Jalan Tol Cipali, yang menghubungkan Jakarta dan Cirebon pada ruas Cikopo dan Palimanan sepanjang 116,75 km. Berhasil menjalani ujicoba yang sebenarnya. Hal itu di buktikan dengan lancarnya perjalanan para pemudik saat pulang kampung menjelang akhir bulan Ramadhan lalu. Ujicoba yang dijalani oleh jalan Tol Cipali ini, berhasil mengurangi kepadatan di jalur Pantura pada umumnya. Khususnya pada jalur Jakarta - Cirebon. Begitupun dengan sarana dan prasarana penunjang lainnya di sepanjang tol Cipali tersebut. Kita belum mendengar adanya laporan ataupun pengalaman negatif yang di alami oleh para pemakai jalan tersebut, melalui dunia maya atau media sosial.
Apa yang dialami oleh para pengguna jalan tol Cipali itu adalah pengalaman di saat situasi jalan tol yang padat ketika mereka meninggalkan Jakarta menuju kampung halaman masing-masing, maupun saat kembali lagi ke Jakarta.
Bagaimana keadaannya bila jalan tol tersebut dalam keadaan sepi di hari-hari biasa? Ceritanya pasti akan berbeda. Jalan tol yang masih baru, mulus dengan jalur yang lurus dan panjang, serta tikungan dengan lengkungan yang jauh dan bukan belokan tajam, begitu menantang untuk ditaklukkan dalam kecepatan tinggi, pasti akan memacu adrenalin para pengemudi kendaraan yang malaluinya.
Benar, jalan tol Cipali ini memang didesain sebagai jalan tol untuk kendaraan yang bisa melaju dalam kecepatan tinggi. Desain dengan track yang lurus dan panjang, tikungan yang melengkung jauh, sehingga pengemudi tak perlu menginjak rem terlalu dalam atau memindahkan perseneling di saat menikung. Kondisi jalan yang seperti ini tentu saja nyaman dan aman dilewati pada kecepatan di atas rata-rata.
Walau kecepatan maksimal yang sarankan di jalan tol ini adalah 100 kilometer perjam, namun bagi pengendara yang merasa mobilnya dalam keadaan prima apalagi mobil baru, pasti tidak akan membiarkan dirinya melewati jalan ini dengan kecepatan seperti yang disarankan itu.
[caption caption="Siapa yang tidak tertantang untuk tancap gas di jalan yang mulus ini?"]
Seorang Pepih Nugrahapun merasa terpacu adrenalinnya untuk mencoba sampai dimana dia sanggup melaju dalam kecepatan tinggi di jalan tol yang mulus itu. Ini ditampilkannya dalam bentuk status yang disertai foto speedometer di dashboard mobilnya di Facebook, yang memperlihatkan kecepatan mobil yang di kendarainya saat itu adalah 155 kilometer perjam. Malah dia mengatakan bisa melaju lebih cepat dari itu, bila seandainya para penumpang yang ikut di dalam mobil tersebut tidak mencegahnya. Saya sangat yakin, bahwa pasti para pengemudi lain, sudah ada yang mengendarai mobilnya dengan kecepatan melebihi dari apa yang dilakukan oleh Pepih Nugraha tersebut.
Apa yang di lakukan Pepih dan yang lainnya itu, memang telah melanggar peraturan tentang kecepatan maksimal yang di perbolehkan di jalan tol Cipali. Tapi peraturan tetaplah peraturan yang hanya menjadi macan kertas. Beda halnya bila Pepih melakukan itu di jalan raya wlayah Amerika sana. Kamera cctv maupun polisi yang mempunyai detektor kecepatan laju sebuah mobil di jalan raya, akan segera bereaksi untuk memburu dan mencegat Pepih, lalu memberinya surat tilang, yang ujungnya bisa di penjara atau dalam bentuk denda uang yang sah masuk ke kas negara, bukan ke kantong pribadi sang polisi.
Pepih tidaklah sendiri. Rekaman 20 kamera sirkuit terbatas (cctv) dipasang sepanjang tol Cipali, seperti di sampaikan oleh Wisnu Wardoyo dari PT Lintas Marga Sedaya, saat presentasi di kantor PT LMS, Subang, pasti berbicara lebih banyak, bagaimana perilaku para pengemudi pemakai jalan tol tersebut.
Bagi yang bisa menahan diri dari keinginan untuk memacu kendaraan semaksimal mungkin, dan lalu selamat hingga ke tempat tujuan, tentu sangat mensyukuri adanya tol Cipali ini. Namun bagi pengemudi yang kurang bisa menahan diri melihat mulusnya jalan tol tersebut, tanpa memperhatikan kesiapan mobil, fisik maupun mental mereka sendiri, memacu kendaraan secepat yang mereka mau, lalu mendapat kecelakaan, tentulah kita hanya bisa prihatin. Karena jalan tol tersebut telah mereka manfaatkan secara salah.
Banyak hal yang bisa kita petik dengan telah beroperasinya tol Cipali ini. Yang pasti, keberadaannya telah mengurangi kemacetan yang parah di sepanjang pantura hingga Cirebon saat liburan lebaran yang baru lalu. Dengan sendirinya juga telah mengurangi jumlah kecelakaan yang sering juga menelan banyak korban jiwa, yang biasa terjadi di setiap libur lebaran di sepanjang Pantura setiap tahun.
Sebuah kesimpulan yang bisa kita tarik dari adanya jalan tol Cipali ini adalah, keberadaannya dan kehadirannya memang tepat waktu. Yaitu di saat menjelang puncak masa libur sekolah maupun libur umum. Sehingga kemacetan parah jalan Pantura yang selalu berulang di setiap tahun saat lebaran maupun liburan panjang, mulai berkurang. Desain jalannya yang bisa di lewati dengan kecepatan tinggi, mungkin akan menjadi inspirasi buat desain jalan tol maupun bukan tol pada masa yang akan dating. Resiko kecelakaan pada kecepatan tinggi, tentu sudah dipikirkan dengan memberikan peringatan kepada para pengemudi. Baik melalui rambu-rambu lalu lintas atau papan peringatan di tempat-tempat yang strategis atau tempat yang berpotensi terjadinya kecelakaan.
Pembatas median jalan yang kuat, sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi kecelakaan yang mungkin terjadi. Sehingga kecelakaan yang mungkin akan melibatkan kendaraan dari dua arah, dengan potensi kerusakan yang lebih dahsyat, korban yang lebih banyak dan kerugian materi yang lebih besar juga bisa dihindari.
Rest area atau tempat istirahat, memang sangat dibutuhkan dalam suatu perjalanan yang panjang dan melelahkan. Dengan telah brfungsinya semua kelengkapan kebutuhan di setiap rest area, rasanya jalan tol Cipali dengan segala kelebihannya, akan menjadi alternative pertama bagi para pengguna jalan di sepanjang Jakarta hingga Cirebon, dan seterusnya menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H