Pada awal tahun 2025, pemerintah resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 %. Bertempat di Gedung Kementrian Keuangan, Jakarta pusat kemarin tanggal 31 Desember 2024 oleh Bapak presiden Prabowo Subianto.
Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menetapkan tambahan pungutan atas pajak kendaraan bermotor yang disebut opsi pajak sebesar 66% dari nilai pokok pajak.
Kebijakan kenaikan tarif dan tambahan atas pajak memicu berabagai reaksi dari masyarakat. Disaat daya beli masyarakat menurun, banyak pabrik dan oerusahaan tutup, gelombang PHK dimana mana serta penganggufan hang meningakat, kebijakan ini diindikasikan aka. Menambah beban masyarakat.
Meskipun dikonfirmasi bahwa kebijakan pajak 12% hanya untuk barang mewah, namun dampak kenaikan pajak dapat melemahkan daya beli masyarakat, yang mampu memicu inflasi. Meskipun ke depannya pemerintah akan memberikan subsidi pada beberapa kebutuhan pokok, seperti listrik. Namun faktanya subsidi tetsebut sifatnya terbatas waktu dan tidak akan mampu menyelesaikan problem perekonomian masyarakat jangka panjang.
Buah Penerapan Kapitalisme
Negara kita menerapkan sistem ekonomj kaoitalisme. Dalam sistem ini pajak merupakan sumber penerimaan utama bagi negara. Jadi bisa dikatakan bahwa jika tidak ada pajak, maka keberlangsungan ekonomi negara ini akan goyah.
Telah menjadi rahasia umum kalau utang Indonesia saat ini menggunung. Ditambah bengkaknya biaya operasional negara, serta banyaknya proyek infrastruktur negara yang terbangkalai, menjadikan negara memungut tambahan pajak dari rakyat.
Padahal sumberdaya alam negara kita sangat melimpah. Dari hasil tambang, hasil hutan, hasil laut dan sebagainya. Namun akibaf sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan menjadikan swasta dan asing bebas mengelola sumber daya alam tersebut tanpa memikirkan nasib rakyat.
Sistem Ekonomi Islam
Dalam Islam, pajak merupakan langkah terakhir yang diambil negara dalam kondisi kas negara kosong. Kondisi ini biasanya dalam keadaan bencana alam dan pada situasi membiayai perang atau jihad. Apabila kondisi kas negara mulai stabil, maka pungutan pajak ini akan diberhentikan. Selain itu pajak juga hanya diwajibkan untuk muslim, laki-laki, dan yang kaya. Jadi tidak semua rakyat dipungut pajak.
Dalam Islam setiap pungutan apa pun kepada rakyat harus ada dalilnya dan sesuai hukum syara. Negara akan dianggap lalai dan melakukan pelanggaran hukum syara jika memungut anggaran yang tidak sesuai kepada rakyat. Untuk itu sumber-sumber pendapatan dan jenis pengeluaran negara harus bersandar kepada dalil syara.
Diantara sumber pemasukan negara yang wajib dikelola oleh negara adalah kepemilikan umum, harta milik negara, Kemudian ada pos anfal, ganimah, fai, dan khumus; kharaj, jizyah; harta usyur; harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara; khumus, harta orang yang tidak memiliki harta waris, harta orang murtad, pajak, dan zakat. Secara keseluruhan terdapat dua belas pos penerimaan negara. Hal ini ada dalam kitab Al-Amwal karya Syekh Abdul Qadim Zallum.
Semua pos penerimaan yang sangat banyak ini harus dikelola sendiri oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada asing maupun swasta. Dengan demikian hasil dari seluruh pos penerimaan negara ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan rakyat. Tanpa harus mengambil pajak dari rakyat.
Wallahu'alam bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H