Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Berbuat Baik Dianggap Pencitraan, Sesulit Itukah Menolong?

27 April 2018   05:42 Diperbarui: 27 April 2018   13:37 3657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: upstation.id

Tenang, tulisan ini tidak mengandung unsur-unsur yang dapat memecah belah kesatuan kok. Tidak juga mengandung unsur kimia, apalagi unsur nabati dan hewani. Jadi jangan terlalu serius bacanya ya, anggap aja ini seperti postingan Mimi Peri di instagram.

Seingat saya, pencitraan yang berasal dari kata citra ini pernah dipelajari saat masih duduk di bangku sekolah dalam pelajaran bahasa indonesia, dan citra yang  saya bahas bukanlah istilah citra dalam ilmu geografi, melainkan citra yang memiliki pengertian sebagai gambaran yang dipandang oleh orang banyak mengenai pribadi seseorang, perusahaan, kelompok atau produk.

Sebenarnya istilah pencitraan bukanlah hal yang asing di masyarakat kita. Namun kalau berbicara jujur, saya sebagai anak alay pun baru tahu istilah pencitraan semenjak istilah pencitraan ini sering diarahkan kepada Capres no. 2 dalam masa kampanyenya, atau bahkan sampai sekarang? (Sebelumnya saya hanya tahu pengertiaan citra saja), dan dari situ lah istilah pencitraan mulai banyak dikenal serta digemari masyarakat Indonesia untuk meluapkan pikirannya melalui kata-kata.

Berhubung tulisan ini harus dianggap seperti postingan ala ala Mimi Peri, jadi harus saya sampaikan secara santai dan sederhana saja, sebab kalau terlalu serius takutnya ada yang keseleo dan salah paham, kan bahaya.

Nah, anggapan pencitraan sendiri pun sering kali diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang sedang berbuat baik pada orang lain atau lingkungan sekitar. Sedang berbuat baik lho, bukan akan berbuat baik ya. Namun dalam pelaksanaanya, ternyata berbuat baik sering kali disalahartikan oleh sebagain masyarakat kita akhir-akhir ini. Sebab sebagian masyarakat telah menjadi korban drama politik yang katanya ada maksud tertentu di balik para tokoh politik dalam melakukan berbagai kegiatan bakti sosialnya.

Istilah pencitraan seolah menjadi kata yang paling ampuh untuk menyerang perbuatan seseorang yang dianggap hanya kebohongan belaka dalam melakukan kebaikan. Nah loh, kok mau berbuat baik aja harus sesulit itu ya?

Saya punya pengalaman lucu perihal masalah pencitraan. Saat itu saya sedang duduk di halte menunggu angkutan umum, kemudian ada seseorang menanyakan lokasi salah satu kantor pemerintahan kepada saya, berhubung saya kurang paham, maka saya arahkan dia untuk bertanya ke salah satu aparat keamanan yang berada di dekat halte. 

Namun respon yang diberikan salah satu aparat keamanan tersebut sangat baik, sampai si bapak yang mencari alamat tersebut diantarkan ke lokasi tujuan. Merasa itu suatu momen baik yang perlu diabadikan, maka saya potret dan posting di internet dengan beberapa kalimat penjelas.

Sayangnya salah satu komentar netizen (teman saya) menunjukan reaksi berbeda yang bertuliskan "Pencitraan" pada postingan foto tersebut, Wew. Jika mengamati sedikit saja pengalaman saya saat itu, jelas sekali kejadiannya jauh dari warna warni dunia politik, sebab aktornya hanya lah seorang aparat keamanan yang baik hati mau menolong seseorang yang kebingungan mencari alamat. Bahkan ketika mengambil foto pun secara diam-diam saya lakukan. Jadi di mana letak pencitraannya?

Akhir-akhir ini, sebagian masyarakat memang sedang asik menggunakan kata pencitraan untuk menilai seseorang atau kelompok yang sedang berbuat baik atau melakukan kegiatan yang terkesan merendah, low profile dan sejenisnya. Misalnya pejabat naik becak dibilang pencitraan, terus kalau naik helikopter dibilang apa dong? Buang-buang uang negara? Pejabat ikut membersikan selokan, got, comberan atau apalah itu namanya, masih juga dibilang pencitraan, terus kalau yang bilang pencitraan sudah berbuat apa?

Ada lagi seseorang dari kalangan biasa, bukan artis dan bukan tokoh politik, ia melakukan bagi-bagi rezeki kepada masyarakat yang kurang mampu. Hanya karena memposting kegiatannya di media sosial, tiba-tiba postingannya ramai dengan sindiran pencitraan atau panjat sosial.

Kalaupun yang jadi permasalahannya adalah rasa ikhlas dan tak ikhlas dalam menolong atau melakukan sesuatu, sejatinya mana ada sih orang yang melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan? Ibarat seseorang yang mengharapkan surga dalam ibadahnya, bukankah itu juga sama-sama meminta balasan (imbalan) dari yang Maha kuasa?

Setidaknya, sebelum melebeli orang lain dengan istilah "pencitraan" coba pikirkan dulu apa yang sudah kita perbuat, apakah sudah banyak menolong orang lain atau malah lebih sering merugikan orang lain. Wah, kan bahaya kalau kenyataannya lebih sering merugikan orang lain. Jangan terlalu asik melebeli seseorang atau kelompok yang jelas-jelas sedang berbuat baik dengan istilah pencitraan, toh bisa saja kita sendiri malah ogah melakukan sesuatu untuk menolong yang sedang kesusahan.

Menolong itu tidak perlu diketahui banyak orang, yaaa benar sekali. Tapi lihat dulu mana yang lebih menguntungkan, antara menolong dengan sorotan kamera dan media sosial atau tidak sama sekali menolong tapi ikut meramaikan media sosial dengan komentar "pencitraan" ? Salam.

Tangerang, 27 April 2018
Diana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun