Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal Sosok "Duff" dan Pertemanan yang Kurang Sehat

5 Februari 2018   05:51 Diperbarui: 5 Februari 2018   16:23 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Duff diperankan oleh wanita yang paling pinggir berambut warna hitam (theduffmovie.com)

Bagi yang pernah menonton film The Duff pasti tidak asing lagi dengan singkatan Designated Ugly Fat Friend (DUFF) atau diartikan sebagai teman yang jelek dan gendut. Dalam film tersebut kita akan dikenalkan pada sosok murid wanita yang dijuluki sebagai The Duff oleh teman-temannya. Dari segi penampilan si pemeran Duff ini sengaja dibuat berada di bawah level teman-temannya, di mana ia tampil dengan perawakan yang berisi dan tanpa polesan make up.

Termasuk dalam geng atau kelompoknya di sekolah, si Duff ini pun tampil jomplang sekali dengan kedua kawannya yang cantik penuh make up dan bertubuh sexy. Lah kok bisa sih sosok Duff hadir dalam geng wanita-wanita cantik ? jelas bisa dong, karena dalam film ini si Duff dibekali karakter yang pintar dan periang, itu lah nilai plusnya. Oh ya, dalam film The Duff ini sebenarnya tak terlalu menampilkan gaya pertemanan yang tak sehat, sebab teman-teman dalam geng si Duff ini memang benar-benar tulus untuk berteman kok.

Siapakah anda dalam kelompok pertemanan?

Kalau tadi penjelasan singkat tentang sosok Duff dalam film, kali ini saya akan menuliskan sosok Duff dalam dunia nyata. Mungkin sudah terbayang bagaimana sosok Duff ? kalau sudah, coba ingat kembali apakah kalian pernah menemukan sosok Duff di lingkungan sekitar ? Pasti pernah dong, kalau tak pernah, bisa jadi kalian sendiri lah sosok Duff dalam geng pertemanan hehee.

Sebenarnya sosok Duff sangat mudah ditemukan, terutama dalam kalangan anak muda baik dalam lingkungan sekolah, kampus atau lingkungan yang memungkinkan mereka menjalin hubungan sosial lebih banyak.

Beberapa kali saya pernah memikirkan tentang hubungan pertemanan saya di situasi yang pas untuk merenung

"Sudah sehat kah gaya pertemanan saya selama ini ?"

Pertanyaan seperti itu kadang mengganggu saya ketika saya meminta bantuan, mengabaikan permintaan, berpura-pura tak tahu, menghilang dan berselisih paham dengan teman sendiri, hingga pada akhirnya keadaan pertemanan saya  kembali normal. Wajar memang hal seperti itu dialami dalam dunia pertemanan, namun ada yang sedikit mengganjal di dalam pikiran saya. Yakni ketika saya larut dalam keadaan sosialisasi saya yang baik-baik saja, ternyata saya baru sadar bahwa tak semua orang mampu bersosialisasi dengan mudah.

Tak semua orang merasa bahwa mereka bisa diterima dengan mudah dalam lingkungan sosial sekitarnya, perlu dicatat bahwa mereka adalah orang yang dikategorikan berbeda dari teman yang lainnya, entah itu dari segi fisik maupun non fisik, tapi untuk ini saya akan menekankan pada segi penampilan saja (fisik). Maka untuk bisa menjadi bagian dari suatu kelompok pertemanan, mereka harus berusaha lebih keras, dengan begitu mereka dapat diterima dalam suatu kelompok pertemanan.

Saya sering menemukan gaya pertemanan seperti itu. Jika seandainya orang tersebut memiliki kekurangan dari segi penampilan di antara yang lainnya, setidaknya harus ada penunjang yang bisa diandalkan untuk masuk dalam kelompok pertemanan yang diinginkan. Misalnya  dari segi materi, di mana orang ini akan bertindak seolah ia adalah fasilitator dalam kebutuhan kelompok atau gengnya, seperti rutin mengadakan traktiran, memfasilitasi kegiatan liburan, membebaskan penggunaan kendaraan dan barang-barang mewah atau apapun itu yang tak membebankan teman lainnya. Selain dari segi materi, sebenarnya bisa juga orang ini akan bertindak sebagai pelindung diantara teman-teman kelompoknya ketika berada dalam masalah.

Lantas dalam keadaan pertemanan yang seperti itu, apakah si orang ini  sadar kalau dia bagaikan sosok Duff ? Ah belum tentu dia sadar, karena gaya pertemanan seperti itu secara langsung tak langsung memang dia sendiri lah yang membentuknya, dia yang menginginkannya, dia sendiri juga lah yang menyanggupinya. Toh pada kenyataannya untuk menjalin hubungan pertemanan baik itu secara individual atau kelompok (geng) adalah keputusan masing-masing orang, tak peduli bagaimana bentuk penampilannya. Terutama dalam kelompok pertemanan (geng), kalau senang silahkan bergabung, jika tidak senang silahkan cari yang lain atau jangan punya geng sama sekali.

Namun di sisi lain, ketika melihat fenomena DUFF dalam suatu geng pertemanan tak jarang orang lebih menyalahkan teman-teman dari sosok Duff, di mana teman-temannya seolah-olah hanya memanfaatkannya saja. Ya, bisa jadi seperti itu. Namun dalam konteks ini saya tak berniat menyalahkan sosok Duff atau malah membela teman-temannya, sama sekali tidak. Ibarat kucing yang diberi tulang ikan, si kucing pasti akan datang dan menikmatinya. Kurang lebih begitu lah awal mula persahabatan yang kurang sehat.

Sesama teman saling membutuhkan adalah wajar, menikmati apa yang diberikan oleh teman secara cuma-cuma juga adalah wajar, yang tak wajar itu adalah tak adanya hubungan timbal balik ketika seorang teman rela berkorban banyak untuk kelompok atau gengnya, namun yang dia dapat sama sekali tak ada, "Ah biar Tuhan aja yang membalas" itu mah beda lagi urusannya.

Menjadi sosok Duff bukan berarti terdiskriminasi dalam gengnya, namun orang yang terdiskriminasi dalam suatu geng biasanya adalah sosok Duff. Maka dari itu tak ada salahnya bagi kita untuk sedikit merenungkan siapakah diri kita dalam kelompok pertemanan kita ? dan sudah sehat kah gaya pertemanan yang kita lakukan selama ini?

Tangerang, 5 Februari 2018
Diana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun