Mohon tunggu...
Diana NovitaPermataSari
Diana NovitaPermataSari Mohon Tunggu... Guru - Guru/Pendidik

Menjadi pendidik di salah satu sekolah menengah kejuruan Negeri. Hobi utama membaca, sekarang sedang giat berlatih menulis, dan sangat suka jalan-jalan, kadang kulineran, dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Raja dengan Selir-Selirnya

10 September 2023   10:19 Diperbarui: 10 September 2023   10:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari pertama bulan sembilan tahun dua ribu dua puluh dua, jam setengah enam sore, hari baru saja hujan.

Di ruang teras sekaligus ruang tamu yang didesain seperti joglo, dengan lantai keramik sebagai alas, potongan bambu yang dipasang rapi sebagai dinding keliling, dan sebuah meja dan sepasang kursi yang terbuat dari kayu jati terbaik, berada di tengah-tengah ruangan tersebut.

Di sebelah utara, berbatasan dengan rumah utama, dibuat sebuah kolam memanjang dari barat ke timur, menyerupai parit kecil. Lalu di sebelah barat lautnya, bertepatan di samping rumah, dua buah kolam ikan yang luas juga dibuat, suara air yang bergemericik dari sebuah selang yang mengairi kolam-kolam tersebut membuat harmoni suara yang tenang di telinga.

Di tepian joglo tersebut, di sebelah barat, pohon-pohon jeruk yang masih remaja, dengan tinggi sekitar satu hingga dua meter, ditanam dengan rapi, ada jeruk manis, jeruk purut, dan jeruk nipis. Di antara tanaman pohon jeruk tersebut, rumput jepang menghijau berlapis-lapis dengan tebalnya, bagai sebuah kasur empuk berwarna hijau, seolah menunjukkan tidak pernah ada yang mengganggu, bahkan diinjak pun tidak pernah, sehingga ia dapat tumbuh terus-menerus dan subur. 

Memang benar, rumah itu rumah yang hampir tidak diinjak oleh siapa pun, tidak oleh anak-anaknya, tidak oleh menantu-menantunya, tidak oleh cucu-cucunya, dan tidak oleh permaisurinya, hanya diinjak oleh tamu-tamunya dan selir-selirnya, yang semua selir-selirnya bertindak sebagai asistennya, yang selir-selir tersebut pun tidak mungkin seperti orang yang kurang pekerjaan sengaja menginjak-injak rumput jepang tersebut, tidak seperti cucu-cucunya yang seharusnya datang kesana dan aktif berlari ke sana kemari, bahkan menginjak rumput-rumput jepangnya.

Rumah raja tersebut, dibandingkan dengan tetangga-tetangganya nampak jauh lebih luas dan mewah, meskipun desainnya lebih sederhana dibandingkan rumah-rumah modern. Lahannya ada dimana-mana. Investasi atau uangnya juga ada dimana-mana. Raja tersebut adalah orang yang kaya raya.

Raja tersebut, yang berusia sekitar enam puluh tahun, yang juga berperan sebagai seorang tua, yang juga berperan sebagai mertua, yang juga sekaligus berperan sebagai kakek, sore ini menyender dengan nyaman di lengan kursi jati tadi, sudah sejak pukul setengah lima tadi, dan sekarang sudah hampir pukul enam.

Di sampingnya ada kang Juned, seorang saudara, sekaligus seorang asisten atau pembantu, sekaligus seorang penasehat, yang peran tersebut tentu saja mirip seorang kasim yang setia. Dia duduk dengan tegak dan tenang, tatapan matanya menerawang jauh entah kemana.

Sebuah peristiwa besar baru saja terjadi hari ini, permaisurinya baru saja mengetahui kalau raja tersebut baru saja menikahi seorang selir lagi, dan ia marah-marah, mengungkit-ungkit semua hal. Sebenarnya tahu atau tidak tahu, setuju atau tidak setuju, sebagai seorang raja, ia berhak menikahi selir manapun yang ia sukai, hanya saja, dalam kehidupan modern seperti ini, hidup dengan banyak selir sudah tidak lazim, apalagi tidak ada kesepakatan dengan permaisurinya sebelumnya, bahwa ia akan menikahi banyak selir. Maka setiap raja tersebut menikahi selir baru, pasti akan terjadi pertengkaran dan keributan, sehingga itu akan mempengaruhi mood sang raja 

Hari ini hanya rangkaian kejadian dari kejadian-kejadian yang lainnya. Kekayaan dan sifatnyalah yang memicunya. Empat permaisuri yang sebelumnya telah meninggalkannya, kedelapan anaknya, ketujuh menantunya, dan keenam cucunya, semuanya juga telah meninggalkannya.

Anak pertamanya yang merupakan anak perempuan kesayangannya meninggalkannya setelah ia selesai disekolahkannya, karena anak perempuan tersebut dianggap sebagai produk gagal, produk yang tidak lekas berbuah setelah dipupuk dan diberikan segala daya upaya. Akhirnya anak perempuan tersebut pun dengan sakit hati meninggalkannya.

Anak perempuan keduanya, karena tidak dianggap pandai benar, maka ia pun sudah lama meninggalkan raja tersebut, jauh sebelum anak pertama meninggalkannya, saat ia masih berumur belasan tahun, atau masih sekolah menengah pertama.

Anak ketiganya, yang merupakan seorang lelaki, juga dianggap produk gagal karena tidak bisa memenuhi keinginannya untuk menjadi seorang pegawai kantoran, anak lelaki itu lebih memilih hidup bebas, dengan kerja sesuai keinginannya. Maka setelah pertengkaran pun anak lelaki itu meninggalkannya.

Begitupun anak-anaknya yang lain.

Cucu-cucunya pun tidak ada yang berani mendekatinya, karena rata-rata dilarang oleh orang tua mereka. Lagipula setiap kali cucunya mendekat, kata-kata yang tidak enak sering terdengar di telinga orang tuanya, atau anaknya sendiri, atau menantunya, yang mengatakan bahwa mereka hanya mendekat kalau butuh uang, hanya kalau butuh sesuatu, atau yang lainnya.

Maka raja tersebut selalu merasa anak-anaknya selalu meninggalkannya, tidak merawatnya. Sedangkan anak, menantu, dan cucunya selalu menganggap kalau raja tersebut sangat sulit didekati, karena setiap kali didekati, selalu keluar kata-kata yang tidak enak. 

Waktu berlalu dengan cepat, hartanya semakin lama semakin bertumbuh namun harta tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh keluarganya justru ia gunakan untuk kesenangan pribadinya memberikan pinjaman kepada orang-orang yang meminjam kepadanya yang entah pinjaman itu kembali atau tidak yang penting peminjam tersebut menyanjungnya setinggi langit dan menyetujui apapun yang dilakukannya, ataupun memberikan uang tersebut kepada selir-selirnya baik yang lama atau yang baru dinikahinya asalkan selir tersebut menyenangkannya. Dan itu, semakin membuat permaisuri, anak, menantu, dan cucu semakin marah dan menjauhinya.

Karena kejadian itulah, bagai sebuah siklus setan yang tidak terputus. 

Prang..! Sebuah cangkir teh yang ada di samping raja itu tiba-tiba disambar oleh tangannya, membuatnya jatuh berkeping-keping di lantai.

Raja pergi berjalan-jalan jauh meninggalkannya. 

"Kenapa semua hanya mengejar hartaku dan kekuasaanku? Kenapa jika itu tidak ada, semua meninggalkanku? Kenapa ketika aku mencari kesenangan untuk diriku sendiri, mereka tidak terima?"

Kang Juned itu diam saja, dan sang raja itu pun juga sepertinya tidak ingin menerima jawabannya.

Itu karena manusia butuh harta, andaikan itu kau yang jadi anak dari raja, kau pasti juga sangat mengharapkan harta, kekayaan, dan kekuasaan dari orang tuamu jatuh ke tanganmu. Atau paling tidak kau ingin ikut sedikit merasakan harta, kekayaan, dan kekuasaan itu.

Adapun kesenanganmu, bagi manusia normal itu tidak wajar. Zaman sekarang, siapa yang mau menjadi seorang permaisuri dengan banyak selir. Siapa yang ingin punya ayah yang punya banyak selir?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun