Menemukan kebahagiaan dalam kehidupan seperti itu adalah hal yang mustahil. Karena bagi mereka yang miskin atau tidak memiliki banyak waktu, setidaknya bertahan hidup dari hari ke hari adalah prioritas, bahkan untuk memikirkan sesuatu yang menyenangkan atau tidur dengan lelap saja bagaikan menggali kuburan mereka sendiri, sebab mereka akan kehabisan waktu untuk hal seperti itu.
 Pun bagi mereka yang kaya, memiliki banyak waktu tidak lah cukup membuatnya bahagia, karena yang menjadi prioritasnya adalah bertahan hidup untuk keabadian. "Lah mereka hidup abadi juga untuk kebahagian kok !" Oke, lantas  kebahagian seperti apa yang rela membuat manusia lainnya menderita ? bahkan dapat membuat manusia lainnya mati sia-sia hanya karena waktunya dicuri (Untuk abadi, maka harus ada yang mati).
Meski dirilis pada tahun 2011, namun film In Time termasuk film yang layak dilihat berulang kali sampai sekarang. Semenjak melihat film tersebut untuk pertama kalinya, saya mulai takut dengan prinsip "Waktu adalah uang" Sebab bila waktu benar-benar menjadi uang, setidaknya kehidupan yang akan dijalani adalah kurang lebih seperti film tersebut.Â
Waktu yang kita miliki adalah sebagai taraf lamanya kita hidup di dunia ini, dan akan sangat menyedihkan apabila segala sesuatu yang mestinya dibayar dengan uang digantikan dengan waktu.
Dalam konteks ini saya tidak bermaksud menyampingkan makna "Jangan mebuang waktu dengan percuma" dari kalimat "Waktu adalah uang" sama sekali tidak begitu. Fokus saya dalam tulisan ini adalah tentang kebahagian, sebab beberapa orang yang saya kenal pernah mengatakan bahwa manusia bekerja untuk mendapatkan uang, setelah itu mereka dapat bertahan hidup.Â
Uang memang salahsatu sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia, namun bagaimana jika yang terjadi hanyalah manusia kehabisan banyak waktu untuk mencari uang tanpa kebahagiaan yang berarti lantaran mereka berpegang teguh pada prinsip "Time is money" dan melupakan kalimat "The trouble is, you think you have time".
Aristoteles mengataka bahwa 'Eudaimonia' atau kebahagiaan merupakan tujuan akhir manusia. "Bahagia yang seperti apa ?" Pertanyaan seperti ini sering diulang-ulang oleh Dosen Filsafat saya kala memberikan kuliah pada mahasiswanya.Â
Beliau sering menjelaskan sifat abstrak dari sebuah kebahagiaan yang selalu dicari oleh manusia. Karena manusia yang sehari-harinya cukup makan daun singkong dan ubi rebus, jika memikirkan anak-anaknya tertawa dan tersenyum saja dapat membuatnya bahagia, maka sudah jelas tergambar bagaimana makna kebahagian menurutnya.
 Namun disisi lain, ada manusia yang baru akan merasa bahagia apabila memiliki jabatan, membeli rumah mewah, makan makanan mahal, mobil sport dan tek tek bengek lainnya. Ada juga manusia yang  akan merasa bahagia ketika dirinya dihormati oleh orang lain, karena bisa saja hal itu terjadi lantaran tingkat kualitas hidupnya terbukti tinggi atau bermutu.
Abstraksi dari kebahagian memang tak bisa digambarkan dengan jelas, sebab setiap manusia memiliki keinginan dan pendapatnya masing-masing. Namun yang pasti, merasa bahagia akan mudah dicapai oleh manusia selagi waktu yang mereka miliki cukup. Oleh karena itu, berbahagialah sebelum waktu benar-benar menjadi uang, sebab manusia akan lebih repot jika hal tersebut menjadi kenyataan.
Tangerang, 3 April 2018
Salam, Diana