Ada teman sepantaran saya yang baru punya cucu, cucu pertama dari anak sulungnya. Sang anak ini tinggal di Sumatera dan kesibukan kerja membuatnya jarang pulang ke rumah ibunya.
Setelah cucunya berusia setahun lebih barulah teman saya berkesempatan mengunjungi anak mantu cucunya, dan tinggal agak lama di sana.Â
"Cucuku ndak mau makan. Hampir sejam hanya masuk 2 suap." Suatu pagi teman saya mengirim pesan di grup chat kami yang anggotanya ada 10 tapi hanya 4 yang sudah bercucu.
"Umur 16 bulan udah boleh makan apa aja ya? Bukannya udah boleh makanan padat ya"
"Kalian yang sudah punya cucu, kasih saran dong..."
Membaca pesan itu langsung saya dan teman yang sama-sama sudah punya cucu langsung urun komentar. Lucunya komentar kami sama meski kalimatnya berbeda. Intinya adalah kami menyarankan untuk bertanya dulu ke ibu si anak, yaitu menantu perempuan teman kami. Barangkali si ibu punya aturan sendiri terkait menu makan anaknya.Â
Lalu kami jadi membahas masa-masa kami punya anak kecil dahulu. Hampir semuanya mengakui bahwa orang tua dan mertua ikut mengatur anak-anak kami.Â
Generasi terjepit?
Kita semua kenal istilah generasi sandwich, yaitu generasi yang menjadi tulang punggung keluarganya dan orang tuanya. Membiayai anak-anak yang masih kecil, membiayai diri sendiri dan pasangan, sekaligus bertanggung jawab finansial atas orang tuanya dengan berbagai alasan.Â
Nah yang saya tulis di sini adalah generasi terjepit bukan dalam urusan finansial tapi dalam urusan anak. Berapa banyak perempuan seumuran saya, gen X, yang ibunya atau mertuanya turut serta mengatur pola asuh anak-anak kita? Terutama jika kita tinggal serumah atau sekota dengan orang tua/ mertua. Saya melihat hal itu pada keluarga adik saya dan pada beberapa teman-teman saya.Â
Cucu sakit demam, sang nenek langsung memborehi dengan baluran bawang merah dan minyak kelapa. Sampai seluruh kamar beraroma bawang merah. Kalau si anak berani menolak, bisa jadi akan terjadi konflik sesaat dengan sang ibu. Atau si cucu tidak mau tidur siang dan sang nenek membiarkan, atau membebaskan cucu memilih snack di supermarket, membelikan mainan setiap cucunya merengek.
Tapi sekarang? Anak-anak jaman sekarang punya pedoman parenting yang tidak bisa diganggu oleh ibu atau mertua. Misalnya tidak boleh terlalu banyak makan roti, makanan manis, makanan gurih, jajan sembarangan. Jadi memberi cucu biskuit atau permen saja bisa keliru di mata anak menantu. Screen time diawasi, dll.
Ada kerabat yang menantu perempuannya strict sekali urusan makanan untuk 2 anak laki-lakinya. Tapi setiap mereka berkunjung ke rumah orangtuanya, diam-diam sang opa memberikan jajanan untuk para cucu. Saya tak pernah tanya bagaimana reaksi si menantu waktu mengetahui hal tsb.
Menengok ke belakang, saya beruntung ibu saya tidak pernah mengatur saya dan suami mengikuti gaya parenting beliau. Kami sering berbeda pandangan tapi mungkin karena sejak menikah kami langsung keluar dari rumah ibu, jadi pola asuh anak kami bebas dari intervensi. Berbeda dengan adik saya yang sampai beranak 4 masih tinggal dekat dengan ibu kami.
Mungkin betul sebagian dari generasi saya adalah generasi terjepit. Tidak sepenuhnya independen mengurus anak, dan tidak punya kendali untuk ikut mendidik cucu, meski semuanya atas dasar kasih sayang dan kebaikan sang cucu.
Tapi orang tua jaman sekarang memang pintar-pintar. Saya melihat perkembangan 2 cucu saya, 8 tahun dan 2 tahun, yang sangat membanggakan, membuat saya bersyukur. Privilege saya menjadi seorang nenek adalah menikmati punya cucu tanpa harus lelah mendidik dan mengajari disiplin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H