Mohon tunggu...
Dianna FitriaNovita
Dianna FitriaNovita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mendengarkan musik, menonton film, menulis, bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tinggal Kenangan

30 April 2024   22:11 Diperbarui: 30 April 2024   22:18 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun, tidak lama kemudian dia tidak masuk sekolah lagi dalam kurun waktu yang cukup lama. Bahkan hingga berbulan-bulan. Dia juga tidak mengikuti ujian. Aku benar-benar penasaran apa yang sebenarnya terjadi kepadanya.

Hingga akhirnya mulai ada titik terang bahwa Pradana mengidap leukemia. Saat itu, aku tidak begitu tahu apa itu penyakit leukemia. Namun, aku rasa itu penyakit yang cukup menakutkan mengingat Pradana harus mengorbankan sekolahnya selama berbulan-bulan untuk menjalani pengobatan.

Aku sempat mendengar kabar bahwa Pradana akan bisa kembali bersekolah sekitar 1,5 bulan lagi. Aku pun cukup lega mengetahui hal tersebut. Bersama wali kelas, kami para temannya memutuskan untuk menjenguk Pradana di rumahnya sebelum dia mulai kembali bersekolah. Kami sangat bersemangat saat hendak bertemu Pradana lagi setelah sekian lama.

Suasana bersemangat untuk bertemu dengan Pradana berubah saat aku masuk ke rumahnya dan melihat kondisinya. Dia kehilangan banyak berat badannya. Dia duduk dekat dengan ibunya dengan lemas. Aku masih teringat wajahnya yang terlihat seperti biasanya. Aku merasa takut setelah melihatnya dan berjabat tangan dengannya.

Aku takut tidak punya kesempatan bertemu dengan dia lagi. Walaupun kami semua selalu mendo'akan kesembuhannya dan mendukung dia agar bisa segera kembali bersekolah. Hari pun berganti hingga aku selalu bertanya kapan bisa bertemu dengan Pradana lagi di kelas. Semoga dia bisa segera kembali masuk kelas.

Pagi itu, saat aku sedang mencari ayahku sambil berjalan-jalan di sekitar rumah tetanggaku aku mendengar berita duka yang disiarkan melalui masjid. Awalnya, aku tidak ingin terlalu mendengarkannya karena kemungkinan besar tidak mengenal orang yang meninggal tersebut. Namun, setelah aku mendengar nama dan  nama orang tuanya sulit bagiku mempercayai ini.

Aku merasa mungkin aku salah mendengarnya. Mungkin hanya nama yang mirip tapi itu bukan dia. Aku berusaha meyakinkan bahwa orang yang meninggal bukan Pradana temanku. Aku pun bersiap pergi ke sekolah. Ternyata apa yang aku dengar tadi tidak salah. Semua warga sekolah membicarakan tentang kematian Pradana.

Jujur aku sedih dan tidak tahu harus bagaimana. Apa yang aku takutkan menjadi kenyataan. Dia yang selalu membuatku marah, kesal, tertawa sudah kembali ke pangkuan Tuhan. Dia pergi dan tidak akan kembali lagi. Aku merasa sangat bersalah sebagai teman, sahabat, kerabat tidak merasa telah melakukan banyak hal baik menjelang kepergiannya.

Aku tidak tahu apa yang dia rasakan sebelum dia pergi untuk selamanya. Aku tidak bisa menghiburnya saat ia sakit. Aku benar-benar merasa belum bisa menjadi teman, sahabat ataupun kerabat yang baik untuk Pradana.

Saat itu, kami satu sekolah melayat di rumah duka. Aku pun ikut mengantarkan kepergian Pradana hingga di tempat peristirahatan terakhirnya.  Dengan rasa sedih dan berlinang air mata yang mengiringi perjalanan kebersamaan kami untuk terakhir kalinya.

Aku tidak tega melihatnya dikubur dengan tanah. Aku memilih keluar dari area pemakaman sambil bertanya-tanya bahwa mungkin itu bukan Pradana. Aku berharap dia adalah orang yang mirip dengannya dan Pradana yang sesungguhnya masih hidup. Suatu hari nanti pasti aku akan bertemu dengan Pradana lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun