Observasi pembelajaran di kelas yang dinamakan juga dengan supervisi klinis.
- Tindak lanjut.
Ciri-ciri supervisi klinis:
- Interaksi bersifat kemitraan
- Berpusat pada strategi pembelajaran
- Melalui 3 siklus: pra observasi, observasi, pasca observasi.
- Instrumen observasi disesuaikan kebutuhan
- Objektivitas data
- Analisis dan interpretasi dilakukan bersama
- Menghasilkan rencana perbaikan
- Kegiatan yang berkelanjutan.
- Refleksi
Setelah saya belajar materi coaching dalam supervisi akademik  ini, saya sudah mencoba melakukan praktek sebagai coach, saya merasa tertantang bagaimana bisa menggali pengalaman dalam membantu teman untuk menemukan solusi dalam masalah yang dihadapinya dan membuat pertanyaan berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan coachee saya tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak memberikan penilaian (judgment), mengasumsikan serta mengasosiasi ketika coachee berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada diri saya sendiri, apa yang bisa saya lakukan agar emosi saya tetap terkontrol?. Menurut saya disinilah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 diuji pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi saya, keterampilan kesadaran diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi, serta pengambilan keputusan yang bertanggung jawab  perlu diterapkan ketika saya menjadi coach yang ideal saat melakukan percakapan coaching.
Selama percakapan, saya sudah merasa mampu dalam menahan diri saya untuk tidak menjudgment ketika rekan saya berpendapat. Saya berusaha menjadi pendengar yang baik bagi rekan sejawat saya ketika mereka berkeluh kesah yang sedikit banyak dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan santai ini terlahir rencana bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya, dan tentu saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang sudah saya pelajari di modul 2.3 ini.
Ketika pembelajaran di kelas, ada keterampilan yang menurut saya harus saya pelajari dan tingkatkan, yaitu keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot yang singkat padat dan jelas bagi murid-murid saya. Kadang kala saya merasa saya masih mengajukan pertanyaan yang membingungkan sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dan menimbulkan jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang saya maksud di pertanyaan ketika saya jadi coach. Saya jadi bertanya Apa yang dapat saya lakukan untuk mengefektifkan pertanyaan saya dan bisa menjadi pertanyaan berbobot? . Untuk itu, saya berusaha melakukan 2 tahap sebelum melemparkan pertanyaan yaitu dengan pressence / hadir penuh serta mendengarkan aktif ketika coachee saya bercerita, saya pun harus mampu mencari dan menciptakan waktu dan tempat yang nyaman untuk coachee saat coaching dilaksanakan.
- Bagaimana  peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional?
Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk menuntun segala kekuatan kodratnya yang ada pada dirinya. Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk mampu hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat menuntun murid untuk memperoleh kemerdekaan belajar di sekolah.
Keterampilan coaching ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk menggali kemampuan murid dalam menangani masalah sendiri baik masalah dalam hal belajar maupun masalah pribadi murid. Begitupun dengan hubungan sosial dengan atasan maupun teman sejawat, keterampilan coaching dapat pula membantu rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka dalam mengajar maupun masalah pribadi dengan mengoptimalkan pengetahuan sang coachee berdasarkan pengalaman pribadi.
Peran kita sebagai coach sangat diperlukan dalam proses penilaian dalam pembelajaran berdiferensiasi, karena guru diharapkan memiliki pemahaman yang berkembang secara terus menerus tentang kemajuan akademik murid serta mengetahui posisi murid-murid saat akan belajar dan mengaikannya dengan tujuan pembelajaran. Percakapan coaching dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengidentifikasi kebutuhan murid dalam pembelajaran berdiferensiasi, karena agar pembelajaran berdiferensiasi tersebut tercipta dengan baik setidaknya memenuhi 3 aspek, yaitu kesiapan belajar murid (readiness), minat murid, dan profil belajar murid.
Untuk menuntun murid atau rekan kerja dalam memecahkan masalahnya, kita sebagai coach harus mampu melatih kemampuan pembelajaran sosial dan emosional. Karena agar percakapan coaching dapat berjalan dengan baik maka kita setidaknya dapat memenuhi aspek-aspek  kompetensi sosial dan emosional, yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.
- Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?
Seorang guru pengerak harus mampu berperan sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu pemimpin yang siap mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid. Semua akan bisa terlaksana dengan baik bila guru memiliki daya "handayani/memberdayakan". Untuk bisa memberdayakan segala potensi dan kodrat yang ada, maka seorang guru mutlak membutuhkan keterampilan coaching ini sehingga guru mampu meng-Among atau menuntun murid menuju kodrat terbaiknya dalam meraih kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai pribadi maupun sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Selain itu, salah satu peran guru penggerak adalah sebagai coach bagi guru lain. Sesuai dengan peran tersebut seorang guru penggerak harus mampu menjadi mitra bagi guru lainnya dalam menemukan solusi dalam menyelesaikan masalah. Guru penggerak juga mempunyai peran sebagai pemimpin pembelajaran, dimana seorang pemimpin tentu harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi akademik ketika diperlukan. Hubungannya dengan kedua peran tersebut adalah seorang guru penggerak juga harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai pembelajaran sosial emosional. Guru penggerak harus memiliki kesadaran diri serta kesadaran sosial yang baik ketika melakukan coaching. Harus mampu menahan diri dan keinginan untuk berkomentar yang menjudgment sang coachee. Intinya seorang Coach itu harus mampu menjadi pendengar yang aktif ketika sang coachee sedang menyampaikan pemahamannya.