Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Sampai Salah Cara dalam Mengatasi Bullying pada Sang Anak

4 September 2017   17:02 Diperbarui: 7 September 2017   12:24 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.healthline.com

Seperti tak ada habisnya kasus bullying terjadi pada dunia pendidikan dimana maraknya video tentang bullying dan selalu mengundang banyak perhatian bagi para netizen baik bullying secara mental maupun kekerasan fisik. 

Tapi pada kenyataannya memang tak semua orang merasa khawatir tentang bullying, bahkan beberapa orang yang baru saja menyaksikan video bullying baik dari berita di TV maupun media sosial akan merasa biasa saja, mungkin karena mereka merasa keadaan anaknya baik-baik saja secara mental dan fisik. Namun beda cerita bagi mereka yang mulai merasakan adanya tanda-tanda bullying terjadi pada sang anak, orang tua akan merasakan khawatir pada keadaan anaknya.

Bullying bukanlah hal yang sepele lagi untuk diatasi karena dapat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang kedepannya. Untuk menghadapinya pun orang tua harus lebih cermat, karena kalau salah malah akan semakin memperkeruh keadaan bullying tersebut bagi sang anak.

Jangan terburu-buru menghadapi pelaku bullying secara langsung !

Terburu-buru dan hanya mengandalkan amarah dengan maksud memberikan peringatan kepada sang pelaku bullying bukanlah cara yang tepat. Berdasarkan pengalaman ponakanku (laki-laki) yang kerap kali menjadi korban bullying, dia selalu melarang orang tuanya datang langsung ke sekolah, entah karena merasa malu atau mencoba menunjukan bahwa keadaannya baik-baik saja disekolah. 

Namun hampir setiap minggu tanteku mendapatkan laporan bahwa anaknya selalu menjadi korban bullying oleh kawannya, mulai dari cemoohan, pemalakan (uang jajan diambil) bahkan sampai pada permasalahan keluarga yang seharusnya tak pantas untuk mereka jadikan bahan ejekan. Pada saat itu juga tanteku sudah tidak tahan lagi dan datang ke sekolahan, diawali membuat laporan kepada sang guru namun dirasa kurang puas jadilah dia mendatangi langsung si pelaku bullying ini diluar jam pelajaran. Sudah pasti amarah bercampur aduk dengan teguran ketika memarahi si pelaku bullying tersebut.

"Lantas apakah dengan usaha tersebut berhasil menyadarkan si pelaku bullying ?"

Sayangnya tidak sama sekali. Seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya, hal tersebut justru semakin memperkeruh keadaan. Diterima lagi lah laporan bahwa ponakanku semakin diejek habis-habisan, mulai dari julukan anak mamih sampai cemoohan "Beraninya ngadu ke orang tua" dan yang lebih parahnya lagi setelah kejadian tersebut ponakanku kerap kali diperintah untuk menggendong kawannya sampai ke dalam kelas.

Memberikan teguran dan bercampur amarah memang bukanlah hal yang tepat untuk mengatasi bullying pada sang anak, karena pada kenyataanya adalah :

1. Pada dasarnya hampir semua pelaku bullying lah yang memiliki permasalahan terhadap mentalnya. Si pelaku tak akan mengerti dengan perasaan si korban ketika mendapatkan perlakuan seenak jidat darinya, bahkan setelah dijelaskan bagaimana keadaan korban oleh orang tua si korban. Karena sifat egois dan kurangnya rasa empati terhadap orang lain menjadi masalah utama yang dimiliki para pelaku bullying ini.

2. Semakin membuat pelaku bullying merasa kalau dirinya dipermalukan setelah mendapatkan beberapa teguran dan dimarahi oleh orang tua si korban, maka tak jarang timbul niat atau rasa dendam pada diri si pelaku bahwa dia perlu memberikan pelajaran kepada si korban.

3. Korban bullying tak selamanya berada disamping atau pengawasan orang tua ketika disekolah, bahkan sekalipun si orang tua siap stand by menunggu anaknya sekolah, namun dalam kegiatan belajar mengajar tetaplah dibatasi oleh ruang kelas. Situasi inilah yang dijadikan kesempatan bagi si pelaku bullying untuk melancarkan aksinya kembali.

Apabila kasus bullying masih bisa diatasi dengan membentuk kepercayaan diri kepada sang korban agar lebih tegas maka cukup lakukan bimbingan tersebut tanpa orang tua harus terburu-buru menghadapi si pelaku bullying secara langsung, karena bagaimanapun juga ada saatnya si korban harus bisa bertahan menghadapi si pelaku bullying ini dengan sendirian, kecuali kalau si korban pindah sekolah. 

Dan biasanya korban bullying sering kali memiliki kesulitan dalam bersosialisasi dengan teman disekitarnya, jadi dengan membentuk karakter yang lebih percaya diri maka akan sangat membantu para korban bullying untuk bisa melawan. Ingat memiliki satu teman adalah sangat berharga bagi korban bullying, karena kebanyakan dari korban adalah mereka yang selalu sendirian dan dijauhi oleh teman-teman kelasnya. Lah kok lo sok tau sih diana ? ya tau dong, kan aku pernah dibully juga saat pindah sekolah (ciee bangga dibully hehehee).

Dalam ulasanku ini sudah pasti tak semuanya setuju, jadi aku mohon maaf apabila ada kalimat-kalimat yang kurang bisa diterima, toh pada dasarnya yang paling membedakan seseorang dengan orang lainnya adalah dari pengalaman bukan dari fisik apalagi hati karena masalah hati bisa saja memiliki perasaan yang sama cie cie wkwkkk, jadi wajar ketika pengalaman yang aku tulis akan berbeda dengan pengalaman beberapa pembaca walau dengan kasus yang sama. Salam.

Tangerang, 4 September 2017
Diana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun