Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Rumah Si Pitung di Marunda

19 Juli 2019   08:27 Diperbarui: 19 Juli 2019   08:33 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kursi malas berisikan berbagai perlengkapan dapur di atasnya. (Dokpri)

Sebuah tawaran untuk berkunjung ke rumah si Pitung di Marunda, Jakarta Utara, datang dari Kompasianer Muthia Alhasany, yang juga admin Kompasiana Click, komunitasnya para pecinta Commuter Line, Jakarta.

Tanpa berpikir panjang lagi, saya jawab pesan yang disampaikan lewan WhatsApp itu; Mau! Maka berkumpullah kami di Stasiun Kota, sebanyak 13 orang kompasianer, plus calon kompasianer, Fahmi, Putra dari pasangan Okti Li dengan Iwan yang lebih dikenal di akun FBnya sebagai Gauss O Ne, Sabtu tanggal 13 Juli lalu.

Dari Stasiun Kota, kami memulai perjalanan dengan kereta Commuter Line menuju Tanjung Priok. Dari Stasiun kami menyeberang ke terminal bus, lalu kemudian menuju halte bus Transjakarta. Ingin lebih cepat sampai di Marunda kami naik bus Transjakarta dan turun di halte jalan Enggano. Rupanya kami salah duga, rupanya bus yang sama juga berangkat dari terminal Tanjung Priok, akhirnya terpaksa menunggu bus Transjakarta yang menuju ke Marunda sekitar 20 menit.

dokpri
dokpri

Menaiki bus Transjakarta seukuran Kopaja tersebut, kami meluncur melewati jalan Sulawesi, lalu mendekat ke arah pelabuhan kontainer dan belok kanan melewati jalan raya Koja dan bablas menuju Cilincing, berpapasan dengan truk-truk pembawa kontainer berukuran 20 maupun 40 feet, atau panjang sekitar 6 dan 12 meter.

Sampai di Marunda, hal yang pertama yang paling menonjol menyambut kedatangan kami adalah Rusunawa Marunda yang terdiri dari 4 cluster yang mencakup 29 Blok dan 2880 unit. Dari jauh Rusun tersebut terlihat menarik karena setiap blok di cat dengan warna yang berbeda. Dari pertigaan yang merupakan halte terakhir menjelang Rusunawa kami disambut oleh sebuah Gapura bertuliskan RUMAH SI PITUNG dan dibawahnya tertulis; 12 Jalur Destinasi Wisata Pesisir.

Turun dari bus Transjakarta, dengan berjalan kaki kami menuju rumah si Pitung yang jaraknya sekitar 500 meter dari Gapura. Hal pertama yang saya lakukan saat sampai di komplek rumah si Pitung itu, adalah; melaksanakan shalat ashar di mushalla yang terdapat di samping rumah Si Pitung. Selesah shalat, barulah saya dan teman-teman memasuki rumah si Pitung.

Masdjid Al-Alam, yang berdiri tidak jauh dari rumah si Pitung. (Dokpri)
Masdjid Al-Alam, yang berdiri tidak jauh dari rumah si Pitung. (Dokpri)
Setelah mengambil beberapa foto di halaman dan pekarangan rumah, saya lalu naik rumah panggung tersebut melalui satu-satunya tangga yang berada di ujung selatan rumah. Hal pertama yang terlihat saat saya sampai di anak tangga paling atas adalah rumah kosong, hanya ada meja tamu di sisi kanan ruang tamu. Saat saya masuk, di sebelah kanan terdapat kamar tidur. Karena hanya satu-satunya kamar tidur yang terdapat di rumah tersebut, sempat juga timbul pertanyaan, apakah si Pitung hidup sendiri di rumah sebesar itu? Tapi membaca dari berbagai sumber bacaan, rumah tersebut awalnya adalah rumah juragan ikan di Marunda yang diberikan kepada si Pitung.

Tangga untuk naik ke rumah si Pitung (Dokpri).
Tangga untuk naik ke rumah si Pitung (Dokpri).

Masuk lebih ke dalam lagi saya menemukan ruang makan, yang di tempati sebuah meja makan lengkap dengan kursi dan sebuah lampu gantung yang dalam keadaan menyala. Ada beberapa perlengkapan minum di atas meja, berupa kendi dan dua gelas yang juga menyerupai kendi kecil. Membayangkan rumah itu hanya ditempati satu orang, masuk akal juga kalau perlengkapan yang ada di sana juga minim.

Ruang tamu dan sepasang baju lengkap si Pitung  (Dokpri)
Ruang tamu dan sepasang baju lengkap si Pitung  (Dokpri)

Melihat lapangnya ruangan di rumah ini, timbul juga pertanyaan: buat apa rumah sebesar ini, kalau penghuninya hanya satu orang? Tapi jawaban yang timbul adalah; mungkin pemilik rumah sebelumnya adalah keluarga besar, atau, karena memang orang kaya sebagai juragan ikan, bisa dimaklumi juga bila dia membangun sebuah rumah besar untuk keluarganya, terlepas dia mempunyai keluarga besar atau tidak.

Satu-satunya kamar tidur yang terdapat di rumah si Pitung. (Dokpri).
Satu-satunya kamar tidur yang terdapat di rumah si Pitung. (Dokpri).

Di salah satu sudut ruang yang cukup luas itu juga terdapat sepasang kursi tamu, dan di bagian ujung  terdapat sebuah bangku yang terbuat dari bambu yang kalau melihat bentuknya, itu adalah sebuah kursi malas buat tiduran atau santai disaat senggang. Di atas kursi malas tersebut terdapat beberapa peralatan dapur, seperti dandang, ulekan cabe, cetakan kue dan juga sebuah lesung berikut alu.

Ruang makan dengan perlengkapan minum di atas meja. (Dokpri)
Ruang makan dengan perlengkapan minum di atas meja. (Dokpri)

Saya coba untuk membayangkan suasana rumah itu dimasa lebih dari seratus tahun silam, namun karena minimnya sarana pendukung rumah tersebut, saya gagal untuk menyelaminya.

Kursi tamu di ruangan dalam. (Dokpri)
Kursi tamu di ruangan dalam. (Dokpri)

Ruang dalam yang cukup luas (Dokpri)
Ruang dalam yang cukup luas (Dokpri)

Kursi malas berisikan berbagai perlengkapan dapur di atasnya. (Dokpri)
Kursi malas berisikan berbagai perlengkapan dapur di atasnya. (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun