Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Money

Apakah Data Pribadi Nasabah Bank Bisa Digunakan untuk Tujuan Komersial?

10 September 2016   14:17 Diperbarui: 10 September 2016   14:36 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, saya mendapat telepon berkode area Jakarta. Seorang wanita ramah menyebut nama lengkap saya dan mengenalkan dirinya. Ia menanyakan apakah benar saya nasabah bank yang ia sebutkan, saya mengiyakan. Dan seperti ditebak ia menawarkan produk asuransi yang katanya bekerja sama dengan bank tersebut.

Saya bukannya tidak setuju dengan upaya marketing asuransi seperti itu. Telpon yang terus berdering ke nomor handphone pada saat hari dan jam sibuk tentu mengganggu. Biasanya telpon tawaran asuransi saya tolak dengan alasan kesibukan. Dan, penawaran iklan via telepon seperti itu menurut saya sulit dipercaya. Tidak ada bukti apapun jika terjadi klaim. Untuk kalangan dengan terbiasa dengan budaya membaca, email atau brosur menurut saya lebih baik. Lewat brosur, informasi tentang jasa atau produk yang ditawarkan bisa dipelajari terlebih dahulu oleh calon prospek. Justru pada pertemuan langsung dengan agen asuransi, kita bisa bertanya atau mengkonfirmasi ketentuan tentang skema asuransi yang dipilih.  Kembali pada tujuan mula tulisan ini, sebaiknya saya hentikan saran bagi marketing asuransi, karena mereka tentu lebih paham strategi yang tepat memasarkan produk asuransi.

Yang saya persoalkan adalah apakah pihak Bank dapat menggunaka data pribadi saya untuk kepentingan pihak ketiga? Secara etika pun kita perlu minta izin jika memberikan nomor kontak seseorang kepada orang lain.

Saat mengajukan aplikasi membuka rekening pada bank, calon nasabah diminta mengisi data pribadi secara lengkap dan jujur. Ini merupakan itikad baik seorang nasabah untuk memudahkan segala urusan dengan pihak bank secara administratif dilandasi kepercayaan yang tinggi mengenai uang yang dititipkan, termasuk kerahasiaan data pribadi yang diberikan. Sayangnya data-data pribadi nasabah ini tidak jarang disalahgunakan bocor ke pihak ketiga. Kepentingan penggunaan data ini pun tidak ada hubungannya dengan masalah antara bank dengan nasabah langsung, namun kepentingan komersial lain. Apakah data nasabah tidak termasuk data rahasia sehingga boleh dipertukarkan?

Sebagai orang yang tidak paham hukum penggunaan data, cara praktis yang bisa dijadikan rujukan apalagi kalau bukan googling. Berikut informasi yang saya peroleh dari forum tanya jawab masalah hukum di situs hukumonline.com bertajuk “Bolehkan Bank Memberikan Informasi Data Nasabah”.

Dari laman ini saya mendapat informasi bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, merupakan rahasia bank. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1 angka 28 UU. No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan mengatakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Keterangan mengenai nasabah yang dimaksud termasuk nomor HP, alamat tempat tinggal dan tempat kerja. Pada hari itu si agen yang menelepon ke kantor tempat saya bekerja. Senin pagi. Mendengar si penelepon menyebut nama lengkap saya menyebut sebuah bank, tentu saya berkerut mendengarkan di awal, merasa saya tidak pernah terlambat menyelesaikan pembayaran kredit. Eh.. Rasanya seperti ditagih hutang aja.

Penggunaan data nasabah dan simpanannya di bank memiliki beberapa pengecualian, yaitu

1. Untuk kepentingan perpajakan

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak (Pasal 41 ayat (1) UU Perbankan).

2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara

Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur (Pasal 41A ayat (1) UU Perbankan).

3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Pasal 42 ayat (1) UU Perbankan).

4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 7/1992”).

5. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank

Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44 ayat (1) UU 7/1992).

6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis

Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas permintaan, persetujuan, atau kuasa (secara tertulis) dari nasabah penyimpan (Pasal 44A ayat (1) UU Perbankan).

7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia

Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. (Pasal 44A ayat (2) UU Perbankan)

Bank dapat saling bertukar informasi nasabahnya dengan bank lain.  Menurut penjelasan Pasal 44 ayat (1) UU 7/1992, tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain.

Mengenai kewajiban bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”)yang kami akses dari laman resmi Bank Indonesia:

“Bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanan Nasabah”

Namun hal itu tidak berlaku untuk [Pasal 2 ayat (4) PBI 2/19/2000]:

a. kepentingan perpajakan;

b. penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara;

c. kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

d. kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya;

e. tukar menukar informasi antar Bank;

f. permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis;

g. permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah meninggal dunia.

Perlu dicermati, informasi yang diberikan bank yang satu kepada bank lainnya adalah untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, agar bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau bank lain. Melihat ketentuan pengecualian di atas, jika pemberian informasi nasabah tersebut (nama dan nomor HP) bukan untuk tujuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Peraturan Bank Indonesia, maka tidak seharusnya hal itu dilakukan oleh bank.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Penggunaan data pribadi nasabah oleh bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Peraturan Bank Indonesia Tahun 2005 Bab III tentang Transparansi Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Pasal 9 ayat (1) menyebutkan,“Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan lain yang berlaku”. Apa artinya pemakaian nomor HP nasabah untuk komersialisasi produk bank dan asuransi tidak melanggar peraturan? Sementara yang bisa kami jika keberatan adalah menolak telepon?

Pontianak, 10 September 2016.

Referensi:

http://www.bi.go.id/biweb/utama/peraturan/pbi-2-19-2000.pdf, diakses pada 22 November 2013 pukul 12.47 WIB

sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt528e1f3024f98/bolehkah-bank-memberikan-informasi-data-nasabah-kepada-bank-lain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun