Mohon tunggu...
Diana Arnita
Diana Arnita Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Akuntansi

Syukuri Jalani Nikmati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Persaingan di Antara Asap Dupa

10 Desember 2020   17:45 Diperbarui: 10 Desember 2020   18:07 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesampainya di rumah pak Adi, segala persiapan sudah tersedia, dari bahan makanan untuk menjamu para warga yang nantinya akan datang untuk mendoakan Bapak Adi dan para tim suksesnya.
"Minggir nak..!"
"Eh iya maaf mbah.."
"Yok bantuin pindahin barang-barang ini ke kamar belakang!"
"Eh iya mbah"

Hingga malam pun tiba, banyak orang silih berganti berdatangan untuk memberikan doa kepala calon kepala dusun, memang sih tak semua berniat seperti itu, ada yang yang hanya berniat numpang makan saja.

Dan keanehan terjadi, ada beberapa kelompok orang yang sibuk ke sana ke mari sembari bibirnya terus berkomat kamit seperti sedang membaca mantra, bahkan saking khusyuknya dipanggilpun tak menoleh. Untuk apa ini semua?

Setelah semua persiapan telah rampung. Aku memutuskan untuk pergi tidur. Namun belum lama aku terlelap, terdengar ibu membangunkan aku.
"Nak... nak bangun, nak bangunlah cepat, nak ayo bangun!"
"Ada apa buk?"
"Orang-orangnya pak Surya lagi keliling naburin bunga dimana-dimana di sekitar rumah ini, kamu harus bangun!"
Ibu hanya diam dan mengajakku ke dapur. Dan orang-orang didapur saling berbisik.
"Katanya kursi yang nantinya akan didudukin pak Adi sudah dikasih mantra."
"Lha dikasih apa memang?"
"Dibawahnya dibakar dupa, ya diasapin begitu, terus ditaburi bunga juga."
"Lah yang naruh siapa mbak?"
"Itu, orang-orangnya pak Arya, mereka yang nyewa dukun dari desa lain."

Astaga kenapa persaingan ini mesti mengandalkan dupa, bunga, dan sesajen lainnya. Apakah mereka sudah lupa akan adanya Tuhan? Tapi apalah dayaku untuk bicara, aku hanya anak bau kencur yang tak akan didengar ketika bersuara.

Keesokan harinya, pemilihan kepala dusun dimulai pukul 08.00 pagi hari. Semua nampak tenang, tertib, dan terlihat para tim sukses masing-masing kubu tengah harap-harap cemas. Hingga pada jam 12.00 pemilihan sudah selesai dan dilanjutkan penghitungan suara. Penghitungan suara berjalan tertib. Dan akhirnya, kemenangan didapat oleh Bapak Arya Surada.

Ya sudah kita semua hanya bisa menerima keputusan itu. Sudah jelas bahwa uang dan dupa yang bisa memenangkan pertarungan ini. Tanpa peduli mau dibawa kemana desa ini, hanya memikrkan perut yang terus membuncit terisi rayuan-rayuan palsu. Inilah rumus dunia, si miskin akan kalah saing dengan si kaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun