Mohon tunggu...
Dian agashie
Dian agashie Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mycobacterium Vaccae

14 Agustus 2023   23:33 Diperbarui: 14 Agustus 2023   23:57 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"dek, jangan gangguin om Ad. Om Ad lagi nge cat. Sini" aku panggil Atta agar main ke halaman depan. Di halaman belakang ku lihat om Ad agak kerepotan ketika dua ponakannya yang masih balita berkeliaran di sekitarnya. 

"dek. Eh mau kemana?" panggilku lagi. Bocahku yang tiga hari lagi genap dua tahun dengan kakak sepupunya yang lebih muda lima bulan darinya menghilang dari hadapanku. Saat aku tengah menggendong bayi adik iparku, aku agak kesulitan mengajak Atta ke halaman depan. Tapi aku bukanlah ibu yang terlalu mengekang anak selama dia main di lingkungan yang aman. 

Sedia payung sebelum hujan. Lebih baik aku tetap perhatikan Atta dan sepupunya bermain. Oooh ternyata mereka lagi main anak tangga kecil tidak jauh dari posisi om Ad nge cat. Aku berdiri memperhatikan mereka. Khawatir juga kalau mereka berebut sesuatu lalu saling dorong dan jatuh. 

"tu batu" kata Atta sambil menggenggam sebuah batu kecil di tangannya. Dia masih belum lancar bicara. Tapi dia selalu berusaha mengutarakannya. Dan ketika dia bermain batu selalu aku biarkan. Karena aku bukan ibu yang terlalu steril seperti kebanyakan orang tua yang ingin anaknya selalu bersih. 

Beberapa menit setelah mereka bermain lempar batu ke arah kebun. Kakak sepupu Atta mulai mengambil pasir dan melemparnya. Ku lihat dia senang banget menggenggam pasir. Kayaknya sih dia ingat waktu main pasir di ancol. Makanya dia se happy itu. Hehe

"ya ampun bocil bocil. Seneng banget ya mainnya. Eh sayang mending main batu aja nak. Ga usah pasir. Nanti kena mata ya sayang" kataku. Hehe. Biarpun aku ibu yang membiarkan anakku main kotor tapi kalau lagi berdua takut juga main lempar ke mata. 

"Ali, eh jangan. Kotor. Ih jorok. Panggil mama nih yah. Mah, Ali main kotor nih. Udah udah udah mainnya" tiba tiba om Ad menyeru bocil bocil supaya menyudahi mainnya. Aku yang memperhatikan mereka sambil duduk gendong ponakan yang masih bayi diam saja. Aku hanya tertawa pelan. Padahal dalam hatiku aku agak sedikit jengkel. Udah setengah kotor malah di larang. Kenapa ga dari tadi ngelarangnya. Lagian ada apa sih sama batu dan pasir. Sekotor apa coba dua benda itu. Yang penting kan ga ada kotoran hewan. Aku juga udah cek kalau memang ga ada kotoran kucing atau kambing. 

Mendengar ocehan om Ad yang ga jelas itu mending aku kembalikan ponakanku ke ibunya di dalam rumah dan ku ajak Atta main di halaman depan. 

"atta sayang. Udah yuk mainnya" ajakku sambil berjalan menghampirinya. Saat ku mulai mendekat ku lihat mereka berdua bukan melempar pasir ke udara tapi melempar ke rambut mereka sendiri. Astagfirullahaladzim hahaha. Baju pada kotor. Muka cemong cemong. Rambut apalagi. Rambut anakku sih agak botak ya jadi ga terlalu sulit bersihinnya. Tapi rambut Ali kotor banget. Susah ini mah bersihinnya. Aduh gimana ini ya sama mamanya. Hiks. 

Ku coba bersihkan dulu sebisaku pasir yang menempel di rambut mereka berdua. Ternyata beneran sulit guys. Akhirnya ku gendong Ali dan ku gandeng Atta menuju kran di halaman depan rumah. 

"ya ampun Ali, tante kira kamu tuh lempar pasir ke udara sayang. Ternyata ke rambut kamu sendiri ya" Ali diam saja saat ku bersihkan rambutnya dengan jilbabku. Ku ajak cuci tangan dan ku usap wajahnya. Ku bersihkan juga pasir yang ada di belakang bajunya. Berharap pasirnya hilang. Saat ku rasa cukup bersih gantian ku ajak Atta tuk cuci tangan dan ku lakukan hal yang sama seperti Ali tadi. 

"ya ampun nak. Hahha. Kamu kotor banget sih" aku tersenyum. Antara bahagia anakku belajar kotor dengan perasaan takut sama mamanya Ali. 

Setelah semua bocil itu selesai cuci tangan. Lanjut ku ajak mereka berdua ke dalam rumah mertuaku. Ku beritahu mamanya Ali yang sedang istirahat melepas lelah sehabis bekerja kalau rambutnya masih ada pasirnya. Agak sedikit takut saat aku memberitahukannya. Tapi aku pasang wajah datar dan sedikit senyum. 

Mamanya ali membersihkan rambut anaknya sambil berkata "udah ah jangan main kotor lagi. Susah ini bersihinnya"

"lagian tahu main sih di biarin aja" Celetuk mertuaku. Aduh aku jadi semakin ga enak ini. Perasaan bersalah jadi menghantuiku.

"dek, mandi yuk" ku alihkan hatiku yang ga karuan dengan mengajak Atta mandi. 

"si..ni" 'sini' kata dia adalah mandi di rumah nenek. Aduh kenapa harus di kamar mandi nenek coba. Kecoak yang tadi aku lihat gimana? Masih ada apa engga? Gimana caranya ngebujuk Atta supaya mau mandi di rumah saja. 

"yaudah ambil baju dulu yuk. Sabunnya juga ambil dulu" akhirnya ku bujuk sebisaku. Kalau aku larang aku khawatir mertuaku akan tersinggung. Padahal aku takut banget sama serangga yang mendiami kamar mandi itu. 

Karena perasaan bersalah dan berasa kayak seorang diri. Akhirnya ku pilih meninggalkan Atta di sana. Dan kembali pulang. Ku buka handphoneku dan ku cari manfaat main kotor di website. Dan ternyata ada banyak sekali fakta yang kutemukan di sana. Begitu banyak hal positif yang ku temukan. Tapi kenapa mereka ga mau belajar membiarkan anaknya dan percaya kalau main kotor itu baik. Ga ngerti sama jalan pikiran orang tua seperti mereka. 

"assalamu'alaikum" suamiku memberi salam. Dia baru pulang dari kantor. Ku jawab salamnya pelan dan malas malasan. Suamiku mendelik heran. sebelum bertanya dengan lebih detail tentang perasaanku suamiku meletakkan tas kerjanya dulu.

"kenapa sayang? Kok papa salam jawabnya gitu. Coba sini cerita sama papa" aku melirik dia dan ku ulurkan tanganku dengan maksud ingin mencium tangannya tapi terlalu malas untuk mengambil tangannya lebih dulu. Suamiku yang selalu mengerti aku langsung mengulurkan tangannya untuk ku cium. Lalu ku duduk di depannya tertunduk lesu.

"kenapa sih sayang. Lesu banget" Tanyanya lembut. Nada suaranya yang lembut membuat kekesalanku berangsur surut.

"hmm.."

"kenapa?"

"kenapa sih rata rata orang tua ngelarang anak mereka main kotor ga seperti bunda yang membiarkan anak bunda bebas main batu dan pasir. Tadi tuh Ali lagi main pasir sama Atta. Tapi bunda ga tahu kalau ternyata dia lempar pasir ke rambutnya sendiri. Bunda kan jadi ga enak sama mamanya. Apalagi abang kamu tuh yang demen banget ngoceh. Berasa steril banget" akhirnya aku melampiaskan kekesalanku padanya. Suamiku tersenyum.

"hahaha. Papa ga kayak gitu. Papa kan selalu dukung bunda. Jadi bunda ga usah terlalu dipedulikan sayang"

"gimana ga peduli papa. Aku di sini minoritas lho. Sendiri. gimana aku nyuruh anakku buat ga main kotor saat dia sama anak orang?"

"ya tinggal kamu bisikin aja nda. Anak kita kan anak yang penurut. Bilang sama Atta. Nak, main kotornya nanti aja ya kalau kamu lagi sendiri. Gitu"

"hmm.." bener juga sih kata suamiku

"udah sedihnya?" 

Hehe aku tertawa "sebentar pah. Sebenarnya papa tahu lebih jauh lagi ga tentang manfaat main tanah bagi anak seusia atta? Yang bunda tahu cuma melatih konsentrasinya dia aja. Apalagi saat dia nyendok tanah dengan benda yang dia pegang atau bahkan tangannya sendiri terus dia taruh agak jauh dari tempat ngambilnya. Bunda liat dia focus banget lho pah" 

"bunda Cuma liat sisi itunya saja. Bunda lupa ya. Allah menciptakan tanahkan buat bersuci. Benda yang terkena najis anjing saja bisa di cuci dengan tanah. Kalau tidak ada air saat berwudhu bisa dengan tayammum. Bahkan kalau anak kita tidak sengaja makan tanah itu tetap ada bakteri baik yang akan masuk ke dalam tubuhnya lho"

"bakteri baik? Masa sih pah. Waktu itu bunda pernah kaget banget lho pah pas liat Atta masukin tanah ke mulutnya. Bunda langsung lap aja pakai baju bunda. Bunda kan takut ada cacing atau kuman yang masuk"

"bunda terlalu khawatir. Katanya minoritas tapi kok jadi mayoritas sekarang. Hahaha" suamiku menggodaku. Aku meringis menutup mulutku malu. Sesekali ku lihat atta bermain di halaman depan. Masih aman. Ya dia tidak sampai keluar ke jalan raya. Kembali kulihat suamiku. Aku menunggu jawabannya

"ini nda nama bakterinya Mycobacterium Vaccae. Sejenis mikroba yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh anak yang membuat otak melepaskan serotonin, yaitu hormon yang mengatur suasana hati"

Ah jadi begitu rupanya. Aku mengangguk mendengar penjelasan suamiku. Pelajaran kilat ini menambah wawasanku. Pantes aja Atta selalu minta temenin main batu di luar. Selain dia senang lempar batu ke air ternyata ada peranan mikroba juga yang bisa bikin dia bahagia.

Selesai belajar kilat sama papa, aku lanjut buka website. Niat banget cari tahu tentang manfaat lainnya tentang bermain tanah. Hehe. Siapa tahu jadi ada bahan debat kalau nanti berada di posisi antara aku dengan iparku. Manfaat main tanah, batu dan pasir yaitu meningkatkan aktifitas otak, membangun kreatifitas dan mengurangi gejala asma juga alergi. Selesai. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun