"Mbak, menurutku Bapak itu sudah sangat keterlaluan kok, setiap hari berteriak-teriak minta kawin, bahkan kadang-kadang Bapak juga ke luar rumah dan berteriak-teriak di jalan sampai semua orang tahu. Kita jadi malu Mbak," kata Kemuning pada Mawar.
"Iya, aku juga sudah tahu. Banyak orang yang bercerita padaku, mereka menanyakan kondisi kejiwaan Bapak dan malah ada yang mengusulkan untuk memasukkan Bapak ke Rumah Sakit Jiwa segala, bagaimana menurut kalian?" Mawar memandang wajah adik-adiknya satu-persatu.
"Wah, jangan Mbak, memasukkan Bapak ke Rumah Sakit Jiwa sama saja dengan menampar muka kita sendiri. Berarti kita menyatakan kalau Bapak itu gila," kata Melati, yang dibenarkan pula oleh Kemuning.
"Lalu bagaimana, apa usul kalian?" Mawar tampak mengernyitkan dahinya.
"Aku punya usul Mbak, tetapi ini sepertinya terdengar agak kejam. Bagaimana kalau Bapak dipasung saja?" usul Kenanga yang langsung membuat kakak-kakaknya sangat kaget.
"Dipasung????" Mawar, Melati, dan Kemuning terperangah dan tampak terdiam beberapa saat, tetapi akhirnya mereka bertiga menyetujui usul Kenanga yang terbilang "ekstrim" itu.
Edan kok anak-anakku ini, masak bapaknya sendiri mau dipasung!? Umpat Mbah Sarijo dalam hati. Lalu ia pun berjingkat-jingkat pergi dari tempat itu, tetapi ada dua tangan yang memeganginya.
"Ayo, Bapak mau ke mana? Ayo ikut kami!" tiba-tiba Mawar dan adik-adiknya telah berhasil menangkap raganya.
"Eh, apa-apaan kalian ini?" Mbah Sarijo berusaha melepaskan diri dari kungkungan anak-anaknya, "Aku mau dibawa kemana? Aku mau jalan-jalan," teriak Mbah Sarijo sambil terus berontak
Senja itu ketenangan Kampung Parukan pecah oleh suara ribut-ribut. Terlihat Mbah Sarijo sedang dikerubuti keempat anaknya. Kenanga dan Kemuning menarik tangan bapaknya, sedangkan Mawar dan Melati terlihat mendorong tubuh bapaknya.
"Bapak harus pulang," kata Mawar sambil terus mendorong tubuh Mbah Sarijo. Beberapa warga yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa geleng-geleng kepala.