Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Upah Pertama Hasil Cucuran Keringatku

25 April 2019   09:54 Diperbarui: 25 April 2019   20:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah puas bermain air, aku keluar kembali ke jalan raya yang juga berfungsi sebagai halaman masjid. Aku menoleh ke kanan, pandangan mataku menelusuri jalan lurus mulai dari halaman masjid melewati kampung dengan rumah di sisi kiri dan kanannya, terus melalui turunan menuju persawahan yang membentang hingga mentok di jembatan yang melintang di atas sungai yang di kampung kami disebut Agam. 

Sepinya kampung yang hanya sesekali dilintasi warga dengan berjalan kaki atau bersepeda, membuat aku mengalihkan pandangan ke jalan yang ada di sisi kiriku. 

Berbeda dengan jalan yang berada disisi kananku yang lurus, jalan yang berada di sisi kiriku justru berbelok. Belokan pertama tentu saja di sudut masjid. Karena masjid ini benar-benar berada di sudut jalan raya. Jalan ini selanjutnya melengkung ke kanan yang sekitar satu kilo kemudian akan sampai di perbatasan nagari Kamang Ilir dan Nagari Salo.

Rasa ingin tahu membuat aku berjalan ke arah kiri, melewati belokan panjang hingga ke dusun Banau, dimana jalan mulai agak lurus lagi.

Sampai di dusun Banau, setelah melewati sebuah rumah kecil yang kami sebut gudang milik keluarga ayahku di sebelah kanan ujung tikungan, yang saat itu tidak berpenghuni, aku melewati turunan. Di dasar turunan sebelah kanan jalan terdapat sebuah pabrik pembuatan batu bata yang terbuat dari tanah liat. 

Aku lalu masuk ke halaman pabrik batu bata itu, sebuah truk parkir disana. Rupanya truk itu sedang dimuat dengan batu bata yang akan dikirim kepada pemesan. Aku tidak tahu, apakah yang memesan orang yang lagi membangun rumahnya, atau toko yang menjual alat bangunan.

Pemuatan batu bata ke dalam truk itu hanya dilakukan dua orang. Satu orang mengangkat dari tumpukan batu bata di depan pabrik dan satu orang lagi menunggu di atas truk, menyusun dengan rapi batu bata ke dalam truk. Satu orang lagi yang berada disana adalah pemilik pabrik batu bata. 

Dia bukanlah orang kampung kami, melainkan dari kampung lain yang melihat potensi tanah liat kampung kami yang bisa dibuat jadi batu bata merah. Sang pemilik pabrik batu bata juga sekalian menghitung berapa jumlah batu bata yang sudah di muat ke dalam truk.

Melihat yang mengangkut batu bata hanya satu orang, di hatiku timbul keinginan untuk membantu. Tanpa disuruh siapapun, aku lalu mendekati tumpukan batu bata yang akan diangkat ke dalam truk.

Karena sudah melihat bagaimana cara bagaimana si pengangkat membawa batu bata dari tumpukan ke truk, akupun melakukan hal yang sama. Mengambil dua batu bata lalu menumpuk keduanya dan memegang di kedua ujungnya, kemudian mengangkat dan mengantarkannya ke atas truk.

Hal pertama yang aku takutkan saat mengangkat batu bata itu adalah kalau aku dilarang untuk membantu. Makanya telingaku begitu sensitif  mendengarkan setiap perkataan yang terdengar keluar dari mulut ketiga orang yang berada di sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun