Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maju Negaranya, Bahagia Warganya

19 Oktober 2017   12:13 Diperbarui: 19 Oktober 2017   17:40 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dukungan sosial, adalah rerata nasional Gallup World Poll (GWP) dengan jawaban biner nol  (0) atau satu (1), dalam merespon pertanyaan, "Jika Anda dalam masalah, apakah Anda memiliki kerabat atau teman yang akan membantu saat Anda membutuhkannya".

Kebebasan menentukan pilihan hidup, adalah rerata nasional GWP untuk pertanyaan, "Apakah Anda puas, atau tidak puas dengan kebebasan menentukan pilihan terhadap hidup Anda sendiri?

Kedermawanan (generosity), adalah rerata nasional GWP sebagai respon terhadap pertanyaan, "Apakah Anda mendonasikan uang untuk amal bulan yang lalu".

Persepsi korupsi, merupakan rerata nasional GWP terhadap dua pertanyaan, yaitu (i) "Apakah korupsi menyebarluas dalam sistem pemerintahan", dan (ii) "Apakah korupsi menyebarluas dalam dunia usaha (bisnis)".

Perasaan positif (positive affect), didefinisikan sebagai rerata pengukuran perasaan bahagia selama beberapa hari yang lalu, mewakili kebahagiaan, keceriaan, dan kenyamanan.

Perasaan negatif (negative affect), didefinisikan sebagai rerata pengukuran perasaan negatif selama beberapa hari yang lalu, mewakili perasaan kekhawatiran, kesedihan, dan kemarahan dalam berbagai intensitasnya.

Khalayak pembaca data perlu memahami sifat generalisasi menjadi ciri khas output survei. Artinya, indeks yang dihasilkan dianggap mewakili populasi di wilayah survei. Wajar jika ada kasus yang tidak selaras dengan pernyataan publikasi secara general, selama keberadaan data menyimpang ini tidak mengganggu tingkat kepercayaan survei. Fenomena ini dapat menjadi bahan kajian studi kasus.

Pasca pelantikan Gubernur DKI Jakarta, 16 Oktober lalu, warga Jakarta akan menjadi saksi bagaimana slogan kampanye Anies Baswedan-Sandiaga Uno, "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" diwujudkan. Menarik dicermati bahwa slogan ini tampaknya terinspirasi dari capaian negara-negara maju meraih predikat paling bahagia. Tahun 2017, The worldhappines.report melansir 10 negara di peringkat paling bahagia selama kurun waktu 2014 -- 2016, berturut-turut adalah Norwegia, Denmark, Islandia, Switzerland, Finlandia, Belanda, Kanada, Selandia Baru, Australia dan Swedia. 

Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 155 negara tersebut, Indonesia menempati ranking 81, dua peringkat di bawah Cina (urutan 79). Di Asia Tenggara posisi negara kita bahkan berada jauh di bawah Filipina (urutan 72).

Adakah korelasi antara negara maju dengan kebahagiaan warganya? Dikutip dari situs investopedia.com, ada beberapa ciri yang membedakan negara maju dengan negara berkembang. Dominasi ciri negara maju secara kasat mata adalah sistem industrialisasi yang diimplementasikan secara masif dalam kehidupan warga negaranya. 

Dari aspek kesetaraan gender, lebih banyak proporsi wanita yang bekerja khususnya mereka yang menduduki posisi eksekutif utama. Negara maju menggunakan sumberdaya dunia dalam jumlah yang tidak berimbang dibandingkan negara-negara berkembang, terutama sumber energi dunia seperti minyak bumi dan gas. Penjelasannya karena warga negara maju sebagian besar mengendarai mobil, menggunakan perangkat elektronik lebih banyak di rumahnya, sehingga kebutuhan listriknya pun tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun