Mohon tunggu...
Diana Tri Widarti
Diana Tri Widarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya menulis dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT BAHASA BIASA GILBERT RYLE DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI INONESIA

13 Desember 2023   19:16 Diperbarui: 13 Desember 2023   20:41 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Metode adalah cara melakukan sesuatu. Metode memiliki pengertian 'general' dalam dua arti. Pertama, 'general' itu berarti bahwa cara melakukan sesuatu itu. Sebuah metode adalah properti publik, dalam artian bahwa modus operandi itu bisa dilakukan oleh banyak orang, meskipun tindakan tertentu yang berdasarkan metode itu tetaplah tindakan per individu, yakni tindakanku atau tindakanmu dan seterusnya. Kedua, 'general' itu berarti bahwa tidak ada batasan mengenai tindakan yang mungkin dilakuan menurut cara melakukan sesuatu. Sebuah metode bisa diterapkan di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.

Seseorang anak didik yang menangkap metode yang dikasih tahu oleh gurunya dan bertindak melalui arahan-arahan metode tersebut di kemudian hari tidak perlu tuntunan dan pengawasan sang guru sebab dia sudah mendapat pengertian mengenai bagaimana dia seharusnya bertindak. Hal ini juga berlaku dalam konteks pendidikan karakter di Indonesia. Oleh sebab mengajarkan karakter kepada anak didik adalah sebentuk teaching how to, maka tak pelak seorang guru sebetulnya menawarkan metode-metode atau cara-cara tertentu kepada para anak didiknya untuk menuntun mereka dalam bertindak. Nilai-nilai pendidikan karakter sebagaimana dirumuskan oleh pemerintah, misalnya, musti disampaikan kepada para anak didik sebagai suatu kerangka operasional dalam bertindak. 

Nilai-nilai yang hanya disampaikan secara deskriptif-proposisional, artinya disampaikan dalam model teaching that, tidak akan memberi dampak signifikan dalam pembentukan karakter anak didik sebab karakter adalah sesuatu yang sebagaimana dijelaskan di atas dengan menggunakan istilah Gilbert Ryle sifatnya dispositional dan achievement. Pembentukan disposisi dan pemenuhan tujuan tertentu memerlukan pengulangan berkali-kali dan pembiasaan yang penuh disiplin. Langkah untuk melakukannya tentu membekali anak didik dengan suatu metode, tidak bisa lain.

Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab untuk memperjelas konsep pendidikan karakter di Indonesia ini adalah bagaimana seorang guru mengajarkan metode atau cara melakukan sesuatu kepada para anak didiknya? Apalagi ini adalah urusan nilai-nilai, metode apakah yang musti diajarkan agar nilai-nilai itu terserap dalam batin para anak didik? Tidak mudah  menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini karena beragamnya nilai yang harus diajarkan menuntut cara-cara pengajaran yang berbeda-beda pula. Selain itu, setiap guru punya cara-caranya masing-masing dalam melakukannya, para anak didik juga punya kapasitas yang bermacam-macam pula untuk menangkap dan menyerap proses pembelajarannya terhadap karakter tertentu. 

Semua keragaman ini menjadikan pertanyaan-pertanyaan di atas sulit dijelaskan satupersatu. Hanya saja, satu hal yang tidak boleh diabaikan untuk menjawab pertanyaan di atas, yakni bahwa anak didik harus melakukan sendiri entah karena didorong oleh tekanan, kepentingan, ambisi ataupun kesadarannya—nilai-nilai yang hendak mereka serap itu.

Setiap teaching atau learning how to haruslah pernah dipraktekkan oleh anak didik agar tujuan mereka memperoleh kecakapan dan kemahiran tertentu bisa tercapai. Sebutlah contohnya kemahiran menari, memasak, dan berpidato, semuanya bisa dikuasai oleh para anak didik dengan memulainya dari mempraktekkannya sendiri di luar instruksi langsung dari guru. Tak terkecuali juga penyerapan dan penanaman nilai-nilai, seorang anak didik harus mengusahakannya dari praktek langsung di lapangan di luar instruksi gurunya.

Paparan di atas menunjukkan suatu salah satu persoalan serius dalam pendidikan karakter di Indonesia, yakni bahwa meskipun pendidik karakter mengajarkan sesuatu kepada anak didiknya, namun tindakan menerapkan nilai-nilai sepenuhnya milik anak didik. Seorang pendidik bisa saja mengajarkan apa itu karakter berikut nilai-nilainya dan mengajarkan bagaimana menerapkannya dengan metode tertentu, namun semua tindakan berdasarkan nilai-nilai itu sepenuhnya berada di tangan para anak didiknya. Keputusan untuk menerapkan betul-betul nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan nyata tetap berada di tangan anak didik, tak peduli seberapa gencar seorang guru melancarkan pengajarannya. 

Di sinilah batas-batas yang dimiliki seorang guru dihadapan para anak didiknya dalam konteks pendidikan nilai-nilai. Seorang pendidik karakter hanya mampu mengantarkan para anak didiknya di depan pintu nilai-nilai kebaikan, sedangkan keputusan untuk membuka pintu itu dan memasukinya terletak kepada keputusan para anak didiknya. Keputusan mereka ditentukan oleh beragam faktor selain sekolah. 

Dengan demikian, aspek keputusan anak didik untuk menerapkan dan menghidupi nilai-nilai itu menjadi aspek tak terpisahkan dalam pendidikan karakter. Bukan tidak mungkin bahwa arahan dan instruksi guru mengenai karakter yang baik akan menghasilkan seorang anak didik yang berkarakter buruk sebab keputusan yang dia ambil dalam kehidupan sehari-harinya adalah kebalikan dari arahan dan instruksi itu.

Inilah kenapa Doni Koesoema (Koesoema, 2007: 104) menekankan aspek internal dari seseorang dalam mendefinisikan karakter. Menurutnya, aspek antropologis manusia tidak menentukan segala-galanya, melainkan hanya menyediakan kemungkinan agar manusia bisa mengembangkan potensi-potensinya. Justru aspek kebebasan manusialah yang menjadikan proses internal manusia mampu mendorongnya untuk senantiasa mengatasi kekurangan dan kelemahan dirinya.

KESIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun