Mohon tunggu...
Dian
Dian Mohon Tunggu... Lainnya - Peternak

Hamba Allah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Naiknya Pajak, Mencekik Rakyat

8 Januari 2025   13:02 Diperbarui: 8 Januari 2025   13:04 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Pada awal tahun 2025, pemerintah resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 %. Bertempat di Gedung Kementrian Keuangan, Jakarta pusat kemarin tanggal 31 Desember 2024 oleh Bapak presiden Prabowo Subianto.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menetapkan tambahan pungutan atas pajak kendaraan bermotor yang disebut opsi pajak sebesar 66% dari nilai pokok pajak.

Kebijakan kenaikan tarif dan tambahan atas pajak memicu berabagai reaksi dari masyarakat. Disaat daya beli masyarakat menurun, banyak pabrik dan oerusahaan tutup, gelombang PHK dimana mana serta penganggufan hang meningakat, kebijakan ini diindikasikan aka. Menambah beban masyarakat.

Meskipun dikonfirmasi bahwa kebijakan pajak 12% hanya untuk barang mewah, namun dampak kenaikan pajak dapat melemahkan daya beli masyarakat, yang mampu memicu inflasi. Meskipun ke depannya pemerintah akan memberikan subsidi pada beberapa kebutuhan pokok, seperti listrik. Namun faktanya subsidi tetsebut sifatnya terbatas waktu dan tidak akan mampu menyelesaikan problem perekonomian masyarakat jangka panjang.

Buah Penerapan Kapitalisme

Negara kita menerapkan sistem ekonomj kaoitalisme. Dalam sistem ini pajak merupakan sumber penerimaan utama bagi negara. Jadi bisa dikatakan bahwa jika tidak ada pajak, maka keberlangsungan ekonomi negara ini akan goyah.

Telah menjadi rahasia umum kalau utang Indonesia saat ini menggunung. Ditambah bengkaknya biaya operasional negara, serta banyaknya proyek infrastruktur negara yang terbangkalai, menjadikan negara memungut tambahan pajak dari rakyat.

Padahal sumberdaya alam negara kita sangat melimpah. Dari hasil tambang, hasil hutan, hasil laut dan sebagainya. Namun akibaf sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan menjadikan swasta dan asing bebas mengelola sumber daya alam tersebut tanpa memikirkan nasib rakyat.

Sistem Ekonomi Islam

Dalam Islam, pajak merupakan langkah terakhir yang diambil negara dalam kondisi kas negara kosong. Kondisi ini biasanya dalam keadaan bencana alam dan pada situasi membiayai perang atau jihad. Apabila kondisi kas negara mulai stabil, maka pungutan pajak ini akan diberhentikan. Selain itu pajak juga hanya diwajibkan untuk muslim, laki-laki, dan yang kaya. Jadi tidak semua rakyat dipungut pajak.

Dalam Islam setiap pungutan apa pun kepada rakyat harus ada dalilnya dan sesuai hukum syara. Negara akan dianggap lalai dan melakukan pelanggaran hukum syara jika memungut anggaran yang tidak sesuai kepada rakyat. Untuk itu sumber-sumber pendapatan dan jenis pengeluaran negara harus bersandar kepada dalil syara.

Diantara sumber pemasukan negara yang wajib dikelola oleh negara adalah kepemilikan umum, harta milik negara, Kemudian ada pos anfal, ganimah, fai, dan khumus; kharaj, jizyah; harta usyur; harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara; khumus, harta orang yang tidak memiliki harta waris, harta orang murtad, pajak, dan zakat. Secara keseluruhan terdapat dua belas pos penerimaan negara. Hal ini ada dalam kitab Al-Amwal karya Syekh Abdul Qadim Zallum.

Semua pos penerimaan yang sangat banyak ini harus dikelola sendiri oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada asing maupun swasta. Dengan demikian hasil dari seluruh pos penerimaan negara ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan rakyat. Tanpa harus mengambil pajak dari rakyat.

Wallahu'alam bishowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun