Mohon tunggu...
Dian agashie
Dian agashie Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tali Penjerat

11 Agustus 2023   22:56 Diperbarui: 12 Agustus 2023   19:03 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ku coba raih pundak Sonia hendak menenangkannya. Namun dengan cepat Sonia mengambil senter dari tangan Alfa dan membawa kalung itu pergi seorang diri. Aku panik. Aku melihat teman teman. Dengan cepat ku ambil tas Cindy dan ku raih handphone jadul milinya. Bersyukur handphonenya masih menyala. Sehingga ini bisa memudahkan kami mengejar Sonia.

"teman teman, kita susul sonia. Cepat!"

Dengan bekal senter dari handphone kecil milik Cindy kami susul Sonia yang entah ada dimana. Kami telusuri lorong demi lorong. Tak ada tanda keberadaan Sonia dimanapun. Yang kami temukan justru hilangnya anak tangga. Kami seperti berputar saja.

"tunggu dulu. Ini kita muter doang lho. Aku ga nemu tangga sama sekali. Kalau kita muter seharusnya kita sudah ketemu Sonia" terang Alfa. Seiya dan Cindy sadar. Mereka mulai ketakutan. Aku memutuskan untuk berhenti sejenak.

"duduk dulu di sini, teman teman. Aku cape" Kamipun duduk di lantai lorong. Saat kami duduk tiba tiba lantai retak. Kami berdiri panik. Saat akan melompat kami berempat justru jatuh ke bawah dengan cepat. Brug! Aduh pantatku sakit. Aku menyentuh bagian bawahku. Ini bukan lantai. Tapi semacam besi dingin. Saat kusentuh besi disekitarnya aku menemukan sebuah tombol besi. Ku coba tekan dan lampu menyala.

"abang Flowy, sudah setengah enam. Sholat shubuh dulu. Abang kok shubuhnya setengah enam mulu sih" aih, ternyata cuma mimpi. Aku mengucek mataku dan mencoba mengingat kembali mimpiku. Petualangan yang seru. Mencari sebuah benda demi menolong seseorang.

"abang mimpi tahu, bu. Seru gitu. Kayak nyari benda buat nolongin orang" ibuku yang sedang membuka jendela berbalik arah. Dia menyentuh kedua pipiku dan tersenyum gemas

"Itu cuma mimpi, sayangnya ibu. Sekarang lebih baik kamu tolong diri kamu sendiri. Kamu berjuang untuk memperbaiki kualitas diri kamu dihadapan Allah swt" aku tersenyum. Ya benar. Perjuangan sebenarnya adalah bangun shubuh tepat waktu. Melawan hawa nafsu dari terlena oleh bunga mimpi. Selamat berjuang kawan kawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun