Mohon tunggu...
Dian Kurnia
Dian Kurnia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kolomnis Lepas yang masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melegitimasi Keburukan

3 Desember 2012   16:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:14 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setengah abad lebih usia kemerdekaan tidak menjadikan bangsa dan negara ini dewasa. Jika harus dijawab dengan jujur, kita semakin terbelakang dalam banyak hal. Ketidakadilan akibat pembajakan terhadap negara, kriminalisme dan radikalisme akibat tumpulnya pisau hukum, serta kebodohan dan kemiskinan akibat kebijakan-kebijakan “tak cerdas” penguasa, kian menelanjangi tubuh lusuh Pancasila. Garuda yang dulu gagah berani, kini menangis lusuh diterjang badai korupsi.

Radiasi Zaman Edan

Kita tengah hidup di negeri paradoks plus plus ironi. Ketika para pejabat dewan berendam nyaman di ruang ber-AC membicarakan agenda-agenda “terselubung” –sambil memutar tontonan tidak senonoh–, di bawah kawanan rakyat jelata harus rela menerjang kerasnya hidup di lorong-lorong sempit tanpa cahaya. Kesenjangan sosial tak lagi tabu di Ibu Kota Negara. “Kontrasmu bisu,” kata Iwan Fals.

Slogan pembangunan hanya menjadi narasi pembuka pertunjukan wayang sang penguasa. Apa jadinya nasib anak cucu kita di masa depan ketika jaminan kehidupan damai, sejahtera, dan sentosa tak ada? Tak ada yang menjamin berarti tak ada yang bertanggung jawab. Tak ada yang bertanggung jawab berarti tak ada lagi harapan untuk kehidupan lebih baik di masa datang. Kecuali jika Tuhan “masih sudi” memberikan karunia-Nya kepada negeri “para pembangkang” ini.

Benar apa yang ditulis Ranggawarsita (1802-1873) dalam Serat Kaladhita, “Amenangi jaman edan/Ewuh aya ing pambudi/Milu edan nora tahan/Yen tan milu anglakoni/ Boya kaduman melik /Kaliren wekasanipun /Ndilalah karsa Allah/Begja-begjane kang lali/ Luwih begja kang eling lawan waspada.” (mengalami zaman gila (edan)/sulit (diterima) nalar sehat/ikut gila tiada tahan/jika tidak ikut menjalani (kegilaan)/tidak kebagian harta benda/kelaparanlah akhirnya/takdir kehendak Allah/seberuntung-beruntungnya orang yang alpa/lebih beruntung (orang) yang ingat dan waspada).”

Maka, akan lebih bijaksana jika kita tetap istiqomah bersimpuh di keheningan malam, bermunajat seraya memanjatkan doa-doa yang tulus kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Dia tetap sudi melimpahkan karunia-Nya untuk negeri ini. Untuk masa depan anak cucu kita. Serta lebih meningkatkan kesungguhan (niat) untuk menjauhkan diri, keluarga, dan masyarakat sekitar dari perilaku-perilaku koruptif yang hanya akan mencederai keutuhan bangsa dan negara tercinta. Sebab, melegitimasi keburukan berarti menggali lubang kubur sendiri. Ini petaka.[]

Penulis, Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun