Kukila tengah berlari-lari menikmati jumantara pagi. Ama yang telah usai menyelesaikan tugasnya berlari ke rak kaki, dan cepat-cepat memasang tali. Peregangan awal, kepala dan tangan selalu Ia lakukan sebelum memasuki puncak lari jarak jauhnya. Pada jarak 1 kilometer Ama melihat gaya berjalan yang tak asing menurutnya. Kaos kuning yang dikenakannya Ama merasa mengenalnya.
      "Bah, Abah" Panggil Ama saat mendekati persimpangan dengan memegang lengan Martusin sekelebat.
      "Yang jauh Maaa" Teriak Martusin untuk Ama yang tetap lari meski usai mengageti.
      "Iya Baaaaah" Jawab Ama pada teriakan Abah.
***
      Aroma sedap menusuk dua lubang indera penciuman. Genderang stainless memainkan pola alamiahnya. Swastamita di samping rumah menyuguhkan kedamaian bagi setiap penikmatnya. Senja yang berbinar-binar tengah memutuskan untuk pudar perlahan di kala awan hitam menyapa. Selisih beberapa menit usai kepulangan senja, air dari atas berguguran ke bawah. Tak begitu deras, namun ritmenya sangat-sangat kukuh.
      "Makan Ma" Ujar Abah dengan membawa dua piring
      "Bagaimana dengan kondisi badanmu?" Tambahnya lagi
      "Sudah sekitar 1 minggu Bah, tidak kambuh lagi sesaknya"
      "Sebenarnya Abah dulu juga punya sesak Maa, tapi berjalannya waktu juga hilang karena Abah berusaha melakukan apa yang kamu lakukan sekarang"
      "Loh, Abah?"