Deforestasi merupakan pengalihfungsian hutan menjadi penggunaan non hutan, seperti untuk lahan pertanian, peternakan, pemukiman dan perkebunan. Hal ini menjadikan deforestasi hutan adalah sesuatu yang wajar demi pembangunan yang berkemajuan.
Luas hutan Indonesia menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai 125 juta hektare. Luasnya wilayah hutan ini, menjadikan Indonesia salah satu paru-paru dunia.Â
Namun sejak tahun 1990 Indonesia mengalami deforestasi. Dari sini bisa dikatakan bahwa Indonesia telah kehilangan hutan akibat banyaknya alih fungsi lahan hutan.
Dampak Deforestasi
Di balik adanya deforestasi untuk kemajuan pembangunan, ternyata ada dampak negatif yang terjadi. Diantaranya, di Riau mengalami deforestasi hutan hingga 20.698 hektare sepanjang tahun 2023.Â
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Riau Boy Jerry Even Sembiring, angka deforestasi itu lebih luas dari rata-rata per tahun dalam lima tahun terakhir.Â
Direktur Walhi ini juga mengungkapkan setidaknya kurang lebih 57 persen daratan Riau telah dikuasai investasi. Hingga saat ini hutan alam di Riau hanya menyisakan 1.377.884 ha.
Luas hutan juga berkurang di semua pulau besar lainnya. Selama 2018-2022, hutan yang hilang paling banyak berada di Pulau Kalimantan dengan pengurangan luas lahan mencapai 526,81 ribu ha. Luas hutan ini berkurang karena faktor bencana alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan.
Dalam dokumen Enchanced Nationally Determined Contribution (ENDC) September 2022, pemerintah telah berkomitmen mengurangi laju pengurangan hutan atau deforestasi. Menurut dokumen tersebut, dalam skenario kondisi normal (business as usual), selama periode 2021-2030 Indonesia diproyeksikan mengalami deforestasi rata-rata 820 ribu ha/tahun.
Masih dalam dokumen ENDC, pemerintah menargetkan deforestasi 2021-2030 akan turun sekitar 56% menjadi rata-rata 359 ribu ha/tahun dengan usaha sendiri. Berbeda halnya jika ada bantuan dari internasional, pemerintah menargetkan laju deforestasi bisa turun 78% menjadi rata-rata 175Â ribu ha/tahun.
Â
Forest Watch Indonesia menyebutkan angka laju deforestasi dari tahun 2013 hingga 2017 mencapai 1,47 hektare per tahun. Menurut prediksi Walhi, jika kegiatan deforestasi hutan dan alih fungsi lahan tidak dihentikan dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun, maka negeri ini tidak lagi memiliki hutan yang mampu melindungi tanah dan lahan dari  longsor, banjir dan tanah ambles. Fungsi hutan sebagai paru-paru dunia juga kehilangan maknanya.
UU Cipta Kerja Biang Keroknya
Sistem kapitalisme adalah sistem yang menuhankan kebebasan kepemilikan dan hanya berpikir untung rugi bagi kepentingan pemilik modal. Dalam sistem ini kongkalikong antara penguasa dan pengusaha sangat umum terjadi. Bahkan kebijakan yang dibuat sering menguntungkan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.
Para korporat kapitalis ini tidak segan melakukan segala cara agar ambisinya terwujud meski harus mengorbankan  lingkungan. Penguasa negeri ini justru memperbesar potensi kerusakan lingkungan dengan hadirnya UU Cipta Kerja yang memudahkan investasi serta alih fungsi lahan kepada para kapitalis.Â
Ada lebih dari 70 aturan yang disederhanakan melalui UU Cipta Kerja ini. Tak terkecuali undang-undang tentang perlindungan lingkungan dan hutan. Para aktivis lingkungan menganggap undang-undang ini mempercepat laju deforestasi karena dinilai tidak memberikan keberpihakan pada lingkungan.
Syariat Islam Membawa Rahmat
Agama Islam merupakan agama sekaligus pedoman hidup bagi pemeluknya. Aturan Islam yang diterapkan  bahkan mampu mengayomi umat selain umat Islam. Maka tak heran jika Islam sebagai rahmat bagi seluruh Alam.
Termasuk dalam menjaga lingkungan. Hutan adalah bagian dari lingkungan. Dimana hewan ciptaan Allah hidup, pepohonan tumbuh subur untuk dinikmati hewan dan manusia. Oleh sebab itu Allah memerintahkan manusia agar menjaga dan melestarikan lingkungan. Sebab, lingkungan dan alam adalah bagian dari ciptaan Allah Swt. Jika alam rusak, maka manusia juga yang akan menerima akibatnya. Sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya,
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."Â (QS Ar-Rum: 41)
Ayat diatas menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi tidak lain karena ulah manusia. Oleh karena itu, Islam memberikan aturan, pedoman untuk menjaga lam dan lingkungan.
Sistem Islam akan memberikan penjagaan terhadap lingkungan dengan mengontrol kebijakan secara terintegrasi, diantaranya pemimpin yang beriman dan bertakwa, masyarakat yang sadar pentingnya menjaga lingkungan dengan pendidikan dan pemahaman yang berbasis pada syariat Islam, pembiasaan rakyat akan kebersihan lingkungan, regulasi yang ramah lingkungan, serta sistem sanksi yang tegas dan berefek jera bagi para perusak lingkungan. Maka, jika Islam diterapkan akan mendatangkan maslahat dan menolak bahaya.
Wallahu'alam bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H