Mohon tunggu...
Dian Arifiani
Dian Arifiani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mahasiswa PPG Prajabatan 2023

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Generasi Aisyiyah Penyelamat Bumi Melalui Pengolahan Sampah Organik

10 Juni 2024   06:54 Diperbarui: 10 Juni 2024   06:57 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Pancasakti Tegal kelompok IPA-B telah melaksanakan program kerja untuk mata kuliah projek kepemimpinan. Mahasiswa menggandeng Panti Asuhan Aisyiyah Puteri Slawi sebagai mitra. Latar belakang projek ini berawal dari keresahan mahasiswa karena timbulan sampah harian di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mencapai prestasi fantastis yaitu 705,29 ton. 

Sampah ini meliputi sisa makanan, sampah organik, kertas bekas, kardus, kemasan plastik, botol dan kaleng bekas. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti kulit buah dan sayur. 

Biasanya sampah organik hanya dibuang di tempat sampah kemudian diangkut petugas sampah dan berujung menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA). Meskipun sampah organik dapat membusuk dan terurai secara alami di lingkungan, tetapi banyaknya timbunan sampah organik di TPA ini menjadi masalah baru untuk lingkungan sekitar.

Sumber: freepik.com
Sumber: freepik.com

Sampah di TPA juga menghasilkan cairan leachate yang berbahaya bagi air dan tanah. Tumpukan sampah organik menghasilkan gas metana (CH4) yang berkontribusi dalam pemanasan global. Ketika penimbunan sampah organik bergabung dengan sampah lain yang mudah terbakar, ditambah angin kencang serta kemarau yang panjang maka memungkinkan terjadi ledakan, bahkan menimbulkan kebakaran di wilayah TPA. 

Seperti peristiwa kebakaran di TPA Desa Penujah, Kecamatan Kedungbanteng pada 26 Juni 2023 dan TPA Desa Darmasuci, Kecamatan Pangkah pada 27 Juni 2023. Ledakan TPA ini juga kerap terjadi di beberapa TPA di wilayah Indonesia.

Merespon berbagai peristiwa kebakaran TPA, terutama di kabupaten Tegal. Maka ini menjadi masalah bersama yang penanganannya tidak hanya dilakukan oleh dinas lingkungan hidup dan kebersihan saja. Akan tetapi, setiap individu harus bersama-sama menerapkan pengurangan atau pengolahan sampah dari sumber organik. 

Dengan langkah-langkah kecil yang dilakukan secara berkelanjutan, diharapkan peristiwa kebakaran TPA tidak akan terulang kembali. Salah satu kontribusi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa PPG adalah mengadakan pelatihan dan mengajak anak-anak panti asuhan mengolah sampah organik menjadi eco enzyme. 

Alasan memilih sasaran yaitu anak-anak di panti karena mereka masih tergolong usia remaja, ini adalah usia yang produktif untuk belajar hal baru. Mereka juga memiliki semangat yang tinggi sehingga harapannya semangat ini dapat ditularkan kepada keluarganya ketika liburan dan masyarakat luas bagaimana pentingnya mengolah sampah organik. Program ini juga mendukung tercapainya visi panti.

Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com

Eco enzyme adalah cairan dan ampas yang dihasilkan melalui proses fermentasi limbah organik dari dapur seperti sisa-sisa buah dan sayuran. Penemu eco enzyme adalah Dr. Rosukon Poompanvong, seorang pendiri asosiasi pertanian organik Thailand. Eco enzyme menjadi salah satu upaya menyelamatkan bumi dari kehancuran. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat eco enzyme sangat mudah yaitu sampah organik, gula dan air. 

Dengan perbandingan 3: 1: 10. Sampah organik dapat berasal dari sampah buah atau sayuran yang masih segar, tidak busuk dan bukan hasil olahan masakan. Contohnya adalah mentimun, kulit jeruk, tomat, kulit melon, kulit semangka, nanas, dll. Adapun gula yang digunakan boleh gula jenis apapun seperti gula jawa, gula aren, gula merah dan molase. 

Namun, tidak disarankan menggunakan gula pasir. Kemudian air yang digunakan adalah air keran, air PDAM, air buangan AC dan air hujan yang sudah diendapkan agar kotorannya tidak tercampur.

Adapun alat yang digunakan sangat sederhana yaitu botol bekas terbuat dari plastik. Dianjurkan dengan mulut botol yang lebar untuk memudahkan dalam memasukkan bahan organik. Tidak disarankan menggunakan kaca karena mudah pecah dan kaleng karena mudah berkarat. Untuk langkah-langkahnya sebagai berikut:

  • Pilah-pilah sampah organik yang masih terlihat segar, tidak busuk, tidak keras, dan tidak terdapat belatung.
  • Ukur dan timbang bahan-bahan yang diperlukan sesuai dengan formula bahan yang yang telah ditentukan. Misalkan jika wadah botol yang digunakan adalah 1,5 L maka air yang dapat dimasukkan adalah 60% dari keseluruhan yaitu 1000 mL. Oleh karena itu, kita menimbang 100 gram gula dan 300 gram sampah organik.
  • Masukkan air ke dalam wadah.
  • Masukkan gula jawa / gula aren / molase kemudian aduk hingga larut.
  • Masukkan sampah organik kemudian aduk hingga merata dan tutup wadah dengan rapat.
  • Letakkan wadah ke tempat yang tidak terkena sinar matahari dan terhindar dari tempat yang kotor serta berbau tajam.
  • Fermentasi bahan dilakukan selama 3 bulan. Pada 2 minggu pertama tutup wadah harus di kendurkan sehari sekali untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi. Jika tidak maka eco enzyme berpotensi meledak.
  • Setelah fermentasi selesai, ambil cairan hasil fermentasi menggunakan saringan, kemudian sisihkan ampasnya untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
  • Simpan cairan fermentasi tersebut ke dalam botol kemasan plastik, kemudian tutup rapat botol.

Sumber: Dokumen pribadi
Sumber: Dokumen pribadi

Cairan dari hasil fermentasi tersebut dapat digunakan sebagai cairan multifungsi. Diantaranya untuk dibuat pembersih lantai, antiseptik, pupuk cair, pembersih udara, campuran bahan kebersihan (sabun, sampo, pasta gigi), toner wajah, dll. Banyaknya manfaat yang dihasilkan setelah membuat eco enzyme adalah suatu bonus, tetapi tujuan utama kita adalah tetap menyelmatkan bumi agar terus lestari untuk masa depan anak cucu bersama.

Kegiatan pelatihan di Panti dimulai dengan pembukaan, pemaparan dari pemateri, demonstrasi dan praktik anak-anak. Dengan praktik tersebut, anak pasti dapat mengulanginya lagi di kemudian hari. Kemudian dilanjutkan sesi tanya jawab. Melihat keantusiasan anak-anak, mahasiswa yakin bahwa program ini akan berlanjut dan menjadi harapan baru untuk generasi aisyiyah penyelamat bumi. Karena untuk menyelamatkan bumi kita tidak membutuhkan supermen tetapi kita membutuhkan superteam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun