A i r i n
Ada denting pelan dari ponselku. Kulihat notifikasi. Ternyata dari grup ABCDEFG, grup chat dengan saudara-saudaraku. Entah kenapa orangtuaku memberi nama kami sesuai abjad. Aku Airin Arunika, adikku Bilal Perdana, Citra Aksara Dewi, Diandra Swastamita, Erina Renjana, Fariz Sanjaya Sakti, dan si bungsu Gurdo Nawasena.
Tadi pagi aku tulis di grup mengenai kondisi ibu yang terbaru. Hasil tes darah yang kurang baik, ginjal dan paru-paru mulai melemah fungsinya, ditambah lagi mood ibu nampaknya kurang baik. Makannya lambat sekali, terlihat sulit menelan. Aku minta adik-adikku datang menengok lebih sering, atau at least video call. Ibu pasti kangen anak-anak dan cucu-cucu.Â
Aku tahu semua sibuk dengan pekerjaan dan keluarga, tapi sempatkanlah, tulisku pada grup. Kita tak tahu usia, siapa tahu salah satu dari kita anak-anak ibu yang dipanggil lebih dulu. Apa tidak mau silaturahim sebentar mumpung masih pada sehat?
Hanya Erina yang langsung video call, dan memang selama ini dia yang rutin menelpon ibu. Kalau saja dia tidak tinggal di luar kota, aku yakin dia akan sering berkunjung. Citra, Fariz dan Gurdo yang sekota denganku dari dulu hanya datang jika ada perlu atau event spesial.
I b uÂ
Mimpikah ini?
Ada kakakku di situ, di balik jendela. Setengah berlari aku menaiki undakan ke ruangan besar yang sangat familier. Dinding berwarna putih usang, langit-langit tinggi, jam dinding bundar besar dan jajaran loket di seberang pintu masuk.Â
Ruangan ini seingatku selalu ramai, tapi saat ini entah kenapa lengang sekali.
Kakakku berdiri di sana, separuh badannya terhalang kolom besar penyangga atap, dia tak melihatku. Ah kakakku tersayang yang sudah lama sekali tak kujumpai. Rindunya....
"Mas..?" suaraku serak, mataku tergenang. Mas Damar bergeming, ada perempuan memunggungiku dan dia menoleh mendengar suaraku. Pupil mataku membesar.