Mohon tunggu...
Diani Aqsyam
Diani Aqsyam Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Dakwah Pemuda

Bergembiralah dalam dakwah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Awas Ada Demagog dalam Sistem Demokrasi

10 Maret 2024   06:38 Diperbarui: 10 Maret 2024   08:21 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Butakah mereka terhadap akhirat sehingga acuh dengan peringatan Allah? Tak belajarkah mereka dari kisah para demagog terdahulu? Sebut saja Fir'aun, Haman dan Qarun, mereka adalah contoh sosok demagog dan narsisme politik yang sukses di zamannya. Lalu bagaimana nasib mereka diakhir hayatnya? Sebuah akhir kehidupan yang tentunya tak ingin dialami oleh pejabat manapun.

DEMOKRASI CACAT DARI LAHIR

Demokrasi memang sudah cacat sejak kelahirannya, sehingga siapapun yang mengikutinya pasti cacat juga. Dua filsuf besar Yunani kuno yaitu Plato dan Aristoteles sekalipun, skeptis dengan demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Sekeras apa pun usaha untuk memperbaiki demokrasi, pasti tak akan mampu menjadikannya baik. Hal itu dikarenakan masalah demokrasi itu bukan sebatas pada "siapa", tetapi pada "apa", yakni pada demokrasinya itu sendiri.

Sehingga ketika kita berpikir bahwa demagog dan narsisme politik akan hilang jika pemerintahan diisi dengan figur-figur yang memiliki track record  baik dan semua akan baik-baik saja, sungguh ini pendapat yang keliru. 

Kehadiran demagog dan kaum narsisme tidak akan teralienasi dari politik jika demokrasi masih dipakai sebagai landasan. Kita pun mengetahui bahwa dalam demokrasi suara terbanyak adalah yang menang, tapi belum tentu suara terbanyak itu pasti benar. Bayangkan ketika suara-suara yang menang adalah suara para demagog dan oligarki, maka sudah pasti rakyat akan menjadi tumbal demokrasi. 

Hari ini saja kita bisa merasakan banyak agenda pemerintahan mulai dari pembangunan, reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi terhambat dengan merebaknya para demagog yang kemudian saling melindungi dan bersembunyi dalam payung-payung hukum yang mereka buat sendiri. Sudah saatnya demokrasi ini dicabut dari akarnya. Harus ada perubahan revolusioner pada negeri ini.

SISTEM ALTERNATIF

Bicara perubahan tentu tidak akan lepas dari membahas sistem. Setidaknya ada 3 sistem utama pemerintahan di dunia ini, yaitu kapitalisme, komunisme, dan Islam. Kapitalisme adalah sistem yang saat ini tengah bercokol di Indonesia bahkan mayoritas dunia. Sistem ini menjadi penjaga bagi demokrasi dan oligarki . 

Dengan demikian keberadaannya jangan sampai dipertahankan karena pasti yang bermodal besar, dialah yang akan menang (berkuasa). Kapitalisme pun sudah terbukti menyengsarakan rakyat.

Lalu bagaimana dengan sistem komunisme? Nampaknya sudah banyak bahasan tentang bagaimana sepak terjang sistem ini yang seolah mengedepankan keadilan sama rata, sama rasanya namun ternyata kental dengan kediktatoran. Komunisme secara ekstrem menghapus hak milik individu maupun kelompok, lalu menjadikannya hak komunal milik negara. Tak layak kita melirik komunisme sebagai solusi untuk negeri ini.

Tersisa sistem pemerintahan Islam. Nampaknya sistem Islam mampu menjadi solusi alternatif sistem demokrasi. Sejarah perjuangan bangsa ini pun lekat dengan nilai-nilai Islam. Islam sudah memiliki mekanisme-mekanisme yang jelas tentang berbagai aspek kehidupan termasuk pemerintahan. Sikap kuratif dan preventif pun sudah terkandung dalam aturannya, sehingga manusia tinggal menjalankan saja dan berijtihad jika memang solusi belum ditemukan. Para demagog tidak bisa tumbuh subur, sebab sanksi dalam Islam akan tegas menindak mereka yang zhalim tanpa pandang bulu. Dengan demikian akan lahir para pejabat amanah yang hanya takut pada Allah, bukan pada partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun