Sesampainya di rumah sakit langsung aku hubungi lagi no si Aal, dan alhamdulilah masih diangkat oleh suara bapak yang tadi, dan setelah aku tahu bahwa si Aal sedang berada di ruang UGD rumah sakit tersebut, aku langsung menuju kesana dan ketemu dengan bapak yang tadi hanya saya dengar suaranya, ternyata bapa itu adalah kondektur bus pariwisata sialan itu, bapa kondektur lalu menjelaskan kronologis kejadian itu padaku sambil memberikan ponsel milik Aal. Penjelasan dari bapak tadi aku tak simak dengan baik karena sibuk mencari no telepon rumah Aal. Agar aku bisa segera mengabari kedua orang tuanya. Setelah mengabari kedua orang tuanya aku duduk terdiam merenung di lorong ruang UGD. Selintas muncul ingatan mengenai betapa dia suka lagu The Smith yang berjudul There Is A Light That Never Goes Out, yang liriknya ada kata-kata yang berarti betapa indah bila mati di tabrak oleh sebuah bis dua tingkat.
Tapi naas bagimu kawan jika kau mati malam ini, kau tak mati dengan doubledecker bus kau hanya mati dengan bis biasa saja, dan itupun hanya di Indonesia tidak di Inggris, kau pun sendirian tidak berdua dengan seorang pasangan, yah sungguh tidak sesuai dengan lagu the smith itu. Tapi andaikan kau mati setidaknya keinginan mu untuk mati dalam usia muda seperti Kurt Cobain yang kau puja, Soe Hok Gie yang kau baca bukunya dan Ian Curtis yang musiknya selalu bisa bikin kamu berdansa, ternyata terwujud.