Bulan Ramadhan telah datang. Bulan untuk menempa keimanan dan ketaqwaan. Bukan sekedar menahan lapar dan dahaga. Namun juga melakukan perbuatan yang telah disyariatkan. Menjaga lisan untuk selalu berzikir dan berdoa kepada Allah, tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah hingga amar makruf nahi mungkar tidak ketinggalan.
Akan tetapi, seolah menjadi kelaziman menjelang Ramadhan dan lebaran, harga bahan pokok naik drastis, tiket mudik mahal ditambah tuntutan hidup yang semakin banyak. Bukan hanya tuntutan kebutuhan pokok sandang, pangan, papan. Kebutuhan sekolah, kesehatan pun ikut mahal. Beban ekonomi ini diperparah dengan tuntutan gaya hidup hedonis dari publisitas media sosial yang semakin gencar.
Kemudian hadirnya pinjaman online dianggap bak angin segar di tengah tingginya kebutuhan ekonomi. Keberadaan pinjol ini seolah menjadi malaikat penolong di sisi masyarakat. Â
Adapun pinjaman online inipun ada yang legal dan ilegal. Pinjaman legal hadir dari teknologi keuangan (fintech) yang berkembang praktik peer-to-peer lending, yakni bisnis jasa keuangan yang berizin resmi dari OJK dan operasionalnya diatur sedemikian rupa. Sedangkan saat ini juga marak marak pinjol ilegal yang tidak terikat dengan aturan.
Menurut data Juni 2023, total penyaluran rekening entitas lender (pemberi pinjaman) perusahaan pinjol legal mencapai Rp19,31 triliun. Dana ini disalurkan ke 13,42 juta penerima pinjaman (entitas borrower).
Peran Negara
Pinjaman online baik legal maupun ilegal, sejatinya telah memakan banyak korban. Saat ini OJK bersama 12 Kementerian dan Lembaga lain bergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) telah melakukan kegiatan yang mencakup edukasi, pencegahan, dan penindakan demi mencegah masyarakat terjerat aktivitas ini. Bahkan beberapa pinjol nakal sudah dipolisikan.
Namun pemerintah yang saat ini menggunakan sistem ekonomi kapitalis, meskipun dianggap buruk, keberadaan pinjol dipandang bisa menyolusi persoalan sulitnya sumber pendanaan yang bisa mendukung beberapa program pembangunan negara. Pendanaan UMKM misalnya. Sebab bagi  pemerintah saat ini yang penting adalah terjadi perputaran uang, yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Praktek Ribawi dan Solusinya
Sejatinya pinjaman online baik legal maupun ilegal hukumnya sama-sama haram. Sebab itu adalah praktek Ribawi dimana dosanya sangatlah besar.
Padahal Allah Swt. dengan tegas melarang praktik riba. Â Allah berfirman,
.
"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu." (QS Al-Baqarah: 278---279).
Adapun solusi Islam demi mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan adalah dengan memenuhi kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap orang, serta terwujudnya kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Hal ini dijamin oleh negara.
Kemudian negara memberi edukasi kepada masyarakat melalui sistem pendidikan dan dakwah sehingga bergaya hidup zuhud, tidak berlebih-lebihan. Terlebih lagi di bulan ramadhan. Negara akan memfasilitasi tradisi mudik dengan memberikan transportasi publik yang terintegrasi antara satu moda dengan yang lainnya sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan kendaraan. Adapun dalam pemberian modal usaha negara akan memberikan pinjaman nonribawi bahkan hibah yang bersumber dari baitulmal.
Dengan solusi tersebut, masyarakat akan terjauhkan dari praktik riba, kebutuhan akan terpenuhi dengan baik dan para pengusaha bisa berbisnis dengan tenang. Maka keberkahan akan Allah Swt. curahkan bagi seluruh umat. Wallahualam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H