Ia bercerita bahwa saat itu tiba-tiba seorang pengamen yang biasa mengamen di bus tersebut dengan sengaja melemparkan seluruh uang receh kehadapan wajah si temannya.
Dan alasan yang diucapkan pengamen tersebut memang cukup membuat kita menelan ludah, yakni si pengamen merasa marah dan tak dihargai setiap kali ia bernyanyi dan menyodorkan kantong receh di hadapan orang tersebut, sebab orang tersebut selalu diam acuh tanpa memberikan kata maaf atau menggunakan isyarat tubuh bahwa ia enggan memberikan uang pada pengamen tersebut.
Mendengar cerita teman saya mengenai temannya ini, memang membuat saya paham bahwa setiap manusia memang dibatasi oleh status sosial masing-masing, namun jika saja rasa kemanusiaan ada di dalam diri seseorang, rasanya status sosial bukan lagi halangan untuk memenangkan ego serta memandang rendah seseorang
 Sebab (maaf) serendah-rendahnya status seseorang di hadapan orang lain, namun orang tersebut akan tetap kembali pada sifat dasarnya sebagai manusia, yaitu selalu ingin dihargai.
Dalam hal ini, saya pun bukan lah orang yang selalu hidupnya lurus saja tanpa membuat kekacauan. Kadang saya juga sering acuh dengan orang sekitar, contohnya dalam menerima tamu di rumah, saya sering merasa biasa saja jika orang biasa yang berkunjung ke rumah, namun merasa luar biasa jika tamu yang luar biasa berkunjung ke rumah.Â
Bahkan sambutan dan jamuan yang diberikan pun akan berbeda. Bukankah hal itu sama-sama sebagai sebab akibat atas perbedaan status sosial seseorang? hanya saja pada taraf yang berbeda. Sungguh saya mohon maaf apabila ada kalimat yang kurang menyenangkan dalam tulisan ini, dan Salam.
Tangerang, 23 Agustus 2018
Diana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H