Mohon tunggu...
Dian Mayasari
Dian Mayasari Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika SMAN 1 Purwosari

Pembelajaran Matematika, Musik POP

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemanfaatan Kebun Toga Sekolah sebagai Sumber Belajar Bab Peluang

5 Juni 2023   15:10 Diperbarui: 5 Juni 2023   15:38 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak: Sumber belajar adalah segala sesuatu (benda, data, fakta, ide, orang, dan lain sebagainya) yang bisa menimbulkan proses belajar. Sekolah berbasis adiwiyata menuntut untuk memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, salah satunya kebun toga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran menggunakan kebun toga sekolah sebagai sumber belajar matematika materi peluang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yaitu memberi gambaran tentang proses pembelajaran yang menggunakan kebun toga sekolah sebagai sumber belajar siswa memahami materi matematika. Sumber data yang digunakan yaitu dokumen yang berupa rancangan pembelajaran, lembar pengamatan, dan wawancara. Sumber belajar ini merupakan bentuk pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sekolah khusunya kebun toga sekolah bisa digunakan sebagai alternatif sumber belajar matematika materi peluang.

Kata kunci: sumber belajar, kebun toga, peluang.

A. Pendahuluan

      Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti kebenarannya yaitu bahwa peserta didik atau siswa harus banyak berinteraksi dengan sumber belajar. Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang optimal. Sumber belajar adalah segala sesuatu (orang, alat, lingkungan, teknik, dan sebagainya) yang memberikan kemudahan kepada seseorang untuk belajar (Arif, 2004; Sudjana, 2007; Prastowo, 2012). Sumber belajar yang umum digunakan dalam pembelajaran matematika adalah buku teks, padahal sumber-sumber lain seperti lingkungan sekolah, internet, media, dan sebagainya dapat digunakan sebagai sumber belajar.

      Pendidikan matematika yang selama ini diajarkan disekolah pada umumnya terpaku pada satu sumber saja (Mahardiyanti, 2012; Sitepu, 2008). Kebanyakan guru dan siswa terpaku pada buku paket ditambah dengan Lembar Kerja Siswa (LKS). Hal ini membuat pembelajaran matematika monoton dan siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar. Para calon pendidik dan pendidik perlu dibiasakan belajar tanpa batas ruang kelas dan menggunakan dunia atau alam terbuka sebagai tempat belajar dan membelajarkan. Dengan demikian, berbagai ragam sumber belajar yang tersedia perlu diintegrasikan dan setiap anggota komunitas belajar dapat memperoleh akses dan menggunakannya sesuai dengan keperluan.

      Bila seorang pengajar maupun pembelajar sepenuhnya bergantung hanya pada apa yang diperolehnya di ruang belajar, ditambah beberapa pemahaman dari buku buku teks penunjang,  dapat dipastikan bahwa inovasi yang seharusnya tumbuh dari proses pembelajaran tidak akan tercipta. Lebih jauh lagi, seorang pengajar maupun pembelajar yang hanya bergantung kepada buku teks tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidangnya sekaligus tidak dapat memilah informasi atau pengetahuan mana yang akurat untuk diterapkan, yang validitasnya dapat dipertanggungjawabkan (Yohannes & Ana, 2005; Sitepu, 2008). Sementara jumlah sumber belajar di luar buku teks menjadi berlipat, sebenarnya waktu yang tersedia bagi seseorang untuk belajar dari berbagai sumber belajar sangat terbatas. Keadaan ini tentu memerlukan ketrampilan tertentu untuk memanfaatkan sumber belajar yang berlimpah yang tersedia demi memperoleh sumber pengetahuan yang relevan sesuai bidangnya. Di samping itu, dengan adanya pemahaman dan ketrampilan mengakses sumber belajar eksternal, seseorang akan dapat memperkaya khasanahnya dan memperkuat dasar keilmuannya agar siap dikembangkan di dunia yang mengalami pengkerutan baik secara ukuran maupun jarak virtual, namun semakin padat oleh informasi-informasi yang baru setiap harinya.

      Saat ini beberapa sekolah gencar mengikuti sekolah adiwiyata yang diseleksi mulai tingkat Kabupaten, Provinsi, Nasional, dan Mandiri. Sekolah adiwiyata adalah sekolah berbasis lingkungan dimana semua personil sekolah bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang indah, sehat, bersih, dan nyaman untuk belajar. Menjadi sekolah adiwiyata menjadi gengsi tersendiri antar sekolah. Lingkungan yang sehat dan nyaman memfasilitasi siswa untuk belajar dengan baik. Salah satu lingkungan di sekolah adiwiyata adalah adanya kebun tanaman obat keluarga atau yang biasa dikenal toga. Pada sekolah adiwiyata, pemanfaatan lingkungan sekolah yang bersih tersebut menjadi sarana atau sumber belajar yang dapat dimanfaatkan. Salah satu implementasi sekolah berbasis lingkungan adalah memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber dan sarana belajar (Landriany, 2014; Rismawati, 2013).

      Pada tingkatan sekolah menengah, sumber belajar materi peluang umumnya menggunakan buku paket atau LKS dari sekolah. Siswa dihadapkan pada data-data lalu menyelesaikan permasalahan yang ada.  Siswa mendapat contoh soal lalu mengerjakan soal yang selesaian sama dengan yang dicontohkan. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang memahami konsep peluang. Apabila soal diganti padahal konsepnya sama siswa sudah lupa.

      Penggunaan sumber belajar disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak. Pada anak sekolah menangah atas, siswa juga diharapkan mengerti bahwa kita harus menjaga lingkunan sebab lingkungan juga merupakan sumber inspirasi dan sumber belajar. Beberapa penilitan seperti Halimah (2008), Kasrina (2012), dan Hernawatai (2012) menyatakan bahwa lingkungan sumber belajar membawa dampak positif terhadap hasil belajar siswa.

      Materi peluang pada sekolah menengah atas merupakan salah satu materi yang dianggap sulit bagi siswa. Siswa kurang memahami perbedaan permutasi dan kombinasi, sehingga beberapa siswa bingung dan salah menggunakan rumus permutasi atau kombinasi. Dalam konsep kaidah pencacahan siswa juga hanya langsung disugukan suatu rumus tanpa membuktikan atau mengaplikasikan rumus yang telah diperoleh.

      Banyak penelitian membahas tentang sumber belajar matematika, diantaranya Hadjirrouit (2010), Lindiani (2012), Asbani (2011), dan Nguyen 2005). Namun belum ada yang menggunakan lingkungan yaitu kebun toga sebagai sumber belajar. Oleh karena itu peneliti merasa perlu mengadakan penelitian pemanfaatan kebun toga sekolah sebagai sumber belajar matematika khususnya materi peluang.

           

B. Metode Penelitian

     Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA di SMAN 1 Purwosari Pasuruan pada tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti ingin memberi gambaran secara jelas tentang pemanfaatan kebun toga sebagai sumber belajar materi peluang khususnya kaidah pencacahan. Dalam artikel ini akan dijelaskan secara teliti dan sejelas mungkin tentang prosedur pembelajaran matematika dengan memanfaatkan kebun toga.

     Pada penelitian ini menggunakan tiga sumber data, yaitu dokumen yang berupa rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa, serta wawancara. Rencana pelaksanaan pembelajaran dibuat sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menyesuaikan tempat pembelajaran dan materi pembelajaran. Lembar pengamatan guru dan siswa dirancang dalam bentuk pertanyaan terbuka yang memungkinkan observer untuk menuliskan segala kejadian dan aktivitas yang terjadi. Observer aktivitas guru dan pada penelitian ini adalah salah satu guru matematika SMAN 1Purwosari, sedangkan peneliti sebagai guru juga merangkap untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Di akhir pembelajaran di adakan wawancara dengan beberapa siswa kategori kemampuan rendah, sedang, dan tinggi tentang respon mereka mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan. Data tersebut kemudian dianalisis dan dipaparkan berdasarkan fakta di lapangan.

           

C. Hasil dan Pembahasan

Kebun toga adalah kebun yang berisi tanaman-tanaman obat seperti jahe, laos, lidah buaya, sirih, mahkota dewa, dan sebagainya. Toga adalah singkatan dari tanaman obat keluarga. Pengenalan tanaman toga dilingkungan sekolah sangat penting untuk memberi pengalaman siswa menanam, merawat, dan mengolah manfaat dari tanaman tersebut sebagai obat herbal. Namun, kebun toga ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran dan sumber belajar.

      Pada materi peluang dalam sub pokok pembahasan kaidah pencacahan siswa dituntut mengetahui banyak cara suatu benda disusun bauk secara berderet maupun melingkar. Materi peluang dipelajari siswa kelas XI semester dua pada materi matematika wajib. Langkah pertama yang harus dipersiapkan adalah rencana pembelajaran.

      Rencana pembelajaran berisi langkah-langkah pembelajaran dan alokasi waktu serta instrument penilaian. Pada pertemuan sebelumnya, siswa sudah dikelompokkan terdiri atas 4 orang siswa secara heterogen dalam setiap kelompoknya. Setiap siswa diwajibkan membawa tanaman dan sekop sebagai bahan untuk menanam tanaman toga di kebun sekolah. Setiap kelompok wajib membawa sekop, spidol, tiga buah tanaman lidah buaya dan empat buah tanaman serai. Masing-masing kelompok melabeli setiap jenis tanaman dengan abjad A, B, dan C.

      Pada pertemuan pertama, sebelum pembelajaran dimulai siswa diharapkan berkumpul dalam kelompoknya. Pada awal pembelajaran, guru memberi apersepsi dan pertanyaan pancingan kepada siswa mengenai materi prasyarat yang harus dipahami siswa terlebih dahulu. Siswa mula-mula dicek kelengkapan alat dan bahan yang perlu dibawa kemudian guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang harus dialksanakan siswa.

      Berikut urutan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik:

  • Siswa mengamati kebun toga. Disana, sudah ada beberapa tanaman dengan tatanan yang berbeda.
  • Guru memberi permasalahan kepada siswa berapa banyak cara menanan 3 lidah buaya yang berbeda secara berjajar? Bagaimana jika ada 5 lidah buaya yang berbeda? Bagaimana jika ada n lidah buaya? Ada berapa banyak cara menanam 4 tanaman serai secara melingkar? Bagaimana jika ada 6 tanaman serai yang berbeda? Bagaimana jika ada n tanaman serai?
  • Guru mengarahkan siswa untuk bertanya ada berapa banyak cara menanam tanaman toga tersebut.
  • Setiap kelompok menanam ketiga jenis tanaman yang telah dibawa. Untuk tanaman lidah buaya ditanam secara berjajar. Setiap kelompok harus sebisa mungkin menanam tanaman lidah buaya dalam urutan yang berbeda dengan kelompok lain. Setelah ditanam, siswa menuliskan urutan penanaman lidah buaya tersebut, misal ABC, BAC, atau BCA.
  • Untuk tanaman serai, siswa menanam secara melingkar dan harus diupayakan berbeda urutan penanamannya dengan kelompok lain.
  • Setelah menanam siswa mengamati hasil penanaman mereka dengan kelompok lain dan mencatat urutan penanaman dari masing-masing kelompok.
  • Siswa kemudian berdiskusi untuk mengamati dan memahami persoalan yang diberikan guru sambil mengamati tanaman-tanaman yang ada di kebun toga. Ada berbagai macam urutan penanaman di kebun tersebut.
  • Siswa secara berkelompok mendiskusikan permasalahan yang diberikan oleh guru.
  • Siswa berkumpul untuk mempresentasikan hasil temuan mereka dan guru membimbing jalannya diskusi.
  •  Secara konsisten guru mengawasi dan membimbing pada setiap proses pembelajaran. Siswa selain menanam juga diharapkan memahmi konsep yang dipelajari. Siswa diharapkan saling bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.

                Ada tiga tanaman lidah buaya yang berlabel A, B, dan C. Maka kemungkinan urutan penanamannya dari kiri ke kanan antara lain: A B C, A C B, B C A, B A C, C A B, C B A. Berarti ada 6 cara penanaman. Untuk tanaman paling kiri ada 3 pilihan tanaman, setelah satu tanaman telah ditanam di sebelah kiri, maka bersisa 2 tanaman, dan yang terakhir bersisa 1 pilihan tanaman yang bisa ditanam. Secara perhitungan matematis banyak cara menanam 3 tanaman lidah buaya secara berjajar adalah sebagai berikut.

     Jadi, banyak cara menanam 3 tanaman lidah buaya secara sejajar adalah   cara. Sehingga jika ada 5 tanaman, maka banyak cara menanam secara berjajar adalah   cara. Akibatnya jika ada n tanaman ditanam secara sejajar maka ada n! cara.               
               
    Ada enam cara penanaman empat tanaman serai, yaitu 6  cara. Sehingga juka ada enam tanaman maka ada   cara. Akibatnya jika ada n tanaman maka ada   cara.
                Berdasarkan hasil observasi, siswa terlihat antusias untuk mengikuti pembelajaran, bahkan ada yang membawa cangkul dari rumah. Untuk menggali pengetahuan awal siswa, guru memberi siswa pertanyaan pancingan tentang materi yang diperlukan untuk dapat memudahkan siswa memahami materi peluang. Siswa meresponnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Guru menentukan kelompok siswa pada pertemuan sebelumnya sehingga siswa benar-benar siap dan waktu pembelajaran dapat dimaksimalkan dengan baik. Kemudian guru mengajak siswa untuk ke kebun toga sambil membawa peralatan berkebun dan alat tulis. Guru menginstruksi siswa untuk mengamati penanaman tanaman di kebun toga tersebut kemudian guru menanayakan permasalahan banyak cara urutan penanaman tanaman-tanaman tersebut.
                Siswa menanam tanaman yang mereka bawa masing-masing sesuai urutan yang telah diatur. Saat proses penanaman, terjadi sedikit kegaduhan karena setiap kelompok dituntut menanam dengan urutan yang berbeda dengan kelompok lain. Akibat permasalahan tersebut, terjadi kompetisi siapa yang tercepat menanam agar tidak sama dengan kelompok lain. Guru sengaja membiarkan namun tetap diawasi supaya ada unsur permainan atau kompetisi supaya siswa aktif dan kreatif. Satu siswa dari masing-masing kelompok bertugas mengecek urutan penanaman mereka apakah sama dengan kelompok lain. Guru melayani pertanyaan dari siswa dan membimbing siswa. Kelompk yang sudah tidak dapat menemukan urutan penanaman yang berbeda diperbolehkan sama dengan kelompo lain dengan catatan mereka sudah berusaha menemukan cara penanaman yang lain namun sudah tidak dapat menemukan.
                Setelah semua tanaman tertanam dengan baik, masing-masing kelompok mengamatinya. Kemudian mereka mendiskusikan banyak urutan penanaman lidah buaya dengan urutan yang berbeda dan penanaman serai dengan penanaman melingkar. Setelah siswa memanfaatkan tanaman di kebun toga sebagai sumber belajar materi kaidah pencahahan, siswa kemudian  secara kelompok menjawab permasalahan yang diberikan guru di awal pembelajaran. Siswa terlihat semangat berdiskusi walau kondisi mereka kotor dan guru berkeliling mengamati dan membimbing diskusi kelompok.
                Pada akhir pembelajaran, siswa kembali ke kelas dan melaksanakan diskusi kelas. Guru menunjuk beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka dan kelompok lain menanggapi. Guru membimbing dan mengarahkan siswa untuk menyimpulkan cara menentukan banyak cara mengatur suatu objek secara berjajar dan melingkar.
                Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran ada beberapa kendala, yaitu beberapa kelompok misal kelompok 1, 2, dan 7 belum memberi label nama pada tanaman mereka. Seharusnya guru memastikan pelabelan sebelum pembelajaran dimulai agar tidak memakan waktu lama. Guru juga harus menyiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam karena hal ini membutuhkan lahan yang cukup agar tidak berdesakan dengan tanaman lain. Selain itu kendala dalam pelaksanaan pembelajaran di kebun antara lain membutuhkan manajemen waktu dan menejemen kelas yang baik. Guru harus bekerja ekstra mengontrol siswa dan mengontrol waktu pembelajaran agar selesai dengan tepat. Pelaksanaan pembelajaran ini juga harus ditunjang dengan tersedianya lahan yang cukup.
                Untuk mengatasi beberapa kendala di atas, diperlukan persiapan yang matang. Guru harus menyiapkan rencana pembelajaran dengan baik dan menaati setiap langkah pembelajaran dan alokasi waktu yang telah dibuat. Guru ada baiknya menentukan ketua kelompk agar setiap ketua kelompok bertanggung jawab akan kelompoknya sehingga manajemen kelas dapat terkontrol. Pembagian kelompk juga harus heterogen sehingga diskusi kelompok dan diskusi kelas dapat berjalan dengan baik.
                Siswa awalnya kebingungan bagaimana cara urutan menanam agar sesuai perintah guru yaitu tidak boleh sama urutannya dengan kelompok lain. Misalnya dalam penanaman tiga tanaman lidah buaya, enam kelompok dapat menanam dengan urutan yang berbeda satu sama lain, namun ada tiga kelompok yang terpaksa sama dengan kelompok lain. Mereka mencoba-coba di buku mereka apa saja kemungkinan cara penanamannya. Namun mereka hanya menemukan 6 cara dan terpaksa sama dengan salah satu kelompok lain. Guru kemudian menanyakan kepastian apakah memang sudah tidak ada cara penanaman dengan urutan yang berbeda lagi. Setelah siswa memastikan sudah tidak ada, guru mempersilakan siswa menanam sesuai urutan yang mereka ingin walaupun sama dengan kelompok lain.
                Selama proses pembelajaran di kebun, siswa harus dipastikan kondusif dan benar-benar mengerjakan apa yang menjadi tugas mereka. Ketika diajak untuk berkumpul untuk memasuki diskusi kelas siswa terkesan masih enggan meninggalkan tanaman yang mereka tanam. Lalu guru mengajak siswa berkumpul di taman sekolah untuk mendiskusikan hasil temuan mereka. Beberapa kelompok mempresentasikan hasil temuan mereka dan kelompok lain menanggapi. Mereka takjub ternyata jika ada 5 tanaman lidah buaya ditanam secara berjajar ternyata ada 120 cara. Hal tersebut tidak mungkin mereka daftar dan coba satu-satu. Dari pengalaman belajar tersebut akhirnya mereka memahami pentingnya belajar peluang.
                Dengan menggunakan tanaman toga sebagai sumber belajar kaidah pencacahan, siswa dapat memahami urutan apa saja yang mungkin sekaligus mendapat rasa bangga telah membantu menciptakan tempat asri di sekolah. Biasanya siswa hanya terpaku dengan simbol A, B, dan seterusnya atau hanya nama suatu benda yang disusun tanpa melakukan sesuatu. Melaui kegiatan ini, siswa selain belajar juga mendapat pengalaman. Selain itu berdasarkan hasil wawancara siswa merasa senang. Rasa senang siswa dalam pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa (Hernawati,  2012).
                Lingkungan adalah mencakup segala hal yang ada di sekitar kita. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada individu. Sumaatmadja (1996) memaknai lingkungan sebagai "segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhan manusia yang bersangkutan." Lingkungan sebagai sumber belajar menurut Solchan (1994) dilihat dari ragamnya, sumber belajar dapat dibedakan menurut sifat dan pengembangannya. Menurut sifat dasarnya, sumber belajar dapat dibagi dua, yakni (a) sumber belajar insani, dan (b) sumber belajar non insani. Sedangkan dilihat dari sifat pengembangannya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) learning resources by design, yaitu sumber belajar yang dirancang dengan sengaja dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran yang telah diseleksi, dan (b) learning resources by utilitarian, yaitu sumber belajar (lingkungan) yang ada di sekeliling sekolah yang dimanfaatkan untuk memudahkan peserta didik yang sedang belajar dan sifatnya insidental
                Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, mereka senang dengan adanya aktivitas belajar di luar kelas terutama di kebun toga. Mereka merasa lebih tertarik  mempelajari materi peluang karena ternyata ada aspek kebermanfaatannya. Siswa merasa lebih memahami suatu konsep matemtika karena melihat langsung manfaat mempelajari materi tersebut. Berikut petikan wawancara dengan salah satu siswa berkemampuan rendah.

    Guru    :

    "Apakah sebelumnya pernah mengalami pembelajaran di luar kelas? Bagaimana perasaan Anda?"

    Siswa   :

    "Pernah tapi pelajaran Biologi Bu. Senang sekali, bosan belajar di kelas terus"

    Guru    :

    "Apakah materi peluang sulit? Bagaimana opini Anda tentang materi peluang setelah melalui pembelajarn di kebun toga? "

    Siswa   :

    "Sangat sulit bu. Setelah pelajaran kemarin jadi lumayan ngerti."

    Guru    :

    "Apa kesulitan belajar di luar kelas?"

    Siswa   :

    "Tidak ada sih Bu, paling cuma kotor saja."

    Guru    :

    "Apa kelebihan belajar di luar?"

    Siswa   :

    "Senang karena bisa refreshing, tidak bosan di kelas terus, terus belajar menanam tanaman toga seru banget Bu daripada ngitung-ngitung di kelas. Materi juga bisa dipahami dengan melihat penanaman di kebun toga kemarin."

    Guru    :

    "Apakah motivasi belajar matematika Anda meningkat setelah pembelajaran kemarin?"

    Siswa   :

    "Iya bu, ternyata matematika juga tidak melulu angka-angka, tanaman juga bisa"

    Guru    :

    "Bagaimana Anda memanfaatkan kebun toga sebagai sumber belajar?"

    Siswa   :

    "Ya dengan melihat kebun toga jadi bisa memahami materi kemarin Bu. Selain itu jadi lebih peduli dengan lingkungan."

    Guru    :

    "Bagaimana kesan, pesan dan saran Anda?"

    Siswa   :

    "Bagus bu, lain kali kita main-main di kebun lagi"            Secara umum siswa berkemampuan rendah senang pembelajaran di luar kelas terutama menggunakan kebun toga sebagai sumber belajar. Mereka lebih mudah menerima materi melalui sumber belajar yang nyata dan berbasis lingkungan. Secara umum motivasi belajar mereka meningkat pada materi kaidah pencacahan melalui pembelajaran memanfaatkan kebun toga sebgai sumber belajar.
                Hasil wawancara dengan siswa berkemampuan sedang, sebagian besar siswa senang pembelajaran di luar. Mereka juga merasa lebih termotivasi belajar matematika materi kaidah pencacahan karena merasa ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga merasa lebih memahami materi. Sedikit berbeda dengan siswa kemampuan tinggi, sebagian siswa senang pembelajaran di luar karena sebgai variasi pembelajaran. Namun, sebagaian merasa tidak ada perbedaan motivasi belajar baik menggunakan sumber belajar tanaman toga ataupun buku. Motivasi belajar mereka juga tetap tinggi baik di kelas maupun di luar kelas. Secara keseluruhan dapat disimpulkan pembelajaran matematika materi kaidah pencacahan menggunakan sumber belajar tanaman toga menyenangkan sekaligus meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dapat menjadi alternatif pembelajaran matematika yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar sekaligus mengenalkan siswa tanaman obat sehingga menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan.

 D. Simpulan 

  • Kesimpulan     

                Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan memanfaatkan kebun toga sebagai sumber belajar sangat menarik. Siswa terlihat antusias dan aktif mengikuti proses pembelajaran. Salah satu topik pembelajaran matematika yang dapat memanfaatkan kebun toga sebagai sumber belajar adalah kaidah pencacahan, yaitu banyak cara menanam, mengatur, dan sebagainya. Selain belajar, siswa juga dapat memahami pentingnya menjaga lingkungan dan menyadari bahwa lam sekitar juga merupakan sumber belajar.

    DAFTAR RUJUKAN

     

    Arif, Sadiman. 2004. Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pembelajaran.

     

    Asbani. 2011. Pengembangan Sumber Belajar Matematika Berbantuan Komputer Untuk Peserta    Didik Sekolah Dasar. Thesis. Yogayakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

    Hadjerrouit, Said. 2007. A Blended Learning Model in Java Programming:A Design-Based Research Approach. Proceedings of the 2007 Computer Science and IT Education             Conferenc.

    Halimah, Lely. 2008. Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar dalam Upaya        Meningkatkan Kompetensi Berbahasa Indonesia Siswa Kelas 4 SD Laboratorium UPI      Kampus Cibiru. Jurnal Pendidikan Dasar Nomor: 10- Oktober 2008.

    Hernawati, Kuswari. 2012. Pemanfaatan Sumber Belajar Berbasis Edutainment dalam          Pembelajaran Matematika Siswa Sekolah Dasar.  Prosiding Semainar Nasional Matematika dan Pendidikan MAtematika Berbasis Riset Universitas Negeri Sebelas Maret       2012.

     

    Kasrina & Sri Irawati. 2012. Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa Kelurahan Bentiring Permai           Kota Bengkulu sebagai Alternatif Sumber Belajar Biologi SMA. Jurnal Exacta, Vo. 1 No.      1 Juni 2012, ISSN 1412-3617.

     

    Landriyani, Ellen. 2014. Implementasi Kebijakan Adiwiyata dalam Upaya Mewujudkan       Pendidikan Lingkungan Hidup di SMA Kota Malang. Jurnal Kebijakan dan    Pengembangan Pendidikan, Vol. 2 No.1 ISSN: 2337-7623.

    Lindiani. 2012. Pengembangan Sumber Belajar. Thesis.

    Mahardiyanti, Taurinda. 2012. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika dengan      Pemberian Tugas Artikel Intrenet. Jurnal Ilmiah Pendidikan, ISSN: 2345-5968. Hal 67-66.

    Nguyen, Diem M. 2005. Using Web-Based Practice to Enchance Mathematics Learning And            Achievement. Journal of Interactive Online Learning Volume 3, Number 3, Winter 2005.

     

    Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

    Rismawati, Tri. 2013. Efektivitas Program Adiwiyata sebagai Upaya Penanaman Rasa Cinta             Lingkungan di SMP Negeri 3 Malang. Jurnal Online Um Vol 2 No. 1.

     

    Sitepu, B. P. 2008. Pengembangan Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Penabur No.11 Tahun ke 7.

    Sudjana, Nana. 2007. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar

    Sumaatmadja. 1998. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung:     CZ. Alfabeta..

    Yohannes, H. C. & Ana, Ika Dewi. 2005. Sumber Beljar Eksternal. Yogyakarta: UGM Perss.

    Abstrak: Sumber belajar adalah segala sesuatu (benda, data, fakta, ide, orang, dan lain sebagainya) yang bisa menimbulkan proses belajar. Sekolah berbasis adiwiyata menuntut untuk memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, salah satunya kebun toga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran menggunakan kebun toga sekolah sebagai sumber belajar matematika materi peluang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yaitu memberi gambaran tentang proses pembelajaran yang menggunakan kebun toga sekolah sebagai sumber belajar siswa memahami materi matematika. Sumber data yang digunakan yaitu dokumen yang berupa rancangan pembelajaran, lembar pengamatan, dan wawancara. Sumber belajar ini merupakan bentuk pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sekolah khusunya kebun toga sekolah bisa digunakan sebagai alternatif sumber belajar matematika materi peluang.

    Kata kunci: sumber belajar, kebun toga, peluang.

    • Pendahuluan
  •       Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti kebenarannya yaitu bahwa peserta didik atau siswa harus banyak berinteraksi dengan sumber belajar. Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang optimal. Sumber belajar adalah segala sesuatu (orang, alat, lingkungan, teknik, dan sebagainya) yang memberikan kemudahan kepada seseorang untuk belajar (Arif, 2004; Sudjana, 2007; Prastowo, 2012). Sumber belajar yang umum digunakan dalam pembelajaran matematika adalah buku teks, padahal sumber-sumber lain seperti lingkungan sekolah, internet, media, dan sebagainya dapat digunakan sebagai sumber belajar.

          Pendidikan matematika yang selama ini diajarkan disekolah pada umumnya terpaku pada satu sumber saja (Mahardiyanti, 2012; Sitepu, 2008). Kebanyakan guru dan siswa terpaku pada buku paket ditambah dengan Lembar Kerja Siswa (LKS). Hal ini membuat pembelajaran matematika monoton dan siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar. Para calon pendidik dan pendidik perlu dibiasakan belajar tanpa batas ruang kelas dan menggunakan dunia atau alam terbuka sebagai tempat belajar dan membelajarkan. Dengan demikian, berbagai ragam sumber belajar yang tersedia perlu diintegrasikan dan setiap anggota komunitas belajar dapat memperoleh akses dan menggunakannya sesuai dengan keperluan.

          Bila seorang pengajar maupun pembelajar sepenuhnya bergantung hanya pada apa yang diperolehnya di ruang belajar, ditambah beberapa pemahaman dari buku buku teks penunjang,  dapat dipastikan bahwa inovasi yang seharusnya tumbuh dari proses pembelajaran tidak akan tercipta. Lebih jauh lagi, seorang pengajar maupun pembelajar yang hanya bergantung kepada buku teks tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidangnya sekaligus tidak dapat memilah informasi atau pengetahuan mana yang akurat untuk diterapkan, yang validitasnya dapat dipertanggungjawabkan (Yohannes & Ana, 2005; Sitepu, 2008). Sementara jumlah sumber belajar di luar buku teks menjadi berlipat, sebenarnya waktu yang tersedia bagi seseorang untuk belajar dari berbagai sumber belajar sangat terbatas. Keadaan ini tentu memerlukan ketrampilan tertentu untuk memanfaatkan sumber belajar yang berlimpah yang tersedia demi memperoleh sumber pengetahuan yang relevan sesuai bidangnya. Di samping itu, dengan adanya pemahaman dan ketrampilan mengakses sumber belajar eksternal, seseorang akan dapat memperkaya khasanahnya dan memperkuat dasar keilmuannya agar siap dikembangkan di dunia yang mengalami pengkerutan baik secara ukuran maupun jarak virtual, namun semakin padat oleh informasi-informasi yang baru setiap harinya.

          Saat ini beberapa sekolah gencar mengikuti sekolah adiwiyata yang diseleksi mulai tingkat Kabupaten, Provinsi, Nasional, dan Mandiri. Sekolah adiwiyata adalah sekolah berbasis lingkungan dimana semua personil sekolah bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang indah, sehat, bersih, dan nyaman untuk belajar. Menjadi sekolah adiwiyata menjadi gengsi tersendiri antar sekolah. Lingkungan yang sehat dan nyaman memfasilitasi siswa untuk belajar dengan baik. Salah satu lingkungan di sekolah adiwiyata adalah adanya kebun tanaman obat keluarga atau yang biasa dikenal toga. Pada sekolah adiwiyata, pemanfaatan lingkungan sekolah yang bersih tersebut menjadi sarana atau sumber belajar yang dapat dimanfaatkan. Salah satu implementasi sekolah berbasis lingkungan adalah memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber dan sarana belajar (Landriany, 2014; Rismawati, 2013).

          Pada tingkatan sekolah menengah, sumber belajar materi peluang umumnya menggunakan buku paket atau LKS dari sekolah. Siswa dihadapkan pada data-data lalu menyelesaikan permasalahan yang ada.  Siswa mendapat contoh soal lalu mengerjakan soal yang selesaian sama dengan yang dicontohkan. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang memahami konsep peluang. Apabila soal diganti padahal konsepnya sama siswa sudah lupa.

          Penggunaan sumber belajar disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak. Pada anak sekolah menangah atas, siswa juga diharapkan mengerti bahwa kita harus menjaga lingkunan sebab lingkungan juga merupakan sumber inspirasi dan sumber belajar. Beberapa penilitan seperti Halimah (2008), Kasrina (2012), dan Hernawatai (2012) menyatakan bahwa lingkungan sumber belajar membawa dampak positif terhadap hasil belajar siswa.

          Materi peluang pada sekolah menengah atas merupakan salah satu materi yang dianggap sulit bagi siswa. Siswa kurang memahami perbedaan permutasi dan kombinasi, sehingga beberapa siswa bingung dan salah menggunakan rumus permutasi atau kombinasi. Dalam konsep kaidah pencacahan siswa juga hanya langsung disugukan suatu rumus tanpa membuktikan atau mengaplikasikan rumus yang telah diperoleh.

          Banyak penelitian membahas tentang sumber belajar matematika, diantaranya Hadjirrouit (2010), Lindiani (2012), Asbani (2011), dan Nguyen 2005). Namun belum ada yang menggunakan lingkungan yaitu kebun toga sebagai sumber belajar. Oleh karena itu peneliti merasa perlu mengadakan penelitian pemanfaatan kebun toga sekolah sebagai sumber belajar matematika khususnya materi peluang.

               

    • Metode Penelitian
  •      Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA di SMAN 1 Purwosari Pasuruan pada tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti ingin memberi gambaran secara jelas tentang pemanfaatan kebun toga sebagai sumber belajar materi peluang khususnya kaidah pencacahan. Dalam artikel ini akan dijelaskan secara teliti dan sejelas mungkin tentang prosedur pembelajaran matematika dengan memanfaatkan kebun toga.

         Pada penelitian ini menggunakan tiga sumber data, yaitu dokumen yang berupa rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa, serta wawancara. Rencana pelaksanaan pembelajaran dibuat sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan menyesuaikan tempat pembelajaran dan materi pembelajaran. Lembar pengamatan guru dan siswa dirancang dalam bentuk pertanyaan terbuka yang memungkinkan observer untuk menuliskan segala kejadian dan aktivitas yang terjadi. Observer aktivitas guru dan pada penelitian ini adalah salah satu guru matematika SMAN 1Purwosari, sedangkan peneliti sebagai guru juga merangkap untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Di akhir pembelajaran di adakan wawancara dengan beberapa siswa kategori kemampuan rendah, sedang, dan tinggi tentang respon mereka mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan. Data tersebut kemudian dianalisis dan dipaparkan berdasarkan fakta di lapangan.

               

    • Hasil dan Pembahasan
    •       Kebun toga adalah kebun yang berisi tanaman-tanaman obat seperti jahe, laos, lidah buaya, sirih, mahkota dewa, dan sebagainya. Toga adalah singkatan dari tanaman obat keluarga. Pengenalan tanaman toga dilingkungan sekolah sangat penting untuk memberi pengalaman siswa menanam, merawat, dan mengolah manfaat dari tanaman tersebut sebagai obat herbal. Namun, kebun toga ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran dan sumber belajar.
    •       Pada materi peluang dalam sub pokok pembahasan kaidah pencacahan siswa dituntut mengetahui banyak cara suatu benda disusun bauk secara berderet maupun melingkar. Materi peluang dipelajari siswa kelas XI semester dua pada materi matematika wajib. Langkah pertama yang harus dipersiapkan adalah rencana pembelajaran.
    •       Rencana pembelajaran berisi langkah-langkah pembelajaran dan alokasi waktu serta instrument penilaian. Pada pertemuan sebelumnya, siswa sudah dikelompokkan terdiri atas 4 orang siswa secara heterogen dalam setiap kelompoknya. Setiap siswa diwajibkan membawa tanaman dan sekop sebagai bahan untuk menanam tanaman toga di kebun sekolah. Setiap kelompok wajib membawa sekop, spidol, tiga buah tanaman lidah buaya dan empat buah tanaman serai. Masing-masing kelompok melabeli setiap jenis tanaman dengan abjad A, B, dan C.
    •       Pada pertemuan pertama, sebelum pembelajaran dimulai siswa diharapkan berkumpul dalam kelompoknya. Pada awal pembelajaran, guru memberi apersepsi dan pertanyaan pancingan kepada siswa mengenai materi prasyarat yang harus dipahami siswa terlebih dahulu. Siswa mula-mula dicek kelengkapan alat dan bahan yang perlu dibawa kemudian guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang harus dialksanakan siswa.
    •       Berikut urutan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik:
    • Siswa mengamati kebun toga. Disana, sudah ada beberapa tanaman dengan tatanan yang berbeda.
    • Guru memberi permasalahan kepada siswa berapa banyak cara menanan 3 lidah buaya yang berbeda secara berjajar? Bagaimana jika ada 5 lidah buaya yang berbeda? Bagaimana jika ada n lidah buaya? Ada berapa banyak cara menanam 4 tanaman serai secara melingkar? Bagaimana jika ada 6 tanaman serai yang berbeda? Bagaimana jika ada n tanaman serai?
    • Guru mengarahkan siswa untuk bertanya ada berapa banyak cara menanam tanaman toga tersebut.
    • Setiap kelompok menanam ketiga jenis tanaman yang telah dibawa. Untuk tanaman lidah buaya ditanam secara berjajar. Setiap kelompok harus sebisa mungkin menanam tanaman lidah buaya dalam urutan yang berbeda dengan kelompok lain. Setelah ditanam, siswa menuliskan urutan penanaman lidah buaya tersebut, misal ABC, BAC, atau BCA.
    • Untuk tanaman serai, siswa menanam secara melingkar dan harus diupayakan berbeda urutan penanamannya dengan kelompok lain.
    • Setelah menanam siswa mengamati hasil penanaman mereka dengan kelompok lain dan mencatat urutan penanaman dari masing-masing kelompok.
    • Siswa kemudian berdiskusi untuk mengamati dan memahami persoalan yang diberikan guru sambil mengamati tanaman-tanaman yang ada di kebun toga. Ada berbagai macam urutan penanaman di kebun tersebut.
    • Siswa secara berkelompok mendiskusikan permasalahan yang diberikan oleh guru.

      • Siswa berkumpul untuk mempresentasikan hasil temuan mereka dan guru membimbing jalannya diskusi.
    •       Secara konsisten guru mengawasi dan membimbing pada setiap proses pembelajaran. Siswa selain menanam juga diharapkan memahmi konsep yang dipelajari. Siswa diharapkan saling bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.

                  Ada tiga tanaman lidah buaya yang berlabel A, B, dan C. Maka kemungkinan urutan penanamannya dari kiri ke kanan antara lain: A B C, A C B, B C A, B A C, C A B, C B A. Berarti ada 6 cara penanaman. Untuk tanaman paling kiri ada 3 pilihan tanaman, setelah satu tanaman telah ditanam di sebelah kiri, maka bersisa 2 tanaman, dan yang terakhir bersisa 1 pilihan tanaman yang bisa ditanam. Secara perhitungan matematis banyak cara menanam 3 tanaman lidah buaya secara berjajar adalah sebagai berikut.

       Jadi, banyak cara menanam 3 tanaman lidah buaya secara sejajar adalah   cara. Sehingga jika ada 5 tanaman, maka banyak cara menanam secara berjajar adalah   cara. Akibatnya jika ada n tanaman ditanam secara sejajar maka ada n! cara.

                  
        
        
        
        
        
        
        
       Ada 4 tanaman serai yang ditanam secara melingkar maka urutan penanamannya adalah sebagai berikut.
        
        
        
       

       

      •  
      •  
    •            
        
        
        
        
        
        
        
        
        
        
        
       

                 

       

       

       

       

       

       

       

       

       

      Gambar 3.1 Permutasi siklis

                 

      Berdasarkan gambar 3.3 diperoleh bahwa ada enam cara penanaman empat tanaman serai, yaitu 6  cara. Sehingga juka ada enam tanaman maka ada   cara. Akibatnya jika ada n tanaman maka ada   cara.

                  Berdasarkan hasil observasi, siswa terlihat antusias untuk mengikuti pembelajaran, bahkan ada yang membawa cangkul dari rumah. Untuk menggali pengetahuan awal siswa, guru memberi siswa pertanyaan pancingan tentang materi yang diperlukan untuk dapat memudahkan siswa memahami materi peluang. Siswa meresponnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Guru menentukan kelompok siswa pada pertemuan sebelumnya sehingga siswa benar-benar siap dan waktu pembelajaran dapat dimaksimalkan dengan baik. Kemudian guru mengajak siswa untuk ke kebun toga sambil membawa peralatan berkebun dan alat tulis. Guru menginstruksi siswa untuk mengamati penanaman tanaman di kebun toga tersebut kemudian guru menanayakan permasalahan banyak cara urutan penanaman tanaman-tanaman tersebut.

                  Siswa menanam tanaman yang mereka bawa masing-masing sesuai urutan yang telah diatur. Saat proses penanaman, terjadi sedikit kegaduhan karena setiap kelompok dituntut menanam dengan urutan yang berbeda dengan kelompok lain. Akibat permasalahan tersebut, terjadi kompetisi siapa yang tercepat menanam agar tidak sama dengan kelompok lain. Guru sengaja membiarkan namun tetap diawasi supaya ada unsur permainan atau kompetisi supaya siswa aktif dan kreatif. Satu siswa dari masing-masing kelompok bertugas mengecek urutan penanaman mereka apakah sama dengan kelompok lain. Guru melayani pertanyaan dari siswa dan membimbing siswa. Kelompk yang sudah tidak dapat menemukan urutan penanaman yang berbeda diperbolehkan sama dengan kelompo lain dengan catatan mereka sudah berusaha menemukan cara penanaman yang lain namun sudah tidak dapat menemukan.

                  Setelah semua tanaman tertanam dengan baik, masing-masing kelompok mengamatinya. Kemudian mereka mendiskusikan banyak urutan penanaman lidah buaya dengan urutan yang berbeda dan penanaman serai dengan penanaman melingkar. Setelah siswa memanfaatkan tanaman di kebun toga sebagai sumber belajar materi kaidah pencahahan, siswa kemudian  secara kelompok menjawab permasalahan yang diberikan guru di awal pembelajaran. Siswa terlihat semangat berdiskusi walau kondisi mereka kotor dan guru berkeliling mengamati dan membimbing diskusi kelompok.

                  Pada akhir pembelajaran, siswa kembali ke kelas dan melaksanakan diskusi kelas. Guru menunjuk beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka dan kelompok lain menanggapi. Guru membimbing dan mengarahkan siswa untuk menyimpulkan cara menentukan banyak cara mengatur suatu objek secara berjajar dan melingkar.

                  Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran ada beberapa kendala, yaitu beberapa kelompok misal kelompok 1, 2, dan 7 belum memberi label nama pada tanaman mereka. Seharusnya guru memastikan pelabelan sebelum pembelajaran dimulai agar tidak memakan waktu lama. Guru juga harus menyiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam karena hal ini membutuhkan lahan yang cukup agar tidak berdesakan dengan tanaman lain. Selain itu kendala dalam pelaksanaan pembelajaran di kebun antara lain membutuhkan manajemen waktu dan menejemen kelas yang baik. Guru harus bekerja ekstra mengontrol siswa dan mengontrol waktu pembelajaran agar selesai dengan tepat. Pelaksanaan pembelajaran ini juga harus ditunjang dengan tersedianya lahan yang cukup.

                  Untuk mengatasi beberapa kendala di atas, diperlukan persiapan yang matang. Guru harus menyiapkan rencana pembelajaran dengan baik dan menaati setiap langkah pembelajaran dan alokasi waktu yang telah dibuat. Guru ada baiknya menentukan ketua kelompk agar setiap ketua kelompok bertanggung jawab akan kelompoknya sehingga manajemen kelas dapat terkontrol. Pembagian kelompk juga harus heterogen sehingga diskusi kelompok dan diskusi kelas dapat berjalan dengan baik.

                  Siswa awalnya kebingungan bagaimana cara urutan menanam agar sesuai perintah guru yaitu tidak boleh sama urutannya dengan kelompok lain. Misalnya dalam penanaman tiga tanaman lidah buaya, enam kelompok dapat menanam dengan urutan yang berbeda satu sama lain, namun ada tiga kelompok yang terpaksa sama dengan kelompok lain. Mereka mencoba-coba di buku mereka apa saja kemungkinan cara penanamannya. Namun mereka hanya menemukan 6 cara dan terpaksa sama dengan salah satu kelompok lain. Guru kemudian menanyakan kepastian apakah memang sudah tidak ada cara penanaman dengan urutan yang berbeda lagi. Setelah siswa memastikan sudah tidak ada, guru mempersilakan siswa menanam sesuai urutan yang mereka ingin walaupun sama dengan kelompok lain.

                  Selama proses pembelajaran di kebun, siswa harus dipastikan kondusif dan benar-benar mengerjakan apa yang menjadi tugas mereka. Ketika diajak untuk berkumpul untuk memasuki diskusi kelas siswa terkesan masih enggan meninggalkan tanaman yang mereka tanam. Lalu guru mengajak siswa berkumpul di taman sekolah untuk mendiskusikan hasil temuan mereka. Beberapa kelompok mempresentasikan hasil temuan mereka dan kelompok lain menanggapi. Mereka takjub ternyata jika ada 5 tanaman lidah buaya ditanam secara berjajar ternyata ada 120 cara. Hal tersebut tidak mungkin mereka daftar dan coba satu-satu. Dari pengalaman belajar tersebut akhirnya mereka memahami pentingnya belajar peluang.

                  Dengan menggunakan tanaman toga sebagai sumber belajar kaidah pencacahan, siswa dapat memahami urutan apa saja yang mungkin sekaligus mendapat rasa bangga telah membantu menciptakan tempat asri di sekolah. Biasanya siswa hanya terpaku dengan simbol A, B, dan seterusnya atau hanya nama suatu benda yang disusun tanpa melakukan sesuatu. Melaui kegiatan ini, siswa selain belajar juga mendapat pengalaman. Selain itu berdasarkan hasil wawancara siswa merasa senang. Rasa senang siswa dalam pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa (Hernawati,  2012).

                  Lingkungan adalah mencakup segala hal yang ada di sekitar kita. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada individu. Sumaatmadja (1996) memaknai lingkungan sebagai "segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhan manusia yang bersangkutan." Lingkungan sebagai sumber belajar menurut Solchan (1994) dilihat dari ragamnya, sumber belajar dapat dibedakan menurut sifat dan pengembangannya. Menurut sifat dasarnya, sumber belajar dapat dibagi dua, yakni (a) sumber belajar insani, dan (b) sumber belajar non insani. Sedangkan dilihat dari sifat pengembangannya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) learning resources by design, yaitu sumber belajar yang dirancang dengan sengaja dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran yang telah diseleksi, dan (b) learning resources by utilitarian, yaitu sumber belajar (lingkungan) yang ada di sekeliling sekolah yang dimanfaatkan untuk memudahkan peserta didik yang sedang belajar dan sifatnya insidental

                  Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, mereka senang dengan adanya aktivitas belajar di luar kelas terutama di kebun toga. Mereka merasa lebih tertarik  mempelajari materi peluang karena ternyata ada aspek kebermanfaatannya. Siswa merasa lebih memahami suatu konsep matemtika karena melihat langsung manfaat mempelajari materi tersebut. Berikut petikan wawancara dengan salah satu siswa berkemampuan rendah.

      Guru    :

      "Apakah sebelumnya pernah mengalami pembelajaran di luar kelas? Bagaimana perasaan Anda?"

      Siswa   :

      "Pernah tapi pelajaran Biologi Bu. Senang sekali, bosan belajar di kelas terus"

      Guru    :

      "Apakah materi peluang sulit? Bagaimana opini Anda tentang materi peluang setelah melalui pembelajarn di kebun toga? "

      Siswa   :

      "Sangat sulit bu. Setelah pelajaran kemarin jadi lumayan ngerti."

      Guru    :

      "Apa kesulitan belajar di luar kelas?"

      Siswa   :

      "Tidak ada sih Bu, paling cuma kotor saja."

      Guru    :

      "Apa kelebihan belajar di luar?"

      Siswa   :

      "Senang karena bisa refreshing, tidak bosan di kelas terus, terus belajar menanam tanaman toga seru banget Bu daripada ngitung-ngitung di kelas. Materi juga bisa dipahami dengan melihat penanaman di kebun toga kemarin."

      Guru    :

      "Apakah motivasi belajar matematika Anda meningkat setelah pembelajaran kemarin?"

      Siswa   :

      "Iya bu, ternyata matematika juga tidak melulu angka-angka, tanaman juga bisa"

      Guru    :

      "Bagaimana Anda memanfaatkan kebun toga sebagai sumber belajar?"

      Siswa   :

      "Ya dengan melihat kebun toga jadi bisa memahami materi kemarin Bu. Selain itu jadi lebih peduli dengan lingkungan."

      Guru    :

      "Bagaimana kesan, pesan dan saran Anda?"

      Siswa   :

      "Bagus bu, lain kali kita main-main di kebun lagi"

                  Secara umum siswa berkemampuan rendah senang pembelajaran di luar kelas terutama menggunakan kebun toga sebagai sumber belajar. Mereka lebih mudah menerima materi melalui sumber belajar yang nyata dan berbasis lingkungan. Secara umum motivasi belajar mereka meningkat pada materi kaidah pencacahan melalui pembelajaran memanfaatkan kebun toga sebgai sumber belajar.

                  Hasil wawancara dengan siswa berkemampuan sedang, sebagian besar siswa senang pembelajaran di luar. Mereka juga merasa lebih termotivasi belajar matematika materi kaidah pencacahan karena merasa ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga merasa lebih memahami materi. Sedikit berbeda dengan siswa kemampuan tinggi, sebagian siswa senang pembelajaran di luar karena sebgai variasi pembelajaran. Namun, sebagaian merasa tidak ada perbedaan motivasi belajar baik menggunakan sumber belajar tanaman toga ataupun buku. Motivasi belajar mereka juga tetap tinggi baik di kelas maupun di luar kelas. Secara keseluruhan dapat disimpulkan pembelajaran matematika materi kaidah pencacahan menggunakan sumber belajar tanaman toga menyenangkan sekaligus meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dapat menjadi alternatif pembelajaran matematika yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar sekaligus mengenalkan siswa tanaman obat sehingga menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan.

       

      • Simpulan 
    • Kesimpulan     

                  Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan memanfaatkan kebun toga sebagai sumber belajar sangat menarik. Siswa terlihat antusias dan aktif mengikuti proses pembelajaran. Salah satu topik pembelajaran matematika yang dapat memanfaatkan kebun toga sebagai sumber belajar adalah kaidah pencacahan, yaitu banyak cara menanam, mengatur, dan sebagainya. Selain belajar, siswa juga dapat memahami pentingnya menjaga lingkungan dan menyadari bahwa lam sekitar juga merupakan sumber belajar.

      DAFTAR RUJUKAN

       

      Arif, Sadiman. 2004. Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pembelajaran.

       

      Asbani. 2011. Pengembangan Sumber Belajar Matematika Berbantuan Komputer Untuk Peserta    Didik Sekolah Dasar. Thesis. Yogayakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

      Hadjerrouit, Said. 2007. A Blended Learning Model in Java Programming:A Design-Based Research Approach. Proceedings of the 2007 Computer Science and IT Education             Conferenc.

      Halimah, Lely. 2008. Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar dalam Upaya        Meningkatkan Kompetensi Berbahasa Indonesia Siswa Kelas 4 SD Laboratorium UPI      Kampus Cibiru. Jurnal Pendidikan Dasar Nomor: 10- Oktober 2008.

      Hernawati, Kuswari. 2012. Pemanfaatan Sumber Belajar Berbasis Edutainment dalam          Pembelajaran Matematika Siswa Sekolah Dasar.  Prosiding Semainar Nasional Matematika dan Pendidikan MAtematika Berbasis Riset Universitas Negeri Sebelas Maret       2012.

       

      Kasrina & Sri Irawati. 2012. Ragam Jenis Mikroalga di Air Rawa Kelurahan Bentiring Permai           Kota Bengkulu sebagai Alternatif Sumber Belajar Biologi SMA. Jurnal Exacta, Vo. 1 No.      1 Juni 2012, ISSN 1412-3617.

       

      Landriyani, Ellen. 2014. Implementasi Kebijakan Adiwiyata dalam Upaya Mewujudkan       Pendidikan Lingkungan Hidup di SMA Kota Malang. Jurnal Kebijakan dan    Pengembangan Pendidikan, Vol. 2 No.1 ISSN: 2337-7623.

      Lindiani. 2012. Pengembangan Sumber Belajar. Thesis.

      Mahardiyanti, Taurinda. 2012. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika dengan      Pemberian Tugas Artikel Intrenet. Jurnal Ilmiah Pendidikan, ISSN: 2345-5968. Hal 67-66.

      Nguyen, Diem M. 2005. Using Web-Based Practice to Enchance Mathematics Learning And            Achievement. Journal of Interactive Online Learning Volume 3, Number 3, Winter 2005.

       

      Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

      Rismawati, Tri. 2013. Efektivitas Program Adiwiyata sebagai Upaya Penanaman Rasa Cinta             Lingkungan di SMP Negeri 3 Malang. Jurnal Online Um Vol 2 No. 1.

       

      Sitepu, B. P. 2008. Pengembangan Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Penabur No.11 Tahun ke 7.

      Sudjana, Nana. 2007. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar

      Sumaatmadja. 1998. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung:     CZ. Alfabeta..

      Yohannes, H. C. & Ana, Ika Dewi. 2005. Sumber Beljar Eksternal. Yogyakarta: UGM Perss.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun