Status Boss Madyang di Group KPK Facebook yang merujuk ke artikel Rahab Ganendra di Kompasiana, mengingatkan saya akan Pasar Baru, Jakarta Pusat.Â
Pasar Baru bagi saya ibaratnya arena bermain. Karena sejak awal 1980an, minimal sekali seminggu saya akan pergi ke sana. Berbelanja bahan baku fotografi untuk kebutuhan studio, maupun untuk dagangan. Seperti Film, kertas foto, bahan kimia untuk mencetak pas foto hitam putih, bingkai foto dan sebagainya.Â
Undangan KPK yang dimuat di Kompasiana tersebut, membuat saya ingin bernostalgia di Pasar Baru. Apalagi kali ini kami ditawarkan makan ayam serundeng, yang bagi saya adalah sesuatu yang baru dan belum pernah menikmatinya. Mendengar namanya saja baru juga kali ini.Â
Juga, sejak beralih ke kamera digital, saya jarang ke Pasar Baru. Dan lagi saat ini saya tidak lagi tinggal di Tomang, tapi sudah pindah ke Tangerang, walau aktifitas saya sehari-hari tetap di Jakarta.
Berangkat dari tempat kerja di Kota Bambu, saya naik Grab ke Pasar Baru. Tidak sampai 15 menit saya sudah sampai di Harco Pasar Baru. Di Group WA saya membaca kalau sudah ada teman yang juga sudah sampai di tempat kami janjian berkumpul. Tapi karena azan Ashar sudah berkumandang, sebelum sampai di tempat berkumpul, Â saya minta izin dulu untuk shalat di mushalla An Nur yang berada di atap Harco Pasar Baru.
Selesai shalat saya lalu menuju tempat teman-teman sudah berkumpul di teras pertokoan Atom Pasar Baru. Setelah berkumpul semua kami pun berjalan kaki menuju lokasi warung yang menjual Ayam Serundeng yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari posisi kami semula.Â
Awalnya saya menduga warung ini ada di puja sera Harco Pasar Baru. Nggak taunya "warung" tersebut berada di kaki lima dekat tangga yang berada di samping Harco Pasar Baru.Â
Berbekal hanya sebuah tampah berdiameter tidak sampai satu meter, di hadapan kami terletaklah ayam goreng berwarna kehitaman. Kamipun lalu duduk di bangku dan juga sebagian di tangga pertokoan, mengelilingi tampah berikut penjualnya.Â
Di bagian tengah tampah teronggok potongan ayam goreng yang terdiri dari paha, dada, sayap, juga kepala ayam. Di sekelilingnya bersusun jeroan ayam yang ditusuk seperti sate yang diantaranya terdapat usus, hati, ampla dan lainnya.Â
Sebagai topingnya disebarkan serundeng kelapa yang sudah dibumbui dan berwarna coklat kehitaman. Serundeng kelapa inilah yang kemudian dipakai sebagai nama masakan ayam goreng ini, Ayam Serundeng . Â Â
Kusniah, demikian nama pedagang Ayam Serundeng ini. Bersama Pranata sang suami yang dengan setia mendamping sang istri berjualan bahkan juga bertugas sebagai "kasir" yang menerima pembayaran dari para pembeli dagangan mereka.
Menurut kisahnya saat kami ajak ngobrol, pak Pranata maupun ibu Kusniah yang saling bantu menceritakan kisah perjalanan bisnis mereka, merceritakan bahwa usaha mereka ini bermula sejak tahun 2002, dengan menjajakan barang dagangan mereka di sekitar pertokoan Pasar Baru.
Mengasong ini mereka jalani selama 3 tahun. Setelah dikenal oleh warga maupun pedagang serta pengunjung, akhirnya mereka mulai membuka lapak di jalan sisi belakang gedung Harco Pasar Baru.Â
Menghabiskan 10 ekor ayam sehari, mereka mulai buka pukul 4 sore. Karena sudah cukup dikenal dan juga karena masakan Ayam Serundeng mereka cukup enak, hanya dalam waktu 2 jam dagangan mereka pun ludes diserbu pembeli. Karena masakan ayam serundeng mereka ini sudah cukup dikenal, sering juga mereka mendapat pesanan untuk hajatan.Â
Dari hasil berdagang Ayam Serundeng ini, pasangan suami istri yang berasal dari Cirebon dengan tiga anak ini berhasil menuntaskan sekolah anak mereka hingga jadi sarjana. Malah anak bungsu mereka yang bernama Seno Aji, saat ini berhasil mendapat beasiswa dan telah 5 tahun berada di Jepang dengan berhasil menyelesaikan S2 dan kini tengah mengikuti program S3 Fisika.