Mohon tunggu...
Dian Kurniawati
Dian Kurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi STAI Al-ANWAR Sarang Rembang

Salah satu hobi saya adalah membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perspektif Bem UI dan TNI di Papua

6 Juli 2024   12:35 Diperbarui: 6 Juli 2024   14:03 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Papua: Antara Pelanggaran HAM dan Tantangan Integrasi – Perspektif BEM UI dan TNI 

Oleh: Dian Kurniawati

Belakangan ini, hubungan antara Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) memanas, dipicu oleh unggahan BEM UI di akun Instagram mereka @bemui_official pada Selasa, 26 Maret 2024 yang mengkritik dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh aparat TNI di Papua. Unggahan ini disertai dengan tagar #TNI_Aniaya_Sipil dan #HentikanPelanggaranHAM_Papua. Yang menuai kritik dari beberapa pihak, termasuk TNI.

BEM UI menuduh aparat TNI melakukan penganiayaan terhadap warga sipil, penangkapan sewenang-wenang tanpa proses hukum yang jelas, dan pembatasan akses terhadap jurnalis dan pekerja kemanusiaan di Papua berdasarkan laporan berbagai organisasi non-pemerintah dan juga berdasarkan video yang beredar. Namun TNI membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa video yang beredar telah diedit dan dimanipulasi, BEM UI hanya melihat isu keamanan Papua dari kacamata HAM, tetapi tidak memperhatikan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Selain itu, TNI juga menuduh BEM UI tidak memiliki data yang valid dan hanya mengandalkan informasi dari sumber-sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pihak TNI juga menantang BEM UI untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di wilayah rawan (KKB) Papua agar mereka dapat melihat langsung situasi di lapangan dan mendapatkan gambaran yang lebih objektif. 

Permasalahan ini memicu perdebatan di masyarakat serta kalangan akademisi tentang isu pelanggaran HAM di Papua. Polemik ini juga menunjukkan adanya ketegangan antara TNI dengan masyarakat sipil di Papua. Kepercayaan publik terhadap TNI menjadi terkikis akibat dugaan pelanggaran HAM yang diduga telah berulang kali terjadi.

BEM UI dalam pernyataannya menuntut TNI untuk menghentikan operasi militer, pelanggaran HAM di Papua dan menyelesaikan akar permasalahan di wilayah tersebut. Mereka juga mendesak pemerintah untuk memproses aparat yang terbukti melakukan pelanggaran HAM. Pernyataan ini didasari oleh laporan-laporan tentang dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum prajurit TNI terhadap masyarakat sipil di Papua.

Untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan dialog terbuka dan konstruktif antara BEM UI, TNI, dengan kelompok-kelompok separatis di Papua. Juga perlu dilakukan investigasi independen dan transparan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di Papua. Jika terbukti ada pelanggaran HAM, aparat yang bertanggung jawab harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan diperlukan upaya pencegahan untuk memastikan agar pelanggaran HAM tidak terulang kembali di masa depan, kemudian memerlukan edukasi dan pelatihan kepada aparat TNI dan Polri tentang HAM dan cara menangani masyarakat sipil dengan hormat.

Polemik ini merupakan isu yang kompleks dan sensitif. Salah satu masalah yang kompleks yaitu BEM UI menggunakan media sosial untuk menyampaikan kritiknya terhadap dugaan pelanggaran HAM. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang batas-batas kebebasan berekspresi bagi mahasiswa dalam mengkritik aparat negara. Penting untuk menyikapi masalah ini dengan bijak dan menghindari provokasi. Informasi yang beredar di media sosial harus diverifikasi terlebih dahulu sebelum disebarkan. Dan kita semua harus mendorong terciptanya perdamaian dan penghormatan terhadap HAM di Papua.  

Menurut teori Keadilan John Rawls, Dalam konteks kasus ini, BEM UI dapat dilihat sebagai pihak yang menyuarakan hak asasi manusia warga Papua, yang mungkin termasuk dalam kategori "mereka yang paling tidak diuntungkan". Kritik BEM UI dapat dilihat sebagai upaya untuk mencapai "keadilan sebagai keadilan" dengan memastikan bahwa hak asasi manusia di Papua dilindungi. 

Sedangkan menurut teori Utilitarianisme Jeremy Bentham, kritik BEM UI terhadap TNI mungkin memiliki konsekuensi positif dalam mendorong akuntabilitas dan transparansi dalam institusi TNI. Namun, kritik ini juga dapat menimbulkan konsekuensi negatif, seperti ketegangan antara TNI dan masyarakat sipil. Menurut Bentham, tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan konsekuensi positif terbanyak bagi masyarakat secara keseluruhan.

 Dan apabila kita menganalisis menggunakan teori Hak Alami John Locke, BEM UI dapat dilihat sebagai pihak yang memperjuangkan hak asasi manusia warga Papua, yang termasuk dalam hak alami manusia. Kritik BEM UI terhadap TNI dapat dilihat sebagai upaya untuk memastikan bahwa pemerintah Indonesia, termasuk TNI, bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang sah.

Kesimpulan nya adalah Permasalahan BEM UI dengan TNI di Papua dapat dianalisis dari berbagai perspektif, termasuk teori keadilan Rawls, utilitarianisme Bentham, dan teori hak alami Locke. 

Masing-masing teori menawarkan sudut pandang yang berbeda tentang peran dan kewajiban institusi negara, hak asasi manusia, dan batas-batas kebebasan berekspresi. Penting untuk mempertimbangkan semua perspektif ini dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan untuk permasalahan ini. Dialog dan komunikasi yang terbuka dan konstruktif antara semua pihak yang terlibat sangat penting untuk mencapai solusi tersebut.

Polemik ini juga menjadi sorotan media internasional. Beberapa media internasional, seperti BBC dan Al Jazeera, telah memberitakan tentang masalah ini. Polemik ini menjadi perbincangan hangat di media sosial dan media massa. 

Beberapa pihak mendukung pernyataan BEM UI dan mendukung langkah BEM UI yang dianggap berani dalam mengangkat isu HAM di Papua, yang sering kali terabaikan oleh media dan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa kritik dari mahasiswa adalah bagian dari kebebasan berpendapat dan penting dalam menjaga demokrasi dan transparansi. 

Pihak tersebut juga mendesak agar TNI menghentikan pelanggaran HAM di Papua. Pihak lain, termasuk TNI, mengkritik pernyataan BEM UI kurang bijaksana dan menganggapnya provokatif. Beberapa akademisi juga mengingatkan pentingnya verifikasi data sebelum membuat pernyataan publik yang sensitif. Masyarakat internasional juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Papua dengan serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun