat itu.

Beberapa tahun kemudian aku paham kenapa kakekku harus pergi saat itu. Pandemi covid-19 pasti akan lebih menyiksa kakekku jika ia masih hidup. Dia harus bolak-balik kontrol ke rumah sakit dengan resiko terpapar penyakit yang cukup mudah menular kala itu. Ternyata, Tuhan memang baik. Kepergian kakekku demi kebaikannya agar tidak mengalami rasa sakit berkepanjangan di dunia ini.

Salah satu pesan mendiang kakekku adalah supaya aku menjadi anak yang baik, rendah hati, dan hidup dengan sederhana. Dia mengingatkanku agar tidak mudah termakan gengsi. Dia juga memintaku bersabar dalam menghadapi kakak pertamaku dan ibuku.

Pengalaman ditinggalkan orang terkasih yang ada di sekitarku membuatku sulit menerima kehadiran orang lain. Di awal aku cenderung mengabaikan mereka sekalipun berbuat hal baik untukku. Aku berusaha menghindari dan meninggalkannya. Aku merasa tidak sanggup jika harus ditinggalkan untuk yang ke-sekian kalinya lagi.

Kebiasaan burukku itu yang membawaku pada penyesalan berkepanjangan. Aku melewatkan banyak orang baik yang ada di sekitarku. Aku dengan mudah mengabaikan kehadiran mereka.

Saat mereka tidak bersamaku lagi aku baru sadar. Aku menyesalinya dan berharap memiliki kesempatan kedua untuk bisa bertemu dengan mereka. Aku ingin menyampaikan permintaan maaf dan rasa terima kasihku untuk mereka. Aku juga ingin berusaha belajar berbuat baik kepada mereka.

Seandainya bisa, aku tidak ingin membiarkan mereka pergi. Aku ingin mereka tetap bersamaku. Menemaniku melewati hari-hari bersama dalam suka dan duka. Aku tidak ingin membuat mereka sakit hati karena sikapku yang dulu kurang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun